di Arktika terdapat potensi kandungan migas dan mineral yang diperkirakan bernilai hingga 35 triliun dolar AS (sekitar Rp536,7 kuadriliun).
Jakarta (ANTARA) - Penulis Austria, Vicki Baum (1888-1960) pernah mengemukakan bahwa kesuksesan adalah bagaikan sebuah es yang dingin dan sepi seperti Kutub Utara.

Baum, yang meraih kesuksesan antara lain dari novel Menschen im Hotel ("People at a Hotel" pada 1929, dan adaptasi filmnya meraih Oscar untuk Film Terbaik pada 1932), menuturkan kata-kata itu karena menganggap Kutub Utara sebagai tempat yang sepi dan terasing, seperti perasaan bila seseorang meraih puncak ketenaran.

Namun, mungkin Baum akan terkejut bila dia mengetahui bahwa pada abad ke-21 ini, Kutub Utara dan sekitarnya atau kerap disebut sebagai kawasan Arktika juga menjadi incaran dan isu yang "hangat" bagi sejumlah negara, khususnya Rusia.

Baru-baru ini, kantor berita Reuters melaporkan bahwa Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu menginspeksi garnisun Arktika atau kawasan Kutub Utara yang terpencil di Armada Utara, serta satu detasemen kapal perang dikirim ke Samudra Arktika untuk melaksanakan tugas.

Menurut Reuters dari pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia, lawatan Shoigu itu adalah guna menginspeksi infrastruktur militer serta "kesiapan untuk tindakan melindungi dan mempertahankan fasilitas penting".

Kunjungan itu juga disebut memulai pelatihan militer pada 11 Agustus 2023 yang bertujuan untuk melakukan tindakan guna melindungi kedaulatan Rusia di perairan Rute Laut Utara.

Sebagai bagian dari pelatihan tempur, pesawat pencegat tempur MiG-31 melakukan pertahanan udara, pengintaian udara dan perlindungan untuk pasukan dan pasukan yang beroperasi di zona Arktika, sebut kementerian itu.

Pada bulan lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin juga telah menyetujui pemberangkatan jalur pertama LNG Arktik 2 melalui Rute Laut Utara dari wilayah Murmansk ke lokasi produksinya yang terletak di semenanjung Gydan.

LNG Arktik 2 akan menjadi proyek berskala besar ketiga Rusia untuk memproduksi gas alam cair (LNG) setelah pabrik Sakhalin 2 yang dipimpin Gazprom di Pasifik Rusia dan LNG Yamal yang dikendalikan oleh Novatek.

Perhatian Putin terhadap proyek energi itu, antara lain, agar Rusia dapat mencapai tujuannya yaitu dapat meraup 20 persen pasar LNG global pada 2035. Saat ini pangsa pasar Rusia masih 8 persen.


Bukan hal baru

Fokus Rusia di kawasan sekitar Kutub Utara memang bukanlah hal baru karena negara dengan garis pantai terpanjang di Arktika itu juga telah memiliki "Kebijakan Arktika Rusia".

Inti dari kebijakan Rusia di kawasan sekitar Kutub Utara adalah dengan memanfaatkan sumber daya alam serta melindungi ekosistemnya, antara lain, agar dapat memiliki jalur transportasi melalui laut yang selaras dengan kepentingan nasional Rusia.

Rusia, yang menyatakan bertekad menjaga Arktika sebagai zona perdamaian dan kerja sama, juga saat ini sedang meningkatkan kehadiran militernya di daerah tersebut serta memperkuat keberadaan dari pasukan Penjaga Perbatasan dan Penjaga Pantai di sana.

Dengan demikian, kepentingan ekonomi Rusia di kawasan Kutub Utara adalah didasari dua hal, yaitu sumber daya alam dan jalur transportasi laut.

Terkait dengan sumber daya alam di Arktika, Andreas Osthagen, peneliti senior di Fridjtof Nansen Institute di Norwegia, seperti dikutip dalam CNBC.com, menyatakan bahwa kawasan tersebut memiliki banyak sumber daya yang bisa dimanfaatkan mulai dari migas, perikanan, hingga kandungan mineralnya.

Diperkirakan bahwa di Arktika terdapat potensi kandungan migas dan mineral yang diperkirakan bernilai hingga mencapai 35 triliun dolar AS (sekitar Rp536,7 kuadriliun).


Rute pelayaran baru

Terkait dengan rute transportasi laut melalui kawasan Kutub Utara, situs CNN.com menyatakan bahwa Arktika menjadi vital bagi Rusia karena fenomena pencairan es yang terjadi saat ini secara cepat juga membuka rute pelayaran baru dari Eropa ke Asia tenggara dan sebaliknya.

Rute tersebut, yang melintasi sepanjang garis pantai Rusia di Arktika, juga dinilai lebih pendek daripada jalur rute laut konvensional.

Jalur yang biasa disebut sebagai Rute Laut Utara (Northern Sea Route/NSR) itu diperkirakan dapat memotong waktu pelayaran hingga dua pekan dibandingkan rute biasa dari Eropa ke Asia melalui Terusan Suez.

Menurut Wikipedia, sekitar tahun 2010, diperkirakan sekitar 1,5 juta ton barang dikirim melalui NSR setiap tahun dan lalu lintas rute tersebut diperkirakan meningkat 10 kali lipat pada 2020.

Adapun pada 2030, diperkirakan bahwa jalur pelayaran melalui NSR bisa saja mencapai seperempat dari seluruh kargo via jalur laut antara Eropa dan Asia.

Presiden Putin juga dalam sejumlah kesempatan menekankan bahwa pengembangan NSR sangat penting karena dapat membuat rute logistik yang efektif, termasuk ke kawasan Asia Tenggara.


Versi terbaru

Berdasarkan kajian dari The Artic Institute (TAI; lembaga wadah pemikir berbasis di Washington DC), pada Maret 2023 lalu, Kremlin--sebutan bagi pemerintah Rusia--mengeluarkan dokumen versi terbaru dari konsep kebijakan luar negerinya, yang di dalamnya memuat kawasan Arktika secara signifikan.

Dalam dokumen tersebut, kawasan Arktika disebut sebagai salah satu dari kawasan yang diprioritaskan, serta seluruh format kerja sama regional dengan partisipasi negara-negara Barat, seperti Dewan Arktika, disebut telah digantikan dengan menekankan pengembangan hubungan dengan negara-negara asing berbasis bilateral, dalam kerangka struktur dan mekanisme multillateral yang relevan.

Apalagi, setelah Norwegia memegang keketuaan dari Dewan Arktika sejak 2023 ini, Duta Besar Rusia untuk Arktika Nikolay Korchunov menyatakan bahwa Moskow bisa saja meninggalkan Dewan tersebut bila hak negaranya dilanggar.

Sesuai dengan pandangan Moskow yang sejak lama menentang untuk membawa elemen konfrontasi ke Arktika, konsep yang ditelurkan pada 2023 juga meredefinisikan hal ini sebagai "menetralisasi kebijakan negara-negara yang tidak bersahabat untuk memiliterisasi kawasan dan membatasi peluang Rusia untuk menggunakan hak kedaulatannya di Zona Arktika Federasi Rusia".

Dengan demikian, TAI menilai bahwa Rusia sedang memikirkan ulang tentang geografi kerja sama internasional di kawasan Kutub Utara. Apalagi dalam dokumen tersebut juga menyebutkan mengenai kerja sama yang saling menguntungkan dengan negara-negara non-Arktika yang mengejar kebijakan konstruktif terhadap Rusia dan tertarik pada kegiatan internasional di Arktika, termasuk pembangunan infrastruktur Rute Laut Utara.

Menurut TAI, penyusunan kata-kata tersebut menunjukkan kecenderungan untuk bekerja dengan negara-negara di luar kawasan Arktika, seperti China.

Apalagi pada saat ini, hubungan antara China dan Rusia dapat dikatakan dalam kondisi sangat kuat dan erat, dengan konsep "persahabatan tanpa batas" antara kedua negara tersebut.


Kekhawatiran

Tentu saja kerja sama yang erat itu diperkirakan menimbulkan kekhawatiran, terutama dari aliansi militer negara-negara yang tergabung dalam aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Terlebih, salah satu negara di kawasan Arktika, yaitu Finlandia, juga pada tahun 2023 ini menjadi salah satu negara yang baru saja tergabung ke dalam NATO. Belum lagi bila Swedia juga jadi sah bergabung dengan aliansi tersebut pada tahun ini pula.

Perlu diketahui bahwa ada delapan negara anggota di Dewan Arktika, yaitu AS, Denmark, Finlandia, Islandia, Kanada, Norwegia, Rusia, dan Swedia, yang berarti dapat dikatakan bahwa hampir seluruh negara anggota itu memiliki afiliasi dengan aliansi NATO.

Selain itu, dengan invasi Rusia ke Ukraina sejak Februari 2022 (yang oleh pihak Rusia disebut sebagai "operasi militer khusus"), Arktika dipastikan juga dapat berperan penting dalam kondisi geopolitik pada masa mendatang, baik secara ekonomi maupun keamanan.

Untuk itu, diharapkan berbagai pelaku penting di kawasan Kutub Utara dan sekitarnya tetap dapat menjaga Arktika, yang meski sepi dan terasing tetapi memiliki banyak potensi perekonomian bagi banyak pihak, agar selalu berada dalam kondisi yang damai.

Hal tersebut sangatlah penting agar kawasan ini jangan menjadi ajang konflik geopolitik pada masa depan.




 

Copyright © ANTARA 2023