Mataram (ANTARA) - Sebanyak tiga lembaga tingkat nasional memberikan supervisi terhadap penanganan kasus hukum seorang bakal calon anggota legislatif asal Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, berinisial SS.

Tiga lembaga yang memberikan supervisi dalam penanganan kasus yang berada di bawah kewenangan kepolisian wilayah Nusa Tenggara Barat tersebut adalah Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Pemberian supervisi tersebut berlangsung dalam pertemuan dengan sejumlah pejabat kepolisian di Markas Komando Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, Mataram, Kamis.

"Jadi, kedatangan kami ke NTB ini untuk melakukan supervisi dalam penanganan kasus, baik itu dugaan pelecehan seksual maupun penganiayaan (bacaleg inisial SS) yang terjadi di Kabupaten Lombok Barat itu," kata Ketua Harian Kompolnas Irjen Pol. (Purn) Benny Mamoto memberikan keterangan usai pertemuan dengan pejabat Polda NTB.

Dia mengungkapkan bahwa supervisi ini untuk memastikan aparat kepolisian sudah menangani kasus tersebut sesuai prosedur dan secara profesional.

"Khusus untuk tugas kami (Kompolnas) ingin memastikan penanganan kasus yang sedang berjalan," ujarnya.

Baca juga: Polda NTB terima hasil visum korban dugaan asusila bacaleg Sekotong

Dia pun mengatakan pihaknya bersama LPSK dan Kementerian PPPA sudah mendengarkan penjelasan terkait penanganan kasusnya secara langsung dari penyidik kepolisian.

"Kami harapkan perkara ini bisa segera digelar di pengadilan agar menjadi terang benderang sehingga semua pihak bisa melihat dan mendengar duduk perkara ini," ucap dia.

Nahar dari Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian PPPA menyatakan bahwa penanganan perkara tersebut kini masih terus berjalan sesuai prosedur hukum.

"Sejauh ini tahapannya sudah benar, tidak harus buru-buru karena semua sisi harus didalami dengan pendekatan terintegrasi dan komprehensif," kata Nahar.

Menurut dia, kasus ini tidak serta merta berkaitan dengan kasus kekerasan seksual terhadap anak melainkan ada juga kasus penganiayaan. Untuk itu, pihaknya mendorong agar kasus itu bisa segera diselesaikan dan mengharapkan penyidik dapat mengungkap kebenaran.

"Pada prinsipnya, tindak pidana kekerasan seksual bagi pemerintah tidak ada toleransi, sehingga harus diproses secara hukum termasuk hak-hak korban," ujar dia.

Wakil Ketua LPSK Livia Iskandar yang ikut dalam pertemuan itu menegaskan bahwa pihaknya dalam persoalan ini menaruh perhatian terhadap kondisi psikologis korban kasus dugaan kekerasan seksual yang tercatat masih berusia anak.

Dari hasil pertemuan, Livia meyakinkan bahwa kepolisian telah menjamin hak-hak korban. Meski demikian, dia memastikan LPSK dalam kasus ini juga turut memberikan perlindungan terhadap korban.

"Kasus ini akan menjadi prioritas kami dengan memberikan perlindungan terhadap korban, termasuk memperjuangkan agar korban mendapatkan hak restitusinya," ujar dia.

Kasus hukum yang melibatkan SS ini berada di bawah penanganan Subdirektorat Bidang Remaja, Anak, dan Wanita Reskrimum Polda NTB maupun Polres Lombok Barat.

Untuk Polda NTB, melakukan penyidikan terhadap kasus dugaan pelecehan seksual SS terhadap anak kandungnya. Sedangkan penanganan oleh Polres Lombok Barat terkait SS yang menjadi korban penganiayaan oleh warga akibat tuduhan pelecehan seksual terhadap anak kandungnya.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023