Tarakan, Kalimantan Utara (ANTARA) - Walaupun bekantan merupakan fauna identitas Provinsi Kalimantan Selatan, primata berhidung panjang, besar, dan menggantung itu juga bisa ditemui di Kalimantan Utara (Kaltara).

Provinsi yang terbentuk pada tahun 2012, itu bahkan memiliki Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) di Tarakan, yang diresmikan pada 2003.

Selain hidung panjangnya, bekantan, atau yang kerap disebut monyet belanda, bekara atau warek belanda itu punya ciri khas rambut tubuh yang pucat abu, hingga kekuningan dengan muka coklat, punggung berwarna coklat kemerahan dan ekor panjang berwarna putih keabuan.

Fauna endemik Pulau Kalimantan bernama latin Nasalis larvatus itu umumnya hidup di hutan bakau, rawa, dan hutan pantai. Makanan utama primata itu adalah pucuk dan buah bakau atau mangrove.

Khusus di KKMB Tarakan, bekantan rutin diberi pisang sebagai makanan tambahan. Setiap pagi sekira pukul 08.00 WITA, petugas akan menaruh pisang untuk disantap para kawanan bekantan.

Menariknya, bekantan hidup secara berkelompok yang jumlahnya belasan ekor. Mereka akan mulai menuju area di mana pisang diletakkan setelah mendengar lengkingan tanda arahan dari ketua kelompok.

Dalam satu kesempatan, ANTARA melihat langsung interaksi sekelompok bekantan berjumlah sekitar 19 ekor menyantap pisang yang disediakan di atas panggung kayu ulin yang disediakan.

Meski jumlahnya banyak, para bekantan menyantap pisang yang disediakan dengan tenang tanpa merasa terganggu dengan pandangan para pengunjung.

Berbeda dengan jenis primata lainnya, bekantan bukan termasuk monyet yang agresif. Mereka akan dengan santai dan tanpa peduli bergelantungan, duduk, atau makan meski melihat manusia.

Dengan demikian, pengunjung bisa dengan aman mengabadikan momen bersama bekantan tanpa perlu khawatir dan was-was didatangi binatang itu.


Suasana rindang KKMB

Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan berada di wilayah Karang Rejo, Tarakan Barat, Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Lokasinya hanya berjarak 10 menit waktu tempuh dengan mobil dari Bandara Juwata.

Tidak sulit menemukannya karena kawasan tersebut berada di pinggir jalan raya. Belum lagi patung bekantan besar siap menyambut para pengunjung di gerbang KKMB.

Walaupun rindang karena merupakan kawasan hutan mangrove, pengunjung perlu berhati-hati karena panggung kayu ulin sebagai jalur lintasan pengunjung tampak licin.

Kawasan konservasi seluas 22 hektare itu memang cukup luas untuk dikelilingi. Namun ada beberapa jalur yang tidak bisa dilintasi oleh pengunjung.

Kawasan mangrove yang diisi 45 bekantan itu menyuguhkan suasana rindang dan asri. Harga tiket yang murah meriah juga membuat kawasan tersebut tetap ramai oleh pengunjung dari anak-anak hingga orang tua.
Sekelompok bekantan (Nasalis larvatus) tengah menyantap pisang di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan di Tarakan, Kalimantan Utara, Rabu (23/8/2023). (ANTARA/Ade Irma Junida)

Bisa dibilang, KKMB menjadi salah satu tujuan wisata yang wajib dikunjungi wisatawan jika berkunjung ke Tarakan. Pasalnya, tidak hanya bekantan, kawasan tersebut juga menjadi tempat tinggal monyet ekor panjang, ikan dan kepiting bakau, hingga burung-burung.

Selain punya nilai edukasi, berkunjung ke kawasan itu akan memberikan sensasi berbeda di tengah teriknya Kota Tarakan.


Potensi pariwisata Kaltara

Berdasarkan catatan Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Utara pada triwulan II 2023 sebesar 5,01 persen yoy, dengan inflasi yang terjaga di level 2,79 persen, terendah se-Kalimantan.

Kontributor utama provinsi yang terbentuk pada 2012 itu masih didominasi sumber daya pertambangan dan penggalian. Kontribusi kedua sektor itu mencapai 35 persen dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Besarnya kontribusi di sektor pertambangan dan penggalian perlu diimbangi dengan sumber pendapatan yang berkelanjutan dan inklusif, seperti pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf).

Di sisi pariwisata, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Utara, per Juni 2023 jumlah wisatawan yang datang ke provinsi itu mencapai 26.762 orang dengan 543 unit kedatangan pesawat.

Pemerintah Provinsi Kaltara sendiri mengakui tantangan terbesar dalam pengembangan Tarakan, termasuk pariwisatanya adalah tiket pesawat. Bahkan, harga tiket menjadi salah satu pemicu inflasi di Kaltara.

Tiket pesawat dari Jakarta ke Tarakan, misalnya, berkisar antara Rp1,9 juta hingga Rp2,5 juta sekali jalan. Tingginya harga tiket dinilai terjadi karena baru ada dua maskapai yang melayani penerbangan dari Jakarta ke Tanjung Selor, ibu kota Kaltara, serta Jakarta ke Tarakan, yakni Lion Air Group dan Citilink. Beberapa penerbangan, bahkan perlu transit lebih dari sehari.

Kaltara tidak hanya soal bekantan. Provinsi yang berbatasan langsung dengan negara bagian Malaysia, yakni Sabah dan Sarawak itu menyimpan potensi pariwisata yang menjanjikan karena memiliki pantai indah, keanekaragaman hayati juga kuliner yang lezat. Sebut saja olahan kepiting soka, hingga kerang kapahnya.

Di sisi lain, Kaltara didiami banyak suku, di antaranya suku Dayak, Bajau, Bugis, Banjar, Tidung, Bulungan, Kenyah, Kayan, dan lainnya, yang menciptakan tradisi dan budaya unik untuk ditengok.

Besarnya potensi pariwisata di Tanah Benuanta itu tentu perlu dikelola dan dikembangkan bukan hanya dapat mendongkrak ekonomi setempat, tetapi juga untuk menyambut dibangunnya ibu kota Nusantara (IKN).

Sebagai tetangga dekat IKN, Kaltara perlu menyajikan suguhan-suguhan atraktif sebagai alternatif tujuan wisata para penduduk IKN kelak maupun para pelancong dari luar.

Sejalan dengan hal itu, maka kampanye Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) dan Gerakan Nasional Bangga Berwisata di Indonesia Aja (Gernas BBWI) diharapkan bisa menjadi ajang bagi Kaltara untuk bisa terus menggelorakan potensi pariwisata dan ekonomi kreatif demi pertumbuhan ekonomi yang lebih masif dan berkelanjutan.

Dengan demikian, dari target 1,2-1,4 miliar pergerakan wisatawan Nusantara (wisnus) sepanjang 2023 ini, diharapkan Provinsi Kaltara mampu menyumbang minimal 1,4 juta perjalanan sebagaimana ditargetkan oleh Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023