Jakarta (ANTARA) - Pereli Indonesia Julian Johan merampungkan etape pertama Asia Cross Country Rally Cross (AXCR) dengan finis peringkat keempat di kelas T1G yang berisikan para pereli berpengalaman.

Meski demikian, Julian, yang akrab disapa Jeje itu tidak minder melihat lawan-lawannya yang lebih berpengalaman dan menyiapkan strategi yang matang berpasangan dengan co-driver Recky Resanto dalam tim Jejelogy GHP Law and Firm.

“Jumlah peserta di kelas ini cuma lima orang, tapi mereka semua senior di AXCR. Dari Indonesia ada Om Memen dan Om Jaya, ada peserta dari Jepang dan Kamboja," ujar Jeje, melalui keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa.

Pertarungan AXCR yang menempuh jarak lebih dari ratusan kilometer itu benar-benar menguji kepiawaian pereli di alam terbuka. Tak hanya mengantisipasi karakter lintasan yang menantang, tapi kerjasama dengan co-driver dalam hal ini juga menjadi kunci dalam menyelesaikan etape dengan baik.

Di etape pertama, Jeje memulai persaingan dari Pataya, Thailand dan finis di Prancin Buri, Thailand dengan menempuh total jarak yang ditempuh cukup panjang 384km yang meliputi Special Stage sejauh 206km.

Pada etape pertama, medan yang dilalui Jeje cukup menantang yaitu melintasi hutan karet dan juga melewati konservasi gajah, di mana jalurnya sangat sempit. Meski cukup sulit, masih ada bagian lintasan yang bisa dilewati dengan kecepatan tinggi, sehingga ia bersama Recky Resanto dapat memacu mobil yang ditungganginya, Toyota Land Cruiser 200 dengan maksimal.

"Banyak bagian yang high speed, bisa dipacu kencang, tapi banyak jebakan lubang besar. Memang bisa kembangkan kecepatan, tapi banyak lubang, membuat suspensi sangat bekerja keras," ucap Jeje.

Baca juga: Pereli Julian Johan persiapkan khusus track off-road untuk AXCR 2023

Di ajang reli yang baru pertama kali ia ikuti itu, hari pertama digunakan Jeje untuk beradaptasi dengan aturan main, serta mempelajari karakter mobilnya.

Ia sadar harus menerapkan strategi yang tepat karena memaksimalkan kendaraan untuk menekan sejak awal dan selalu menjadi yang tercepat bukan jaminan menjadi juara.  Bahkan, hal itu akan mengorbankan daya tahan mobil mereka.

"Karena banyak yang udah gas pol bisa jadi tercepat, ternyata besoknya rontok. Jarak jauh, harus atur ritme dan emosi. Kalau gas 100 persen mobil tidak akan selamat, " ucap jeje.

“Yang penting saat ini bagaimana bisa finis dahulu, karena di AXCR yang menempuh ribuan kilometer, finis jadi satu hal yang luar biasa," lanjutnya.

Pria kelahiran 1 Agustus 1986 tersebut juga mengatakan tak sedikit dari peserta AXCR salah membaca arah jalan dan kemudian mengambil jalur yang salah karena salah menerjemahkan roadbook.

"Banyak yang masuk-masuk kebun karena tersesat, kalau road book tidak jelas secara visual, sering nyasar, banyak pembalap top yang sering juara salah jalur juga,” ungkap Jeje.

"Satu peserta tersesat, di belakangnya ikut tersesat bareng, balik arah dan runut lagi road book arahnya kemana,” tambahnya.

Navigasi yang baik adalah kunci sukses di AXCR 2023, kata Jeje, yang bakal menempuh jarak kurang lebih 2.000 kilometer (km) dengan rute Thailand sampai Laos selama dari 13-19 Agustus.

Baca juga: Wakil perempuan pertama Indonesia, Lody-Sasty siap balapan di AXCR

Pewarta: Zaro Ezza Syachniar
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2023