manakala tanah kas desa difungsikan laiknya tahun 1950-an, maka tidak akan ada orang miskin di DIY.
Yogyakarta (ANTARA) - Maraknya penyelewengan tanah kas desa menjadi duri dalam daging di tengah upaya Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengentaskan warga dari kemiskinan.

Selain mengakibatkan kerugian negara, penyalahgunaan tanah kas desa demi keuntungan pribadi dan kelompok menjadi ganjalan Pemda DIY yang menginginkan aset itu dapat dimanfaatkan warga miskin atau penganggur untuk membuka ladang usaha, bercocok tanam, atau budi daya ikan.

Pengelolaan tanah kas desa untuk pengentasan kemiskinan sesuai arahan Gubernur DIY Sri Sultan HB X yang selanjutnya didukung dengan bantuan keuangan khusus (BKK) dari Dana Keistimewaan (Danais) sebagai modal untuk mengelola tanah.

Pada 2023, Pemda DIY pun mulai menyalurkan dana bantuan tersebut ke sejumlah kelurahan sebagai modal untuk mengelola tanah kas desa.

Namun, di tengah upaya pengentasan kemiskinan itu, Pemda DIY mendapat banyak laporan terkait penyelewengan pemanfaatan tanah kas desa oleh oknum pengusaha dan perangkat desa.

Pemanfaatan tanah kas desa acap kali tidak sesuai dengan perizinan awal yang diajukan kelurahan lewat kabupaten ke Pemda DIY maupun ke Keraton Yogyakarta atau ke Kadipaten Pakualaman.

Berdasarkan Pergub DIY Nomor 34 Tahun 2017, penggunaan tanah kas desa untuk sewa harus mendapatkan izin dari Kasultanan atau Kadipaten.

Izin diperlukan sebab menurut Undang-Undang (UU) Keistimewaan, seluruh tanah kas desa di DIY asal-usulnya adalah dari tanah Kasultanan (SG) atau Kadipaten Pakualaman (PAG) yang pengelolaannya diberikan kepada kelurahan melalui hak anggaduh.

Sementara itu, sejak 2004 sampai 2022 Pemda DIY telah menerbitkan izin gubernur terkait pemanfaatan tanah kas desa berjumlah 1.479 izin.

Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY Krido Suprayitno menyatakan selama pengawasan yang dilakukan kurun 2019-2021 ditemukan sebanyak 84 tanah kas desa atau 24 persen tidak dimanfaatkan sesuai perizinan.

Misalnya, izin yang mulanya dimohonkan untuk pengembangan objek wisata, justru digunakan pebisnis untuk membangun perumahan bahkan vila.

Dalam kasus lain, tidak sedikit pula tanah kas desa yang disewakan oknum perangkat desa kepada pihak ketiga secara ilegal atau tanpa izin dari Gubernur DIY dan Kasultanan maupun Kadipaten Puropakualaman.

Merespons keganjilan itu, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengultimatum dengan menyatakan tidak akan memberi ampun seluruh oknum yang terlibat.

Selain merugikan keuangan negara karena melanggar perizinan, Sultan--yang menyebut tindakan itu sebagai perampokan--menyatakan bahwa Keraton Yogyakarta pun ikut dirugikan lantaran tanahnya hilang.

Dalam surat yang ditandatangani tanggal 6 September 2022 Nomor 180/3732, Gubernur DIY itu kemudian melayangkan somasi terhadap satu perusahaan pengembang perumahan di Kabupaten Sleman yang nekat menggunakan tanah kas desa tanpa izin serta tidak sesuai ketentuan berlaku.

Pemda DIY juga berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) untuk menindaklanjuti somasi dari Sultan.

Pada saat yang sama, Satpol PP DIY pun getol melakukan penyegelan sejumlah bangunan menyalahi aturan di tanah kas desa.
 

Bidik para pelaku

Pengungkapan kasus mafia tanah kas desa di Nologaten, Desa Caturtunggal, Kabupaten Sleman yang diekspose Kejaksaan Tinggi DIY pada 15 April 2023 menjadi pembuktian bahwa jerat hukum mulai membidik satu per satu orang yang diduga bermain kotor.

Pada babak awal itu, Direktur Utama PT Deztama Putri Sentosa, Robinson Saalino, ditetapkan sebagai tersangka korupsi penyalahgunaan pemanfaatan tanah kas desa di Desa Caturtunggal dan langsung ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Yogyakarta.

Bos perusahaan properti yang kini tengah menjalani serangkaian persidangan di PN Yogyakarta mulanya mengajukan proposal permohonan sewa tanah kas desa di Caturtunggal pada 11 Desember 2015.

Tanah itu memiliki luas 5.000 meter persegi dan dimaksudkan untuk area singgah hijau.

Pada 1 Oktober 2020 PT Deztama Putri Sentosa kembali mengajukan proposal permohonan sewa tanah kas desa di Caturtunggal seluas 11.215 meter persegi untuk menjadi area singgah hijau bernama Ambarukmo Green Hills, namun proses ini belum memperoleh izin dari Gubernur DIY.

Kendati belum mendapatkan izin Gubernur DIY, PT Deztama Putri Sentosa telah memanfaatkan lahan seluas 5.000 meter persegi dengan mendirikan bangunan permanen tidak sesuai dengan proposal awal, kemudian disewakan kepada pihak ketiga.

Sebulan setelah penangkapan Robinson, penyidik Kejati DIY menetapkan Lurah Caturtunggal Agus Santoso (AS) sebagai tersangka lain dalam kasus mafia tanah itu.

Selaku lurah, Agus diduga melakukan pembiaran dan pengawasan tidak berjalan sebagai mana mestinya terhadap penyimpangan pemanfaatan tanah desa yang dilakukan PT Deztama Putri Sentosa.

Perbuatan Robinson bersama Agus diduga telah merugikan keuangan negara dan Desa Caturtunggal sebesar Rp2,95 miliar.

Setelah dua orang ditetapkan tersangka, Kejati DIY masih terus mencari pihak lain yang diduga ikut bersekongkol.

Penyelidikan Kejati DIY merembet hingga menyentuh instansi vertikal yang bertanggung jawab menangani dan mengawasi langsung ihwal pemanfaatan tanah kas desa itu.

Pada 12 Juli 2023 sekitar pukul 09.00 WIB, rombongan penyidik Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta menggeladah Kantor Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY.

Pada hari yang sama, tim penyidik juga menggeledah rumah pribadi Kepala Dispertaru DIY Krido Suprayitno dengan menyita puluhan dokumen.

Tak butuh waktu lama, pasca-penggeledahan Kejati DIY pada 17 Juli 2023 menetapkan dan langsung menahan Krido Suprayitno, pucuk pimpinan Dispertaru DIY, sebagai tersangka.

Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY Krido Suprayitno (KS) setelah ditetapkan Kejati DIY sebagai tersangka kasus mafia tanah kas desa pada Senin (17/7/2023). ANTARA/HO-Kejati DIY (.)

Selaku Kadispertaru DIY Krido diduga melakukan pembiaran perbuatan Direktur Utama PT Deztama Putri Sentosa, Robinson Saalino, yang telah menambah keluasan lahan tanah kas desa yang disewa PT Deztama dari 5.000 meter persegi menjadi 16.215 meter persegi secara ilegal atau tanpa izin Gubernur.

Tidak hanya membiarkan, Krido juga diduga menerima gratifikasi dari Robinson Saalino, Direktur Utama PT Deztama Putri Sentosa berupa dua bidang tanah berlokasi di Purwomartani, Kalasan, Sleman, pada 2022 seluas masing-masing 600 meter persegi dan 800 meter persegi seharga Rp4,5 miliar.

Selain tanah, tersangka juga menerima gratifikasi uang tunai sekitar Rp211 juta yang ditarik dari ATM rekening BRI atas nama Novy Kristianti yang tak lain istri Robinson.

Kepala Kejati DIY Ponco Hartanto mengakui bahwa kasus mafia tanah kas desa di DIY tergolong masif dan terstruktur.

Kasus tersebut diduga bukan hanya terjadi di Nologaten, Desa Caturtunggal, melainkan telah terjadi di tempat-tempat lain pula, seperti di Maguwoharjo, Depok, Sleman, serta di Candibinangun, Pakem, Sleman, DIY.


Untuk warga miskin

Pakar tata kota Universitas Gadjah Mada Prof Bakti Setiawan mengapresiasi respons cepat Gubernur DIY Sri Sultan HB X beserta penegak hukum menindak tegas para penyalah guna tanah kas desa.

Semangat memberantas penyelewengan itu pada muaranya akan mengembalikan tanah kas desa yang merupakan tanah Kasultanan (SG) dan tanah milik Kadipaten Puro Pakualaman (PAG) sebagai aset terbatas dapat dikelola untuk kepentingan masyarakat DIY secara lebih luas.

Niat baik Sultan HB X yang menginginkan tanah kas desa dimanfaatkan oleh warga miskin merupakan bentuk perhatian atau afirmasi bahwa pemanfaatan lahan bukan hanya diperuntukkan bagi investor semata.

Penyelewengan tanah kas desa rentan terjadi mengingat pengelolaan paling mudah dan cepat menghasilkan oleh pemerintah desa adalah dengan menyewakan kepada pebisnis atau investor.

Karena itu, setelah penegakan hukum kasus korupsi tanah kas desa tuntas, Pemprov DIY diminta memberikan kesempatan luas warga miskin mengelola tanah kas desa.

Sultan HB X pun mendukung kejaksaan terus mengusut kasus dugaan korupsi pemanfaatan tanah kas desa di wilayahnya tanpa pandang bulu.

Saat meresmikan Lumbung Mataraman di Kalurahan Bendung, Semin, Gunungkidul pada 29 Desember 2022, Sultan yang juga Raja Keraton Yogyakarta itu menyatakan bahwa manakala tanah kas desa masih difungsikan laiknya pada tahun 1950-an, maka tidak akan ada orang miskin di DIY.

Pada 1950 terdapat keputusan Gubernur tentang fungsi tanah kas desa, yang salah satunya adalah disisih sebagian hektare untuk dikelola warga miskin dan pengangguran.

"Kalau itu tetap dijalankan, ora ana (tidak ada) yang dikatakan orang miskin di Yogyakarta," ucap Ngarsa Dalem, sapaan Sultan HB X.





 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023