Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Anak Neonatologist dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr. Daulika Yusna, SpA memberi kiat untuk mengurangi paparan bahaya kandungan bisphenol A (BPA) pada plastik yang digunakan dalam perangkat makan anak.

“Hindari penggunaan plastik polikarbonat yang mengandung BPA. Gantilah dengan produk dari stainless steel atau kaca yang lebih aman,” kata Daulika dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Selasa.

Selain itu hindari juga memanaskan atau merebus wadah plastik yang mengandung BPA. Zat berbahaya ini mudah terlepas jika plastik terpapar panas.

“Gunakan produk yang memiliki label "BPA-Free" atau bebas BPA, seperti botol minum dan botol bayi,” kata Daulika.

Baca juga: Kandungan BPA pada plastik picu gangguan reproduksi

Kemudian, kurangi atau bahkan hindari penggunaan produk kemasan galon plastik air minum secara berulang, karena risiko migrasi BPA akan meningkat dengan penggunaan yang berulang, terkena paparan sinar matahari, dan pemanasan selama proses pencucian.

Terakhir, patuhi aturan dan regulasi pemerintah terkait penggunaan BPA pada produk tertentu. Beberapa negara telah mengeluarkan larangan terhadap penggunaan BPA dan mengklasifikasikannya sebagai zat berbahaya.

“Produk-produk berbahan dasar plastik jika terkena panas atau dicuci berulang kali bisa memicu luruhnya zat kimia berbahaya yang akan mencemari makanan atau minuman anak-anak kita,” ujar Daulika.

BPA adalah senyawa kimia yang digunakan dalam produksi plastik polikarbonat. Senyawa ini berfungsi sebagai pengeras plastik yang membuat kemasan makanan dan minuman menjadi lebih tahan lama dan dapat digunakan berulang kali. Namun, di balik manfaatnya itu, BPA menjadi masalah serius karena kemampuannya meniru hormon estrogen dalam tubuh.

Baca juga: IDI dukung pemberian label Bisfenol A pada kemasan dari plastik

Dunia kesehatan menyebut BPA berbahaya karena kemampuannya sebagai "endocrine disruptor" atau zat yang mengganggu sistem endokrin. Zat ini dapat merusak keseimbangan hormon dalam tubuh, termasuk hormon reproduksi. Karena itulah, dampaknya dapat mengancam kesuburan pria dan wanita.

Sejauh ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan hasil temuan lapangan, mengenai terlampauinya ambang batas BPA yang berisiko pada manusia pada kemasan galon berbahan polikarbonat, di berbagai kota di Indonesia. Studi di Korea Selatan juga telah membuktikan adanya korelasi kuat antara tingginya paparan BPA dengan peningkatan kasus infertilitas pada manusia.

Sebuah telaah hasil riset yang diterbitkan di The American Journal of Biochemistry and Biotechnology pada 2021 menunjukkan bahwa BPA mengurangi produksi testosteron selama tahap perkembangan tubuh laki-laki, menyebabkan penyakit prostat, memengaruhi kualitas sperma, dan mengganggu sumsum tulang belakang hipotalamus-hipofisis-testis (hypothalamic-pituitary-testicular axis).

Sementara menyangkut efek buruknya pada wanita, dalam publikasi yang sama, BPA telah dilaporkan terkait dengan infertilitas, dan memiliki efek negatif pada berbagai aspek sistem reproduksi wanita.

Baca juga: Disinformasi Bisfenol A senyawa berbahaya dalam plastik kemasan

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023