Jakarta (ANTARA News) - Sinematek Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengkonversi 29 film nasional ke dalam bentuk digital untuk memudahkan kearsipan dan menjaga kelestariannya.

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Kebudayaan Prof. Ir. Wiendu Nuryanti mengatakan digitalisasi 29 film ini merupakan bentuk dari pelestarian aset film. Arsip film, informasi, dan data yang disimpan di Sinematek berperan di masa mendatang, misalnya sebagai bahan pembelajaran para siswa.

Selain sebagai reservasi, digitalisasi film nasional ini bertujuan untuk mendekatkan kekayaan film nasional kepada masyarakat luas.

"Dengan itu akan muncul penelitian  tentang perfilman. Itu kunci untuk meningkatkan kualitas film. Film yang baik juga berbasis dari penelitian," tutur Wiendu saat serah terima 29 film digital itu di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI), Kuningan, Jakarta.

Dari 29 film itu di antaranya film "Darah dan Doa", "Naga Bonar", "Si Pitung", dan "Di Balik cahaya Gemerlap".

Menurut Ketua Yayasan PPHUI Djonny Sjafruddin, kini masih ada 500-an film berbentuk celluloid yang belum dikonversi menjadi digital.

Untuk menyeleksi 29 film pertama yang dikonversi ke dalam bentuk digital, Wiendu menetapkan beberapa kriteria seperti film itu haru memiliki bobot, mewakili fenomena tertentu pada zamannya, tergolong langka dan bercita rasa tinggi, serta memberi pengaruh positif pada masa itu.

Djonny berharap dalam lima hingga enam tahun mendatang, semua arsip film yang ada di Sinematek dapat dikonversi menjadi bentuk digital.

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013