Sleman (ANTARA) - Tenaga Ahli Profesional (Taprof) Lemhannas RI Putut Prabantoro meminta Bappenas melakukan riset perilaku remaja, khususnya pelajar SMA dan mahasiswa untuk memprediksi potensi ancaman terkait karakter pemimpin Indonesia pada tahun 2045.

"Riset ini penting ketika Indonesia memasuki tahun emas kemerdekaan Indonesia," kata Putut Prabantoro melalui pesan tertulis yang diterima di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, dalam konteks ini, Bappenas dapat membuat perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan zaman saat itu.

"Selama beberapa bulan, kami telah melakukan pengamatan perilaku remaja Indonesia melalui media 'mainstream' ataupun media sosial," katanya.

Ia mengatakan beberapa perilaku remaja Indonesia memberikan rasa khawatir bahwa Indonesia akan menghadapi krisis kepemimpinan di tahun 2045.

"Anak-anak lebih mengetahui tokoh-tokoh yang viral dibanding nama pahlawan," katanya.

Selain itu, katanya, perilaku ratusan pelajar di Ponorogo, Jawa Timur, dan Cilacap, Jawa Tengah, hamil di luar nikah, mengidolakan budaya asing dibanding budaya bangsa sendiri, "rental" pacar, perbuatan asusila demi mendapatkan "follower" atau "subscriber", prostitusi "online" anak-anak, dan lainnya yang menimbulkan keprihatinan.

"Dikhawatirkan apa yang tampil di media hanyalah fenomena gunung es, yang artinya persoalan serius sebenarnya tengah dihadapi bangsa dan negara Indonesia," katanya.

Baca juga: Psikolog: Orang tua perlu mengawasi perilaku anak di media sosial
Baca juga: Waspada perubahan perilaku remaja awal tanda masalah mental


Menurut Taprof Ideologi itu, mereka yang duduk di bangku SMA atau mahasiswa adalah mereka yang berusia 16 tahun sampai dengan 21 tahun. Ketika tahun emas kemerdekaan, mereka akan menginjak usia 40 – 45 tahun saat mereka secara usia sudah siap memimpin negara dan bangsa Indonesia.

"Namun mereka tidak akan siap memimpin negara dan bangsa Indonesia jika pada usia sekarang ini karakter mereka hancur karena perilaku salah," katanya.

Putut mengatakan fenomena gunung es ini harus dibuktikan bahwa salah. Namun, jika ini benar, maka semua harus menyalakan "alarm" agar menyadari adanya potensi ancaman kehancuran bangsa.

"Mungkin karena sifat permisif yang terjadi dalam masyarakat, maka perilaku-perilaku tersebut dianggap sebagai suatu fase perkembangan remaja, misalnya 'rental' pacar atau cenderung membanggakan budaya asing dibanding budaya sendiri," katanya.

Ia mengatakan di sinilah pentingnya Bappenas mengadakan riset untuk dapat merencanakan jangka panjang, setidak hingga tahun 2045.

"Apa yang dibutuhkan remaja saat ini agar mereka dapat memimpin bangsa dan negara pada saatnya?", katanya

Selain itu, kata dia, kekhawatiran lebih besar yang dirasakan adalah lunturnya nilai-nilai luhur Pancasila. Menjadi generasi ikut-ikutan dengan perilaku FOMO ("Fear Of Missing Out") adalah salah satu penyebab akan hilangnya nilai-nilai luhur Pancasila.

"Dengan perilaku FOMO, maka remaja sekarang tidak dapat menentukan keputusan mana yang baik dan tidak baik. Mereka menunjukkan sikap ikut-ikutan karena enggan disebut kuno atau 'out of date', tidak mengikuti perkembangan zaman atau bukan kekinian. Kekhawatiran yang lebih mendalam adalah sikap ikut-ikutan yang berakibat pada paham asing atau nilai-nilai yang tidak sesuai dengan Pancasila.

Ia mengatakan sebagai solusinya, Pancasila harus berwujud, berbentuk, dan berketahanan.

"Yang bisa mengimplementasikan adalah remaja masa kini dan ini tidak lepas dari peran pendidikan dan orang tua," katanya.

 

Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023