Ini perlu dikonfirmasi terkait penghentian proyek tersebut
Jakarta (ANTARA) - Anggota DPRD DKI Jakarta mengusulkan hak angket untuk menyelidiki dugaan pelanggaran pada penghentian proyek pembangunan pengolahan sampah menjadi listrik (intermediate treatment facility/ITF) Sunter dalam penanganan sampah di Ibu Kota.

"Dari anggota komisi B maupun C mengusulkan hak angket untuk menyelidiki atas dugaan pelanggaran terhadap kebijakan yang dibuat Penjabat Gubernur DKI Heru Budi Hartono,” kata Ketua Komisi B DPRD DKI Ismail saat ditemui di Jakarta, Rabu.

Ismail merinci dugaan pelanggaran itu terhadap Undang-undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Presiden No 35 tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan dan Peraturan Gubernur No 65 tahun 2019 tentang Penugasan Kepada Perseroan Terbatas Jakarta Propertindo (perseroan Daerah) Dalam Penyelenggaraan Fasilitas Pengolahan Sampah Antara Di Dalam Kota.

“Ini perlu dikonfirmasi terkait penghentian proyek tersebut, kita perlu selidiki apa yang jadi alasan dilanggar. Padahal, sudah kuat dasar hukumnya,” tegasnya.

Terlebih, jika alasan dari pemerintah provinsi DKI membatalkan proyek ITF lantaran refuse-derived fuel (RDF) terbilang murah dan tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Padahal seluruh dana investasi ITF berasal dari pihak swasta.

Baca juga: Pemprov DKI bangun pengolahan sampah jadi bahan bakar di dua lokasi

“Salah satu alasan ITF diberhentikan itu untuk solusi yang tidak membebani APBD, ternyata milih RDF yang dipastikan bersumber 100 persen membebani APBD,” katanya. 

Harapan Ismail, adanya hak angket yang akan dikonsultasikan kepada pimpinan DPRD DKI ini segera dipertimbangkan untuk mengawasi adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan pihak terkait.

“Karena perlu dipahami ketika gubernur melakukan suatu kebijakan yang sifatnya mengimplementasikan dari APBD atas Perda yang sudah disepakati bersama, maka ketika ada perubahan dia harus membicarakan kembali,” katanya. 

Senada, anggota anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta S Andyka juga menyetujui adanya hak untuk penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

“Seolah tidak ada ruang untuk ITF. Jadi, berangkat dari itu, kita mulai saja hak angketnya,” ujar Andyka.

Baca juga: Legislator: Pengolahan sampah Jakarta butuh teknologi seperti ITF

"Tapping fee"

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana tidak melanjutkan proyek pembangunan ITF Sunter terkait dana untuk pengelolaan sampah (tipping fee) sebesar Rp500 ribu per ton sampah.

"Saya intinya boleh-boleh aja B2B (business-to-business), tapi Pemda DKI tidak sanggup untuk berikan 'tipping fee'," kata Heru di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (28/7).

Heru menyatakan pihaknya tak sanggup membayar biaya itu kepada mitra pengelola fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik tersebut.

Kini, Pemprov DKI lebih memprioritaskan pengolahan sama dengan konsep refused derived fuel (RDF) yang kini sudah ada di Bantargebang.

RDF merupakan bahan bakar yang dihasilkan dari berbagai jenis limbah seperti limbah padat perkotaan, limbah industri atau limbah komersial. RDF diharapkan mampu menggantikan bahan bakar pengganti batu bara.

Baca juga: Pemprov DKI tegaskan pengolahan sampah Sunter tak dibatalkan

Selanjutnya, Pemprov DKI berencana kembali membangun dua RDF di Rorotan, Jakarta Utara dan Pegadungan, Jakarta Barat.

Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2023