Banda Aceh (ANTARA) - Tim Asistensi Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM) Evi Narti Zain mengatakan bahwa para korban pelanggaran HAM berat di Aceh sangat bervariatif, mulai dari pembangunan atau renovasi rumah hingga keberangkatan umrah.

"Permintaan mereka (korban) berbeda-beda, tergantung pada kebutuhan mereka masing-masing," kata Evi Narti Zain di Banda Aceh, Jumat.

Untuk diketahui, Presiden Jokowi telah melaksanakan kick off penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu secara nonyudisial. Dari 12 kasus yang diakui, tiga di antaranya berada di Aceh yakni peristiwa Rumoh Geudong, Simpang KKA, dan Jambo Keupok.

Berdasarkan data yang mereka miliki, kata Evi, sejauh ini korban pelanggaran HAM berat di Rumoh Geudong sebanyak 58 orang, Simpang KKA 11 orang, dan Jambo Keupok 23 orang (belum termasuk ahli waris).

Pendataan korban telah dilaksanakan sebelum kick off dimulai. Meski demikian, dalam waktu dekat ini pihaknya kembali memantau apakah jaminan untuk korban terdata itu sudah diberikan atau belum.

Evi mengatakan bahwa para korban pelanggaran berat HAM Aceh telah mengutarakan keinginan mereka masing-masing, seperti membangun rumah, ternak kambing atau sapi, tunjangan kesehatan, kehidupan, hingga ingin berumrah.

"Jadi, untuk permintaan mereka semua itu sudah kami rekomendasi dan diberikan kepada kementerian terkait," ujarnya.

Ke depan, pihaknya membutuhkan mekanisme yang bisa memantau aktif dan efisiensi supaya permintaan korban tersebut terpenuhi sesuai dengan keinginannya.

"Semua permintaan mereka sudah disampaikan ada yang sudah terealisasi, dan ada yang masih harus menunggu. Mudah-mudahan terlaksana," demikian Evi.

Baca juga: Jokowi: Pemerintah berniat tulus selesaikan pelanggaran HAM berat
Baca juga: Kisah Murni, menahan pilu Tragedi Mei 1998

Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023