Idealnya, pejabat sudah selesai dengan urusan jiwanya alias sudah merdeka dari kungkungan jajahan "hidup di atas penilaian orang lain"
Bondowoso (ANTARA) - Mulai 1 Agustus 2023 semua wilayah di Indonesia sudah diwarnai oleh umbul-umbul merah putih dan kibaran bendera merah putih di depan rumah-rumah warga.

Selain menunjukkan semangat memeriahkan HUT kemerdekaan RI yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus, suasana itu juga sebagai bentuk kepatuhan warga pada imbauan pemerintah, khususnya dari Kementerian Sekretariat Negara RI, melalui Surat Edaran Mensesneg Nomor B-523/M/S/TU.00.04/06/2023 tentang Penyampaian Tema, Logo, dan Partisipasi Menyemarakkan Peringatan HUT Ke-77 Kemerdekaan RI Tahun 2023.

Pada surat edaran dari Mensesneg itu, pemerintah meminta semua warga negara untuk memasang bendera merah putih di depan rumah masing-masing, selama satu bulan, pada 1-31 Agustus 2023.

Beberapa kawasan perumahan di berbagai kabupaten dan kota tidak hanya memasang bendera dan umbul-umbul, tapi juga menambah hiasan dengan lampu kerlap kerlip yang menyala pada malam hari. Bahkan, jalan-jalan dan tembok juga dihias dengan cat-cat warna merah putih, sehingga menjadi lebih indah dari biasanya. Bendera merah putih juga banyak yang dipasang di kendaraan roda dua dan empat.

Hiasan yang meramaikan suasana di lingkungan tempat tinggal itu sekaligus mengekspresikan rasa syukur Bangsa Indonesia dari sejarah belenggu penjajahan di masa lalu.

Merdeka dari penjajahan kaum kolonialis itu lebih bertitik tumpu pada kebebasan secara fisik, sedangkan secara non-fisik atau jiwa, belum banyak mendapat perhatian, baik bagi warga negara maupun bagi negara itu sendiri yang direpresentasikan oleh para penyelenggaranya.

Beberapa kasus korupsi yang diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan institusi penegak hukum lainnya menunjukkan belum merdekanya bangsa ini dari penjajahan dalam bentuk lain.

Di sisi warga negara, masih adanya penyelenggara negara atau pejabat yang terlibat dalam praktik pengambilan uang rakyat itu tentu dapat dilihat sebagai bentuk penjajahan baru. Program pembangunan yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat telah terenggut oleh "si penjajah" berbaju pejabat negara itu.

Akibat ulah mereka, rakyat menanggung beban atas ulah mereka yang telah diberi amanah untuk mengelola negara dengan anggaran yang disediakan oleh rakyat lewat mekanisme pembayaran pajak.

Peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia pada 2023 ini bisa menjadi momentum perenungan mendalam bagi semua komponen bangsa, khususnya para pejabat di semua tingkatan, untuk selalu bertanya ke dalam diri, apakah kekuasaan yang mereka pegang sudah membebaskan rakyat dari praktik penjajahan atau justru mereka telah menjelma menjadi penjajah dalam format baru?

Jika ditelisik lebih dalam, para penyelenggara negara yang tergoda untuk korupsi, sebenarnya dia sendiri juga tidak sedang bebas dari penjajahan. Mereka sedang tidak merdeka karena tidak berdaulat atas kesucian jiwanya.

Sebelum melaksanakan tugas jabatan, sudah lazim para penyelenggara negara itu disumpah, bahkan di bawah kitab suci, sesuai agamanya masing-masing.

Secara spiritual, setiap manusia memiliki sifat fitrah dalam dirinya untuk selalu berjalan dalam jalur kebaikan. Sifat itu, dalam terminologi agama dikenal sebagai hanif atau selalu condong pada kebaikan.

Pertanyaannya, mengapa masih ada pejabat yang mau berbuat pelanggaran, yaitu korupsi? Kalau dalam setiap insan ada sifat hanif, mengapa mereka bisa keluar atau meleset dari kehanifan itu?

Tuhan menciptakan manusia dengan dua fitur sekaligus, yakni sifat malaikat sekaligus setan. Kedua sifat dalam diri setiap manusia itu kemudian menjadi seperti bandulan dalam jiwa setiap insan yang bergerak ke kanan dan kiri setiap saat.

Manusia yang selalu konsisten atau istikamah dalam memelihara sifat kemalaikatan adalah mereka yang selamat. Sebaliknya mereka yang menyerah pada ajakan sifat kesetanan dalam dirinya adalah manusia yang celaka.

Kalangan spiritual mengingatkan kita bahwa sejatinya jembatan tipis seperti rambut dibelah tujuh atau shirotol mustaqim itu sudah dijalani manusia sejak di alam dunia. Setiap saat kita harus menjaga kesadaran diri untuk tidak terpeleset ke pengaruh setaniah dalam diri.

Nabi Muhammad Saw. ketika selesai memimpin perang besar mengingatkan para sahabat mengenai akan adanya perang lebih dahsyat, yakni perang melawan diri sendiri. Itulah perang melawan jeratan ego.

Kembali ke penyelenggara negara, ketika mereka menerima jabatan tertentu, baik lewat pemilihan maupun penunjukan dari atasan, seharusnya selalu menyadari bahwa dia sedang meniti di jembatan super tipis dan licin itu dalam pekerjaan dan tugasnya.

Di sinilah makna kemerdekaan itu. Manusia yang mendapatkan amanah jabatan harus merdeka dari godaan setan atau ego diri yang mengajak pejabat itu melakukan penyimpangan kekuasaan, khususnya terkait penggunaan anggaran.

Godaan setan atau ego terkait jabatan itu biasanya terbungkus dalam rayuan bernama "harga diri". Di dalam harga diri itu biasanya terkait dengan masalah penampilan diri di depan khalayak, seperti "seorang pejabat itu harus tampil mewah", atau "sebagai pejabat, tidak boleh kalah dengan tampilan orang yang bukan pejabat", dan asumsi-asumsi citra visual lainnya.

Idealnya, seorang pejabat itu sudah selesai dengan urusan jiwanya alias sudah merdeka dari kungkungan jajahan "hidup di atas penilaian orang lain". Idealnya, seorang pejabat itu sudah tidak lagi ingin terlihat mewah di hadapan orang lain. Dengan seperti itu, dia berdiri tegak di atas kemerdekaan jiwanya.

Jika seseorang betul-betul menyadari bahwa hidup adalah sementara, demikian juga dengan jabatan yang juga sementara, maka jeratan penjajahan ego atau setan kepada jiwa akan dengan mudah dilepas. Menjabat bukan kesempatan untuk memuaskan ego. Sebaliknya, jabatan adalah jalan bagi jiwa untuk merdeka dengan memilih selalu menghidupkan jiwa kemalaikatan atau kesucian di dalam diri.

Meskipun terkait dengan praktik spiritualitas, khazanah ilmu Jawa memberikan jalan yang sangat mungkin digunakan saat kita menerima amanah jabatan agar selamat dari jeratan ego, eling lan waspodo. Praktiknya, kita harus selalu eling atau ingat dengan rayuan ego dan waspada agar tidak terperosok ke dalam jurang tidak eling.

Selamat memperingati hari kemerdekaan dan berjuang memerdekakan diri agar kita dan seluruh bangsa ini selamat dan sejahtera.






 

Copyright © ANTARA 2023