"Ada tiga metode," kata Isnawa saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Dalam hal ini termasuk di sejumlah wilayah penyangga Jakarta seperti di atas Bekasi, Kepulauan Seribu atau Tangerang jika memungkinkan untuk melindungi Jakarta dari polusi udara.
Baca juga: Baru 13 persen ASN Pemprov DKI bekerja dari rumah
Istilahnya "dry ice" tapi itu tidak mungkin dilakukan di Jakarta. Metode ini pernah dilakukan di Thailand tapi jarang dilakukan. "Itu seperti menyebarkan batu-batu es," kata Isnawa.
Ketiga, yakni melakukan "spraying" (penyemprotan) seperti yang pernah diterapkan di Beijing. Metode ini dilakukan dengan pesawat kecil, drone atau dari atas gedung-gedung tinggi di Jakarta.
"Tapi ini belum. Mungkin nanti mau kita usulkan, mungkin bangunan-bangunan tinggi boleh juga tuh ada teknologi 'spraying' ya supaya polutan-polutan itu bisa diredam," ujar Isnawa.
Tiga metode tersebut merupakan hasil rapat gabungan yang telah dilakukan bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait cara meredam polusi udara di Ibu Kota.
Baca juga: KLHK siap tindak pelaku pencemaran udara di Jabodetabek
Berdasarkan hasil rapat itu, musim kemarau cukup berpengaruh pada meningkatnya polutan di Jakarta sehingga disepakati modifikasi cuaca untuk memancing hujan.
"Hasil rapat itu memang kendalanya kita lagi musim kemarau, jadi namanya gumpalan awan hujan itu sulit. Tapi di 21 (Agustus) ini menurut BMKG ada potensi sedang, kemungkinan bisa dilakukan TMC," kata Isnawa.
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengupayakan teknologi modifikasi cuaca selama tiga hari untuk membilas polusi.
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing yang diikuti daring di Jakarta, Senin (21/8) mengatakan, TMC dilakukan di tanggal 19-21 Agustus.
Baca juga: ASN diminta berperan tangani kualitas udara Jakarta
Pewarta: Siti Nurhaliza
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023