Singapura (ANTARA) - Saham Asia merosot ke posisi terendah sembilan bulan pada awal perdagangan Kamis, sementara dolar berada di puncak dua bulan karena kekhawatiran atas pemulihan ekonomi China yang lamban dan kekhawatiran bahwa Federal Reserve mungkin masih menaikkan suku bunga mengguncang investor.

Indeks MSCI untuk saham Asia-Pasifik di luar Jepang merosot ke 495,03, terendah sejak 29 November. Terakhir turun 1,14 persen di 497,11, dengan indeks turun 8,0 persen untuk Agustus dan ditetapkan untuk kinerja bulanan terburuk sejak September.

Kerugian berbasis luas di seluruh Asia Pasifik pada Kamis, dengan indeks Nikkei Jepang dan S&P/ASX 200 Australia masing-masing merosot 1,0 persen.

Indeks saham-saham unggulan China CSI 300 dibuka 0,45 persen lebih rendah, sedangkan Indeks Hang Seng Hong Kong tergelincir 1,7 persen dan mendekati posisi terendah sembilan bulan.

Saham China telah lesu karena serangkaian data ekonomi telah mengungkapkan pemulihan pasca-pandemi yang gagap, dengan investor sejauh ini tidak terkesan dengan langkah-langkah dari pembuat kebijakan.

"Investor mencari dukungan yang lebih agresif dari pembuat kebijakan di tengah aktivitas yang lemah telah kecewa karena langkah-langkah tambahan baru-baru ini belum cukup untuk memulihkan kepercayaan," kata Taylor Nugent, seorang ekonom di National Australia Bank (NAB).

Menambah lanskap yang mengkhawatirkan bagi ekonomi terbesar kedua di dunia ini adalah krisis sektor properti yang semakin dalam. Pembayaran yang terlewatkan untuk produk-produk investasi oleh perusahaan trust China terkemuka dan jatuhnya harga rumah telah meningkatkan kesuraman.

Semalam, Wall Street berakhir lebih rendah setelah risalah dari pertemuan Juli Fed menunjukkan para pejabat terbelah mengenai perlunya kenaikan suku bunga lebih lanjut.

"Beberapa peserta" mengutip risiko ekonomi mendorong suku bunga terlalu jauh bahkan saat "sebagian besar" pembuat kebijakan terus memprioritaskan pertempuran melawan inflasi.

Bank sentral AS menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan Juli setelah jeda pada Juni. Ketua Fed Jerome Powell mengatakan pada saat itu ekonomi masih perlu melambat dan pasar tenaga kerja melemah agar inflasi "secara kredibel" kembali ke target bank sentral AS 2,0 persen.

Komentar dari para pejabat, termasuk yang hawkish menunjukkan kesediaan untuk berhenti lagi pada September, tetapi membiarkan pintu terbuka untuk kenaikan lebih lanjut pada pertemuan November atau Desember, kata ekonom ING dalam sebuah catatan.

"Kami pikir Fed memang akan membiarkan suku bunga tidak berubah pada September, tapi kami tidak berpikir itu akan berlanjut dengan perkiraan kenaikan terakhir," kata mereka, menunjukkan bahwa kenaikan suku bunga lebih lanjut dapat meningkatkan kemungkinan resesi.

Pasar memperkirakan peluang 86 persen Fed akan mempertahankan suku bunganya bulan depan, alat CME FedWatch menunjukkan, dengan peluang 36 persen untuk naik dalam pertemuan November.

Imbal hasil acuan obligasi pemerintah AS 10-tahun mencapai 4,288 persen, tertinggi sejak 21 Oktober, dengan puncak 16 tahun 4,338 persen sudah terlihat.

Imbal hasil yang meningkat mengangkat dolar, dengan indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap enam rivalnya, menyentuh puncak dua bulan di 103,58 karena investor mencari tempat aman.

Kekhawatiran atas China dan lintasan suku bunga AS juga mengguncang pasar komoditas, dengan harga minyak turun untuk sesi keempat berturut-turut. Minyak mentah AS turun 0,34 persen menjadi diperdagangkan di 79,11 dolar AS per barel dan Brent turun 0,26 persen menjadi 83,23 dolar AS per barel.

Baca juga: Wall St ditutup turun, pejabat Fed terbagi tentang kenaikan suku bunga
Baca juga: Minyak turun di awal Asia tertekan pertumbuhan China yang lebih lemah
Baca juga: Harga emas jatuh lagi jelang rilis risalah pertemuan FOMC

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023