"Sejauh ini kami menerima enam konsultasi non laporan dan delapan laporan masyarakat serta aduan-aduan yang viral di media sosial. Dari laporan tersebut ada empat SMA Negeri di Makassar yang menjadi terlapor pengaduan masyarakat,"
Makassar (ANTARA) - Lembaga Negara pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik Ombusman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Sulawesi Selatan mengungkap delapan modus manipulasi data kependudukan yang terjadi selama proses pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2023 melalui jalur zonasi.

"Sejauh ini kami menerima enam konsultasi non laporan dan delapan laporan masyarakat serta aduan-aduan yang viral di media sosial. Dari laporan tersebut ada empat SMA Negeri di Makassar yang menjadi terlapor pengaduan masyarakat," ungkap Kepala Ombudsman Sulsel Ismu Iskandar saat konferensi Pers di kantornya, Makassar, Rabu.

Ismu menjelaskan keempat sekolah tersebut masing-masing SMA Negeri 2, SMA Negeri 3, SMA Negeri 5, dan SMAN 11 Makassar. Dari total 720 siswa yang lulus untuk kuota jalur zonasi di empat sekolah tersebut ditemukan masalah.

"Dari jumlah itu, Ombudsman menemukan 99 orang siswa bermasalah dalam hal data kependudukan yang menjadi syarat kelulusan pada jalur zonasi tersebut dengan berbagai modus hingga dugaan pemalsuan dokumen kependudukan," paparnya.

Untuk modus dugaan manipulasi yang ditemukan oleh Ombudsman, kata dia, pertama, terdapat peserta didik teridentifikasi melakukan mutasi atau berpindah Kartu Keluarga (KK) setelah 18 Juni 2022, namun tetap diluluskan dengan menggunakan surat keterangan domisili yang dikeluarkan oleh pihak kelurahan.

Kedua, peserta didik teridentifikasi melakukan mutasi setelah 18 Juni 2022 namun berkas Kartu Keluarga yang dilampirkan saat verifikasi berkas adalah kartu keluarga yang terbit sebelum 18 Juni 2022 dan nama peserta tersebut ada di dalamnya.

Ketiga, peserta didik melampirkan KK yang teridentifikasi dilakukan pengeditan pada tanggal penerbitan KK. Keempat Ditemukan peserta didik melampirkan KK yang teridentifikasi mengedit KK, dimana font yang digunakan tidak sesuai dengan font khusus di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil atau Disdukcapil.

Kelima, peserta didik melampirkan KK yang teridentifikasi mengedit KK, dimana nama Kepala Dinas (Kadis) yang bertandatangan tidak sesuai dengan tanggal penerbitan KK. Terdapat KK ditandatangani barcode oleh Kadis dukcapil atas nama Muh Hatim namun pejabat dimaksud belum menjabat saat terbitnya KK tersebut.

Keenam, terdapat peserta didik yang melampirkan kartu keluarga dengan tanda tangan barcode yang tidak terbaca dan menurut keterangan Disdukcapil barcode tersebut bukan milik Disdukcapil.

Ketujuh, peserta didik yang melampirkan kartu keluarga dengan tanda tangan barcode yang tidak aktif. Dan kedelapan, terdapat peserta didik yang melampirkan KK dengan mengedit atau memasukkan namanya ke dalam KK orang lain.

"Temuan ini menguatkan fakta bahwa sistem informasi berbasis online maupun sistem verifikasi manual tidak berjalan semestinya, karena jumlah ini sangat banyak dan pastinya merugikan calon peserta didik lain yang seharusnya lebih berhak mendapatkan akses pendidikan di sekolah yang termasuk dalam zona-nya," ucap Ismu menegaskan.

Menindaklanjuti temuan tersebut, pihaknya telah menyampaikan bahwa Ombudsman telah memberikan saran pendahuluan serta segera menyampaikan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan berisi tindakan korektif ke Gubernur dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel.

"Intinya, harus ada sanksi yang tegas dari Gubernur dan Kepala Dinas terkait soal praktik-praktik dugaan manipulasi yang cenderung berulang, dan bahkan semakin parah dalam proses PPDB khususnya jalur zonasi. Evaluasi dan pembinaan juga harus dilakukan penyelenggara dan pelaksana yang terbukti lalai dan tidak kompeten." tuturnya menekankan.

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023