Kalau dilihat data penyakit akibat polusi udara sejauh ini belum masuk kategori darurat
Jakarta (ANTARA) - Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengungkapkan kasus penyakit akibat polusi udara di Ibu Kota belum termasuk kategori darurat karena tren kasusnya tidak naik drastis tapi naik-turun.
 
"Kalau dilihat data penyakit akibat polusi udara sejauh ini belum masuk kategori darurat," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati di Gedung Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Rabu.
 
Ani menyebutkan, berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta, tren kasus penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ataupun penyakit pernapasan lainnya tidak mengalami kenaikan drastis.
 
"Data kesakitan terhadap penyakit yang berhubungan dengan kualitas udara tidak sehat, yaitu ISPA, pneumonia, asma dan lainnya, secara umum saya bisa sampaikan, untuk tahun 2023, tren kesakitannya tidak berbeda dengan jumlah kasus sebelum pandemi," ujar Ani.

Baca juga: Faskes di DKI Jakarta siap tangani penyakit akibat kualitas udara
 
Pada 2020 dan 2021 saat terjadi pandemi COVID-19, angka kesakitan relatif turun. Tetapi pada 2023, tren angka kesakitannya masih relatif sama dibandingkan 2018 dan 2019 atau sebelum pandemi.
 
Sehingga, menurut Ani, angka penyakit tersebut tidak mengalami perubahan signifikan, namun masih naik-turun karena terpengaruh kondisi cuaca.
 
"Tren biasanya di awal tahun tinggi. Sekarang belum terlalu turun karena musim kemaraunya agak panjang," katanya.

Karena perubahan iklim tersebut, menurut dia, pola penyakitnya agak berubah. "Sejauh ini kita monitor terus jumlah dan pergerakan kasusnya masih relatif normal, tidak ada peningkatan signifikan," kata Ani.
 
Untuk ISPA, Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI sudah memiliki sistem pelaporan untuk melakukan pemantauan (monitoring) penyakit menular yang berpotensi wabah maupun penyakit tidak menular.

Baca juga: DKI kaji efektivitas sistem "4 in 1" untuk kurangi polusi udara
 
Sistem yang membantu pemantauan dan mengetahui tren kasus penyakit menular ini bisa menjadi sistem peringatan dini (early warning system) sehingga Dinkes DKI bisa mempersiapkan langkah antisipasi dan pencegahan.
 
"Dari data itu, untuk kasus ISPA di DKI Jakarta tahun 2023 ini rata-rata sekitar 146.000 kasus per bulan. Pola ini kurang lebih sama dengan kondisi sebelum COVID-19, yaitu pada 2018-2019," kata Ani.
 
Sebagai upaya mengendalikan dan mengantisipasi penyakit akibat kualitas udara tidak sehat, Dinkes DKI selalu menerapkan langkah preventif promotif (promosi pencegahan).

Salah satunya memberikan edukasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kepada masyarakat di berbagai tatanan seperti sekolah, lingkungan permukiman dan tempat kerja.

Baca juga: Dinkes ajak warga batasi aktivitas luar ruang cegah dampak udara buruk
 
PHBS yang dimaksud seperti tidak merokok, melakukan aktivitas fisik, makan makanan sehat dan bergizi untuk meningkatkan kekebalan tubuh, cuci tangan dengan sabun dan pengelolaan stres.

Selain itu menerapkan "re-use", "reduce" dan "recycle", tidak membakar sampah serta imbauan pemakaian masker pada kelompok rentan dan kondisi kesehatan khusus.
 
Dinkes DKI juga mengimbau masyarakat apabila dalam keadaan tidak sehat sebaiknya tidak beraktivitas di luar rumah.
 
"Kalaupun harus beraktivitas (di luar rumah), usahakan menggunakan masker. Kita harus bertanggung jawab terhadap kesehatan kita sendiri dan orang lain di sekitar kita," kata Ani.
Baca juga: Legislator usulkan pembentukan pansus polusi udara Jakarta

Pewarta: Siti Nurhaliza
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023