Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Bulan Bintang (PBB) KH Anwar Shaleh menyatakan, ada stigmatisasi terhadap umat Islam terkait dengan usul pembatalan sejumlah peraturan daerah (Perda) antimaksiat yang digulirkan 56 anggota DPR RI. "Kami merasakan adanya upaya dari perorangan, partai politik, dan media massa tertentu untuk menstigmatisasi dan mempolitisasi umat Islam dengan membenturkan dan mengaburkan Perda antimaksiat dengan pemberlakuan Piagam Djakarta," katanya di Jakarta, Jumat. Caranya, kata Anwar, dengan membentuk opini bahwa perda-perda itu merupakan perda syariat yang hanya mengutamakan kepentingan umat Islam atau bahkan merupakan pemaksaan kehendak umat Islam yang dapat mengancam keharmonisan bahkan persatuan bangsa. Padahal, katanya, perda tersebut bermaksud membentengi masyarakat dari hal-hal yang berbau maksiat yang tentu saja akan menguntungkan semua masyarakat, baik di tingkat lokal maupun nasional pada akhirnya. Anwar lantas mengutip Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. Tap MPR itu menegaskan bahwa faktor pertama penyebab krisis Indonesia adalah nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa tidak dijadikan sumber etika dalam berbangsa dan bernegara oleh sebagaian masyarakat. Ia juga mengutip Tap MPR No.VII Tahun 2001 yang menegaskan bahwa indikator paling utama dari keberhasilan pembangunan adalah relijius yakni masyarakat yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia. Lebih lanjut Anwar menyatakan, agar tujuan membatalkan Perda antimaksiat berhasil, tak segan-segan kelompok penentangnya membenturkan Perda itu dengan Pancasila dan UUD 1945. Padahal kenyataannya tidak ada yang berlawanan. Dikatakannya, Pancasila memang bukan agama namun merupakan kumpulan nilai dan visi yang hendak diraih dan diwujudkan bangsa Indonesia saat berikhtiar mendirikan sebuah negara. Meski demikian, lanjut Anwar, bukan berarti Pancasila antiagama atau agama harus disingkirkan dari rahim Pancasila karena agama diakui, dilindungi, dan dijamin eksistensinya oleh Pancasila. Masing-masing agama berhak hidup dan pemeluknya bebas menjalankan syariat agamanya. "Dengan nilai dan visi ketuhanan arah Indonesia bukanlah negara sekuler, juga bukan sosialis-komunis maupun kapitalis-liberal. Jadi, sangat aneh jika agama, khususnya Islam, hendak disingkirkan dan dibuang jauh-jauh dari kehidupan dengan logika tidak boleh ada satu agama yang mendominasi," katanya. Terkait adanya hukum positif yang diwarnai hukum agama, kata Anwar, harus diingat bahwa dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, nilai-nilai yang tumbuh dan hidup di dalam masyarakat juga menjadi sumber masukan. "Bahwa di dalam masyarakat yang mayoritas Islam kemudian banyak norma-normanya yang diwarnai nilai Islam itu hal yang wajar. Juga wajar jika kemudian norma-norma itu menjadi salah satu sumber dalam pembentukan peraturan perundang-undangan," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006