Banjarmasin (ANTARA) - Stasiun Riset Bekantan di kawasan Pulau Curiak yang juga merupakan situs Geopark Meratus di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan menyambut kelahiran seekor bayi bekantan menjelang Hari Primata Indonesia yang diperingati 30 Januari 2024.

"Tentu kelahiran bayi bekantan ini menjadi kado manis jelang Hari Primata yang semangatnya untuk menggelorakan pelestarian dan perlindungan primata dalam upaya menekan laju kepunahan," kata Founder Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) Dr Amalia Rezeki di Banjarmasin, Senin.

Amel, sapaan akrab Doktor Konservasi Bekantan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini mengatakan bayi bekantan yang belum teridentifikasi jenis kelaminnya itu lahir dari seekor bekantan betina muda yang diberi nama Chery dari kelompok Bravo.

Dia menyebut kelahiran bayi bekantan merupakan anugerah terindah dari kerja keras SBI yang berupaya memulihkan ekosistem mangrove rambai di kawasan penyangga habitat bekantan yang awalnya hanya 14 individu di tahun 2016.

Sekarang di Stasiun Riset Bekantan terdapat sekitar 44 individu bekantan yang terdiri atas tiga kelompok yang masing-masing diberi nama Alpha, Bravo dan Charli.

Stasiun Riset Bekantan merupakan role model pengelolaan kawasan habitat bekantan di luar kawasan konservasi yang telah berhasil memulihkan habitat bekantan dan melakukan penambahan populasi bekantan secara alami mencapai 100 persen lebih dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Bahkan melampaui target dari program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk penambahan populasi bekantan sebanyak 10 persen selama lima tahun atau 2 persen setiap tahunnya.

Baca juga: Populasi bekantan bertambah dua kali lipat di TWA Pulau Bakut

Baca juga: Pertamina EP Sangasanga kembangkan pokdarwis bagi pelestarian bekantan


Amel berharap semua pemangku kepentingan bisa saling membantu satu sama lain menyelamatkan bekantan di kawasan tersebut dengan menjaga habitatnya yang tersisa agar tidak beralih fungsi yang dapat merusak habitat bekantan dan ekosistem hutan mangrove rambai.

Untuk memulihkan ekosistem hutan mangrove rambai di kawasan Stasiun Riset Bekantan, Amel dan timnya melakukan program restorasi mangrove rambai dengan menanam kembali pohon mangrove, khususnya jenis pohon rambai yang merupakan tegakan dan pakan utama bekantan.
 
Kawanan bekantan dari kelompok Bravo saat beraktivitas di Pulau Curiak. (ANTARA/Firman)


Seperti diketahui bekantan adalah satwa unik yang juga dikenal dengan sebutan “Long Nose Monkey“ merupakan primata endemik Pulau Kalimantan yang statusnya terancam punah dan dilindungi negara berdasar Peraturan pemerintah No 7 Tahun 1999 yang kemudian diperbaharui menjadi PP Nomor 106 tahun 2018.

Di samping itu secara internasional bekantan sejak tahun 2000 oleh Lembaga Konservasi Internasional IUCN (International Union For Conservation of Nature and Natural Resources) juga telah memasukkan bekantan ke dalam daftar merah dengan status “Endangered Species“ atau terancam punah.

Hari Primata Indonesia tahun ini mengangkat tema "Primata Kita Luar Biasa".

Amel menyatakan momentum ini harus menjadi kebanggaan bagi masyarakat Indonesia bahwa negara Indonesia kaya akan ragam primatanya yang tidak banyak orang tahu mengenai peranan besarnya dalam sebuah ekosistem.

Baca juga: Mahasiswa Newcastle University ikuti Sekolah Konservasi Pulau Curiak

Baca juga: BPBD Tapin tangani kebakaran hutan konservasi bekantan di Desa Lawahan

Pewarta: Firman
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024