Kapasitas bagus yang ditunjukkan selama persiapan di latihan sepertinya hilang dan tak bisa direalisasikan dalam pertandingan.
Jakarta (ANTARA) - Rampungnya turnamen Australian Open 2023 yang berlangsung pada 1-6 Agustus di Sydney, mengundang evaluasi besar-besaran dari jajaran pelatih di Pelatnas Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) yang bermarkas di Cipayung, Jakarta Timur.

Evaluasi itu menyoroti hasil minor para anggota Skuad Garuda tidak hanya dari Australian Open, namun juga Korea Open dan Japan, yang seluruhnya merupakan ajang berkategori BWF Super 500.

Kepala Pelatih Ganda Putra Herry Iman Pierngadi menjadi yang pertama mengeluarkan komentar soal performa para anak asuhnya, termasuk pasangan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto.

Pelatih berjuluk Coach Naga Api itu sangat memperhatikan penampilan Fajar/Rian, yang menjadi satu-satunya pasangan peringkat satu dunia yang dimiliki timnas bulu tangkis Indonesia.

Menurut Herry, Fajar/Rian tak bisa tampil konsisten karena semakin tersisih pada babak yang lebih awal jika dibanding Korea Open dan Japan Open.

Herry memastikan bahwa performa Fajar/Rian yang mengikuti tiga turnamen beruntun memang menurun. Di Korea mereka bisa maju ke babak final, lalu di Jepang bertahan hingga semifinal.

Namun di Australia, mereka justru terhenti pada babak perempat final setelah dikalahkan wakil Korea Selatan Kang Min Hyuk/Seo Seung Jae.

Herry menilai Fajar/Rian masih banyak melakukan kesalahan sendiri yang seharusnya tak dilakukan pemain papan atas.

Sementara ganda putra lainnya, seperti Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin, Pramudya Kusumawardana/Yeremia Erich Yoche Yacob Rambitan, dan Bagas Maulana/Muhammad Shohibul Fikri belum menunjukkan konsistensi.

Ketiganya kerap menciptakan kejutan dengan mengalahkan ganda putra papan atas dunia, tetapi di lain hari mereka kembali kalah.

Herry pun mengibaratkan performa mereka seperti roller coaster. Kadang bagus dan berada di puncak seperti Bagas/Fikri yang pernah jadi juara All England 2022, atau Pram/Yere yang menjuarai Kejuaraan Asia, dan Leo/Daniel berjaya di Indonesia dan Thailand Masters.

Akan tetapi setelah itu, performa mereka merosot, sering kalah pada babak-babak awal, dan belum konsisten.

Hanya waktu yang dibutuhkan bagi ketiga pasangan tersebut agar bisa lebih matang dan masuk jajaran elite ganda putra dunia. Tentu,  hasil dari polesan tim pelatih ganda putra tidaklah instan.


Ganda putri

Begitu pula dengan ganda putri, yang bermain tidak sesuai harapan dari rangkaian turnamen yang berlangsung pada Juli-Agustus tersebut.

Kepala Pelatih Ganda Putri Pelatnas PBSI Eng Hian bahkan secara terbuka menyebut hasil sektor yang ia arsiteki tidak sesuai dengan harapan.

Pasangan Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti dan Febriana Dwipuji Kusuma/Amalia Cahaya Pratiwi belum mampu menampilkan prestasi yang membanggakan. Terbukti kedua pasangan itu sudah tersisih di babak kedua Australian Open.

Pelatih yang akrab disapa Koh Didi itu berujar, penampilan Apri/Fadia dalam 6 bulan terakhir memang belum kembali seperti dulu. Keduanya belum mampu menampilkan performa terbaik.

Kapasitas bagus yang ditunjukkan selama persiapan di latihan sepertinya hilang dan tak bisa direalisasikan dalam pertandingan.

Bahkan Didi menyebut kualitas dan kapasitas hasil latihan yang akhirnya muncul di pertandingan hanya 30 persen.

Apa penyebab mereka tidak bisa menampilkan level permainan menyamai kemampuan dan kualitas seperti dalam latihan? Tentu membutuhkan waktu untuk menjawabnya, ungkap Didi.

Kini Apri/Fadia kembali mencari bentuk permainan terbaik, mulai dari teknik hingga mental bertanding. Mereka diharapkan bisa berlaga menuju penampilan terbaik seperti saat pertama kali diduetkan dan muncul di turnamen internasional tahun lalu.

Sementara, untuk Ana/Tiwi, meskipun belum mampu melangkah lebih jauh, Didi menilai ada hal yang positif. Performanya sudah meningkat, kendati hasilnya memang belum sesuai harapan.

Masih butuh waktu untuk mendongkrak dan memoles performa ganda putri peringkat ke-18 dunia itu, pungkas Didi.

Tiga tunggal putri Indonesia juga tak bisa bicara banyak pada Australian Open. Meski begitu, Asisten Pelatih Tunggal Putri Pelatnas Herli Djaenudin menilai ada banyak pelajaran yang bisa diambil para pemain muda.

Putri Kusuma Wardani yang diharapkan bisa tampil bagus, nyatanya belum berhasil. Dia sudah tertahan di babak pertama dan lagi-lagi hasil latihan tidak bisa keluar maksimal di pertandingan.

Melihat performanya belakangan, Herli memperkirakan kualitas Putri KW memang sedang dalam fase yang tidak mengenakkan. Herli menilai ada penurunan, terutama dari segi keyakinan dirinya.

Dulu dia bisa tampil penuh percaya diri, namun kini kerap dibayangi rasa minder, sebut Herli.

Untuk Ester Nurumi Tri Wardoyo dan Komang Ayu Cahya Dewi, mereka mendapat banyak pelajaran dan pengalaman.

Kedua pemain yang baru pertama kali tampil di turnamen Super 500 itu, mendapat pemahaman bahwa tampil di level tersebut berbeda dengan kelas International Challenge atau Super 100.

Di turnamen itu, mereka bertemu dengan pemain yang lebih bagus dari segala aspek. Baik kualitas, teknik, kemampuan, pengalaman, dan kematangan jelas jauh berbeda dibanding Ester dan Komang.

Fakta tersebut diharapkan bisa membuka mata Ester dan Komang, untuk melihat lebih dalam bahwa peta persaingan di level Super 500 bukan medan yang mudah, jauh lebih berat, dan sengit.

Herli berharap kekalahan mereka berdua bisa menjadi pelecut untuk memperbaiki dan meningkatkan performa. Mereka harus bisa mengatasi ketertinggalannya untuk berlatih dan bersiap lebih baik lagi.

Kerja keras dan latihan intensif yang memakan waktu, menjadi bekal mutlak bagi Ester dan Komang, untuk tampil prima pada laga Super 500.




 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023