Itu gimana caranya? Kan enggak mungkin
Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum tata negara Universitas Udayana dan mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) I Dewa Gede Palguna menyarankan agar batas usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden diselesaikan di DPR karena batas usia minimum bukan masalah konstitusionalitas.

“Diselesaikan saja di DPR, ini bukan persoalan 'judicial review', melainkan persoalan :legislative review:,” kata Dewa Gede ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta, Sabtu.

'Legislative review" merupakan mekanisme pengujian peraturan perundang-undangan oleh DPR. Sedangkan "judicial review" adalah pengujian peraturan perundang-undangan oleh lembaga peradilan oleh MK dan Mahkamah Agung (MA).

Ia menjelaskan, untuk mengubah batas usia minimum calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) menjadi 35 tahun, MK harus menyatakan usia 40 tahun bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Padahal, lanjut Dewa, tidak ada kriteria tertentu dalam menentukan batas usia minimum bagi seseorang yang ingin mendaftar sebagai calon presiden.

“Itu gimana caranya? Kan enggak mungkin,” ujar pakar hukum tata negara dari Universitas Udayana, Bali, tersebut.

Baca juga: Konstitusi beri kewenangan pembentuk UU tentukan syarat cawapres

Karena itu, Dewa mengatakan, lebih tepat apabila DPR yang menyelesaikan persoalan batas usia minimum capres dan cawapres.

Terlebih, pada sidang pemeriksaan perkara Nomor 29, 51 dan 55/PUU-XXI/2023 terkait batas usia minimum capres, pihak pemerintah dan DPR memberikan referensi negara-negara yang memberikan syarat minimal 35 tahun.

Artinya, kata Dewa, pembentuk undang-undang sudah setuju bahwa usia minimum itu 35 tahun.
“Kalau memang DPR-nya sudah setuju, ya, ngapain repot,” kata dia.

Selaras dengan Dewa, peneliti kepemiluan dan demokrasi Indonesia Titi Anggraini berpandangan bahwa MK tidak memiliki wewenang untuk memutuskan batas usia minimum capres dan cawapres.

Titi merujuk pada putusan MK Nomor 15/PUU-V/2007 dan Putusan MK Nomor 58/PUU-XVII/2019. Dalam kedua putusan tersebut, MK menyebutkan bahwa perihal batas usia tidak terdapat persoalan konstitusional sebab hal itu sepenuhnya merupakan kewenangan pembentuk undang-undang.

Baca juga: Bawaslu RI pertanyakan urgensi ubah usia minimum capres-cawapres

Bahkan, kata Titi, Mahkamah telah menegaskan pula, bila perihal batas usia itu tidak diatur dalam undang-undang, melainkan diserahkan kepada peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang untuk mengaturnya, hal itu tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Meskipun kedua putusan tersebut adalah putusan atas pengujian batas usia calon kepala daerah, namun esensi dan argumentasi konstitusionalnya juga berlaku untuk jabatan publik lainnya.

“Sehingga tegas dan terang benderang bahwa persyaratan usia, seperti halnya persyaratan pendidikan bagi calon presiden dan wakil presiden adalah kewenangan pembentuk undang-undang,” kata Titi.

Sebelumnya, sejumlah warga negara Indonesia mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 169 huruf q UU Pemilu terhadap UUD NRI Tahun 1945. Dalam pasal ini menyebutkan persyaratan menjadi capres/cawapres berusia paling rendah 40 tahun.

Permohonan itu teregistrasi (laman MK) tertanggal 16 Maret 2023 dengan nomor 29/PPU-XXI/2023. ​​Kemudian ​pemohon lain
tertanggal 17 Mei 2023 dengan nomor 55/PPU-XXI/2023.
 

Pewarta: Putu Indah Savitri/Alviansyah Pasaribu
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023