Semarang (ANTARA) - Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, jumlah balita yang mengalami stunting sebesar 21,6 persen. Jumlah itu ini sudah turun dibandingkan dengan 2021 yaitu sebesar 24,4 persen. Sementara itu,pemerintah menargetkan angka 14 persen pada 2024.

Penyebab terjadinya stunting pada balita bisa beragam, salah satunya adalah pola asuh yang kurang baik.

Layanan pengasuhan anak atau daycare, seperti yang disediakan oleh Rumah Pelita merupakan upaya pemerintah dalam memberantas stunting di Indonesia.

Layaknya tempat daycare pada umumnya, pada pagi hari sejumlah orang tua mengantarkan anak-anak balita maupun bayi di bawah dua tahun (baduta) untuk dititipkan di rumah tersebut.

Bedanya, Rumah Pelita yang letaknya di Kelurahan Manyaran, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Jawa Tengah, merupakan daycare yang khusus menangani anak-anak stunting untuk area Kecamatan Semarang Barat.

Daycare yang diresmikan pada 21 Februari 2023 ini dikelola oleh Pemerintah Kota Semarang atas inisiasi Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu.

Kemudian untuk pelaksanaan tugas dan wewenang operasional diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kota Semarang.


Tatalaksana komprehensif

Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Mochamad Abdul Hakam mengatakan sejak 2021 dibuat tatalaksana penanganan stunting dengan pemberian makanan tambahan untuk bayi atau balita penderita stunting di Kota Semarang.

Namun, ternyata pencapaiannya kurang maksimal. Hingga kemudian muncullah ide rumah penanganan balita stunting yang terintegrasi.

Di daycare Rumah Pelita, kegiatan yang diikuti anak bukan hanya pemberian makanan tambahan, tapi ada kelas PAUD, dan kelas tumbuh kembang. Bahkan, di lokasi itu orang tua dapat mengikuti kelas parenting.

Sehingga tidak berlebihan bila Rumah Pelita disebut sebagai proyek percontohan perwujudan tatalaksana yang komprehensif untuk penanganan stunting di Kota Atlas itu.

Data menunjukkan stunting di Kota Semarang disebabkan dua hal, yakni pola pengasuhan yang tidak tepat dan penyakit infeksi kronik.

Untuk infeksi kronik ditangani oleh puskesmas, sementara pola asuh diperbaiki di Rumah Pelita melalui kelas parenting.

Diharapkan, kelas parenting yang diikuti para orang tua dapat memperbaiki pola asuh yang selama ini diterapkan di rumah.


Diasuh tiga bulan

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Semarang Yuli Kurniasih Purwanti menjelaskan pihaknya memperoleh data balita stunting dari puskesmas.

Dari data itu, balita dan baduta stunting kemudian diasuh di Rumah Pelita untuk diperbaiki pola asuh dan pola makannya.

Pengasuhan anak di tempat itu ditargetkan paling lama tiga bulan, dengan harapan terjadi kenaikan bobot dan tinggi badan yang signifikan.

Saat ini tercatat ada 132 balita stunting di Kecamatan Semarang Barat. Dari jumlah tersebut, sudah tertangani 17 balita, yang terdiri dari lima balita sudah "lulus" dari daycare Rumah Pelita dan 12 balita masih dalam pengasuhan di daycare tersebut.

Untuk balita stunting yang belum tertangani, Dinas Kesehatan tetap memastikan dilakukan pemberian makanan tambahan dan susu yang disampaikan lewat kader posyandu setiap hari. Selanjutnya, hasilnya dievaluasi sebulan sekali lewat posyandu.

Tantangan dalam mengentaskan stunting ini, salah satunya adalah orang tua yang enggan menitipkan balitanya ke Rumah Pelita, meskipun tidak dipungut biaya sepeser pun alias gratis.

Karena itu, Dinas Kesehatan Kota Semarang hanya mengakomodir balita-balita stunting yang orang tuanya berkenan menitipkan anak di Rumah Pelita.

Di daycare ini, terdapat dua pengasuh anak, salah satunya Azizah Sri Endahwati.

Perkembangan anak-anak yang sudah lulus daycare ini hasilnya tercatat mengalami kenaikan bobot 400 gram hingga 1 kilogram setelah mereka diasuh di daycare dalam kurun waktu satu hingga tiga bulan.

Balita yang saat ini diasuhnya, paling muda berusia 18 bulan dan paling tua berusia 4 tahun 5 bulan. Sehari-harinya, satu pengasuh menangani tiga hingga lima anak.

Karena telah terbiasa, Azizah dan rekannya pun tidak merasa kewalahan menangani banyak anak.

Dari Senin hingga Jumat, pada pukul 7 pagi, para orang tua mengantarkan anak-anak mereka ke Rumah Pelita dalam kondisi sudah mandi pagi dan belum makan.

Kemudian pada pukul 15.30, orang tua kembali menjemput anaknya dari daycare. Selama di daycare, anak diberikan makanan yang bergizi dan susu.

Anak-anak yang awalnya sulit untuk makan, lama-kelamaan setelah berada di daycare ini, mereka menjadi gampang makan karena terbiasa dengan pola makan yang baik dan teratur.

Berbekal latar belakang pendidikan dan pengalaman sebagai guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Azizah tidak hanya memberikan mereka makan makanan bergizi, tetapi juga memberikan stimulasi tumbuh kembang, sehingga anak-anak stunting itu tidak ketinggalan tumbuh kembangnya dengan anak-anak seusia mereka yang tidak mengalami stunting.

Dalam melakoni profesinya sebagai pengasuh, selama lima hari dalam sepekan anak diasuh di daycare, mereka mengalami kenaikan berat badan.

Namun pada akhir pekan, ketika anak berada dalam pengasuhan penuh orang tuanya, malah turun berat badannya.

Untuk itu, pengasuh itu tak bosan terus mengingatkan para orang tua agar lebih sabar dan telaten dalam mengasuh anak.

Sehingga diharapkan balita-balita yang sudah lulus dari Rumah Pelita, selanjutnya tumbuh kembangnya dapat lebih optimal.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga (tengah) menggendong balita yang diasuh di daycare Rumah Pelita, di Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (22/7/2023). (ANTARA/ HO - Kemen PPPA)
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengatakan pemenuhan hak anak, termasuk di antaranya hak untuk hidup, hak untuk tumbuh dan berkembang, serta hak mendapat perlindungan merupakan kewajiban untuk ditunaikan, bukan pilihan.

Maka dibutuhkan sinergi dan kolaborasi pentahelix antara pemerintah, tokoh masyarakat, dunia usaha, dan media massa dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak.

Dengan membawa semangat Hari Anak Nasional 2023, jika Rumah Pelita ini bisa diamplifikasi di banyak daerah dengan pelayanan yang terintegrasi dan komprehensif,, maka kita menjadi optimistis mewujudkan Indonesia Layak 2030 dan Indonesia Emas 2045.

Kuncinya ada pada komitmen, program, dan kegiatan yang terencana, menyeluruh, serta berkelanjutan.

Anak terlindungi, maka Indonesia maju.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023