Jakarta (ANTARA) - St Petersburg atau dikenal dengan nama Leningrad pada era Uni Soviet, merupakan kota yang spesial bagi Presiden Rusia Vladimir Putin.

Selain sebagai tempat kelahiran Putin tepatnya pada 7 Oktober 1952, St Petersburg/Leningrad juga merupakan daerah di mana Putin menghabiskan masa kecil dan remajanya, serta menyelesaikan kuliah hukumnya di Universitas Negeri Leningrad/St Petersburg.

Pada 2023 ini, tepatnya pada 27-28 Juli, St Petersburg terpilih menjadi lokasi penyelenggaraan KTT Rusia-Afrika, di mana Putin berupaya "menebar pesona" kepada para pemimpin negara-negara Afrika yang hadir dalam ajang itu.

Dalam pidato pembukaannya pada Kamis (27/7), Putin menegaskan Rusia melakukan berbagai upaya untuk menghindari krisis pangan global, di tengah kecemasan Rusia yang menarik diri dari Inisiatif Biji-Bijian Laut Hitam.

Inisiatif tersebut merupakan bentuk perjanjian, yang ditengahi antara lain oleh Turki dan PBB, yang mengizinkan pengiriman produksi biji-bijian dari Ukraina secara aman melalui Laut Hitam.

Namun, Rusia menarik diri dengan alasan tidak dilaksanakannya kesepakatan mengenai pengiriman produksi biji-bijian dan pupuk dari Rusia, yang saat ini sedang disanksi oleh Barat.

Padahal, inisiatif pengiriman biji-bijian dari Laut Hitam memiliki dampak yang penting terhadap pasokan pangan global, termasuk bagi negara-negara Afrika.

Sebelumnya, Pejabat Darurat Senior dari Badan Pangan Dunia (WFP), Dominique Ferretti, saat pengarahan di Jenewa, Swiss, Senin (24/7), sebagaimana dikutip dari Reuters, mengingatkan bahwa inisiatif tersebut memungkinkan ekspor biji-bijian Ukraina dan produk pertanian lainnya dari pelabuhan-pelabuhan di Laut Hitam yang merupakan pasokan bahan pangan esensial ke pasar global.

Ferretti mengingatkan bahwa bila inisiatif itu tidak dilanjutkan, akan semakin berdampak terutama terhadap sekitar 60 juta orang yang berada dalam kondisi rawan pangan di tujuh negara Afrika Timur.

Ia menegaskan bahwa ada sejumlah negara yang bergantung pada gandum Ukraina, dan bila pengiriman komoditas itu dihentikan,  harga pangan akan semakin tinggi.

Data PBB menunjukkan bahwa sekitar 700.000 ton gandum telah dikirim ke Kenya dan Ethiopia sejak kesepakatan Laut Hitam dimulai.

Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan sekitar 10,4 juta anak menghadapi kekurangan gizi akut, dan melaporkan persentase tertinggi kasus kesehatan yang dirawat di fasilitas medis dalam tiga tahun terakhir di Somalia, Sudan Selatan, dan sebagian Kenya.

Namun, dalam pidato yang disampaikan di pembukaan KTT Rusia-Afrika, Putin menyampaikan janji kepada pemimpin negara-negara Afrika bahwa Rusia akan terus menyediakan dukungan pasokan pangan bagi negara dan kawasan yang membutuhkan, melalui bantuan kemanusiaan.

Putin mengumumkan bahwa pihaknya akan memasok sebanyak 25.000 hingga 50.000 ton biji-bijian secara gratis ke enam negara di Afrika, yaitu Burkina Faso, Zimbabwe, Mali, Somalia, Republik Afrika Tengah, dan Eritrea dalam jangka waktu tiga hingga empat bulan ke depan.

Selain itu, Putin berpendapat bahwa permasalahan pangan sebenarnya muncul ketika negara-negara Barat menghalangi pasokan biji-bijian dan pupuk Rusia namun secara munafik menuduh Moskow sebagai biang keladi krisis saat ini yang melanda pasar pangan dunia.

Presiden Rusia itu juga menuduh bahwa terkait ekspor biji-bijian dari Ukraina selama pemberlakuan Inisiatif Biji-Bijian Laut Hitam yang mencapai total 32,8 juta ton, lebih dari 70 persen dikirim ke negara-negara berpenghasilan tinggi dan menengah ke atas.

Sementara itu, Sekjen PBB Antonio Guterres mengungkapkan bantuan yang dijanjikan Presiden Rusia Vladimir Putin kepada beberapa negara Afrika tidak sama dengan kesepakatan pangan Laut Hitam yang membantu mengatasi krisis pangan global.

Guterres memperingatkan bahwa menarik jutaan ton gandum dan biji-bijian lain dari pasar akan mengakibatkan kenaikan harga sehingga menjadi beban bagi penduduk dunia terutama negara-negara berkembang.

Pemerintah Rusia, melalui arahan Putin, juga menggelar KTT Rusia-Afrika sebagai upaya untuk mengatasi taktik isolasi yang telah dilancarkan Barat terhadap Rusia melalui beragam sanksi.

Sanksi-sanksi itu dijatuhkan oleh negara-negara Barat, khususnya setelah Rusia melakukan invasi skala penuh terhadap Ukraina yang telah berjalan sejak Februari 2022.

Melalui sanksi yang berakibat anjloknya hubungan perekonomian Rusia dengan berbagai negara Barat, tidak heran bila Rusia mencari mitra lain, termasuk negara-negara Afrika.

Kebijakan khusus

Berbagai janji-janji dan sejumlah langkah kebijakan khusus telah disiapkan untuk membuat negara-negara Afrika dapat menganggap Rusia sebagai mitra dengan pencitraan yang positif.

Misalnya, Rusia memberikan keringanan senilai 684 juta dolar AS (sekitar Rp10,32 triliun) dari beban utang Somalia dalam sebuah kesepakatan yang difinalkan di sela-sela KTT Rusia-Afrika di St Petersburg.

Menurut Menteri Keuangan Somalia Bihi Egeh dalam laman Facebook kementeriannya, dengan perjanjian ini maka sebagian dari utang Somalia segera dihapus sedangkan sebagian lainnya akan dikenakan penjadwalan utang pembayaran.

Berdasarkan data IMF sebagaimana dikutip dari Reuters, Somalia berutang kepada Moskow hampir 695 juta dolar AS (Rp10,48 triliun).

Tidak hanya dalam hal perekonomian, tetapi kerja sama dalam bidang keamanan dengan negara-negara Afrika juga ditonjolkan oleh Rusia.

Contohnya, Presiden Republik Afrika Tengah Faustin Archange Touadera pada Jumat (28/7) menyatakan bahwa hubungan negaranya dengan Rusia telah membantu negerinya untuk dapat menyelamatkan demokrasi serta menghindari perang saudara.

Kantor berita Reuters melaporkan bahwa tentara bayaran Rusia, termasuk banyak yang berasal dari kelompok milisi Wagner, melakukan intervensi pada 2018 untuk membantu pemerintah Afrika Tengah.

Intervensi itu untuk membantu pemerintah negara tersebut guna memadamkan perang saudara yang telah berkecamuk sejak 2012.

 Duta besar Rusia untuk Republik Afrika Tengah pada Februari menyatakan saat ini ada sebanyak 1.890 "instruktur Rusia" di Afrika Tengah.

Selain itu, sebuah kontingen Wagner telah tiba di Afrika Tengah bulan ini untuk membantu penyelenggaraan referendum konstitusional pada 30 Juli.

Tidak hanya itu, Putin dalam pertemuan dengan Ketua Uni Afrika (AU) pada Kamis (27/7) juga menyatakan harapannya agar AU dapat menjadi anggota G20 pada awal September selama KTT organisasi tersebut di India.

Putin mengatakan Rusia adalah salah satu negara pertama yang menanggapi secara positif inisiatif tahun lalu yang diajukan oleh Presiden Senegal untuk memberikan Uni Afrika keanggotaan penuh dalam G20.

Putin mengatakan Rusia memandang AU sebagai organisasi regional yang memelopori pembentukan struktur keamanan Afrika dan mempersiapkan langkah-langkah agar benua itu masuk ke “dalam sistem ekonomi global.”

Namun, penyelenggaraan KTT Rusia-Afrika tidak selalu berjalan lancar, karena sebenarnya dalam ajang kali ini, hanya sebanyak 17 pemimpin negara-negara Afrika yang hadir, atau terjadi penurunan jumlah dari sebanyak 43 pemimpin yang hadir dalam ajang serupa pada 2019 lalu.

Meski demikian, sebenarnya langkah yang diambil Rusia dalam membuat KTT yang khusus ini sebenarnya dapat membuat Afrika untuk berstrategi.

Strategi tersebut bisa saja dengan melakukan sinergi di antara berbagai negara-negara Afrika, untuk betul-betul memastikan bahwa upaya Rusia dalam memasok pangan tidak hanya berupa janji-janji, tetapi betul-betul terlaksana dalam bentuk mekanisme kerangka waktu dan sistem yang jelas dan transparan.

Dengan demikian, Afrika juga dapat memainkan "kartu As" sehingga tidak hanya mendengar pidato dari Putin, tetapi memastikan agar langkah kebijakan yang diambil Rusia dapat benar-benar memperlancar pasokan pangan global, sehingga prediksi melonjaknya harga pangan dunia juga dapat dihindari sepenuhnya.

Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023