Depok (ANTARA) - Universitas Indonesia (UI) mengukuhkan dua Guru Besar Fakultas Hukum yaitu Prof. Kurnia Toha., SH., LL.M., Ph.D., dan Prof.Dr.Yetty Komalasari., SH., ML.I. di Auditorium Djokosoetono FHUI, Kampus UI Depok, Rabu.

Ketua Dewan Guru Besar (DGB) UI Prof. Harkristuti Harkrisnowo, SH., MA., PhD. mengatakan Prof.Kurnia Toha merupakan guru besar yang ke-34 dan Prof. Yetty Komalasari merupakan guru besar yang ke-35 yang dikukuhkan pada tahun 2023 ini.

Sedangkan secara keseluruhan Guru besar UI mencapai 369 orang terdiri atas Guru Besar dengan Nomor Induk Dosen Nasional berjumlah 271 orang, dan Nomor Induk Dosen Khusus berjumlah 98 orang.

Dalam acara pengukuhan ini Prof.Kurnia Toha membacakan pidato berjudul Moderasi Kapitalisme, Hukum Persaingan Usaha dan Kesejahteraan Masyarakat.

Ia menyampaikan hukum persaingan usaha berperan setidaknya dalam dua aspek untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertama menjaga kondisi terjadinya persaingan yang sehat.

Sebagaimana diuraikan persaingan usaha akan mendorong pelaku usaha mengurangi ongkos produksi atau efisiensi, mendorong perkembangan teknologi atau inovasi yang memberikan pelayanan yang lebih baik.

Oleh karenanya persaingan antarpelaku usaha membuat konsumen mendapatkan barang atau jasa dengan harga yang kompetitif atau lebih murah, kualitas barang yang lebih baik dan lebih bervariasi, sehingga pelaku usaha akan semakin maju dan meningkatkan produksi.

Kedua melalui penegakan hukum persaingan usaha terutama mencegah penyalahgunaan posisi dominan, perjanjian yang menghambat.
Guru Besar Fakultas Hukum Prof.Dr.Yetty Komalasari., SH., ML.I. ketika memberikan piadato pengukuhannya (ANTARA/Foto: Feru Lantara)

Sedangkan Prof. Yetty Komalasari membacakan pidato berjudul Transformasi Hukum Ekonomi: Corporate Sustainability dalam Perdagangan dan Investasi.

Ia mengatakan struktur regulasi Indonesia terdapat kecenderungan orientasi nilai-nilai dalam kerangka hukum yang mendukung pada kepentingan pemilik modal, seperti adanya liberalisasi melalui UU Cipta Kerja.

Adanya pandemi Covid-19 memperlihatkan bagaimana kepentingan ekonomi terjadi di segala lini, termasuk layanan esensial seperti pendidikan dan kesehatan. Ketimpangan tersebut adalah permasalahan yang riil di Indonesia.

Satu dekade lalu Pfitzer, Bockstette dan Stamp dalam Harvard Business Review mengemukakan bahwa korporasi dunia harus dan telah menanamkan tujuan kepentingan sosial (social purpose) bagi masyarakat.

Dengan demikian, korporasi perlu menciptakan nilai-nilai bersama (shared value) antara stakeholders dengan shareholders, dan korporasi. Sehingga, dasar eksistensi (raison d’etre) korporasi di era kontemporer ini tidak hanya sekadar untuk meningkatkan profit pemilik modal, tetapi juga meningkatkan nilai (value) dan memenuhi tujuan sosial (social purpose) dari korporasi tersebut di masyarakat.

Dalam hal ini, Prof. Yetty mengatakan bahwa konsep corporate sustainability perlu ditegakkan kembali dalam menyeimbangkan antara profit bagi pemilik modal di satu sisi, dan kepentingan sosial masyarakat, hak asasi manusia, dan kepentingan lingkungan dalam konteks hukum perdagangan dan investasi di Indonesia.

Di antara para tamu undangan yang datang, tampak hadir Wakil Presiden Republik Indonesia Periode 2009-2014 Prof. Dr. (HC). H. Boediono; Hakim Agung Kamar Perdata Mahkamah Agung Dr. Nurul Elmiyah, S.H., M.H.; dan Hakim Agung Kamar Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Dr. Cerha Bangun, S.H., M.H.

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023