Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mempersilakan siswa-siswa yang tidak lulus Ujian Akhir Nasional (UAN) untuk berunjukrasa karena Indonesia adalah negara yang demokratis, namun untuk bisa lulus sekolah mereka tetap harus mengulang ujian pada tahun depan. "Silakan berdemo dan silakan ujian tahun depan," katanya ketika membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di Kantor Wapres Jakarta, Kamis. Wapres mengatakan hal tersebut menanggapi unjukrasa di depan Kantor Wapres Jl. Medeka Selatan Jakarta Pusat, Rabu (28/6), yang dilakukan oleh ratusan pelajar yang mayoritas tidak dalam lulus Ujian Nasional. Para pelajar tersebut memprotes kebijakan pemerintah yang menentukan kelulusan siswa hanya berdasarkan Ujian Nasional. Wapres mengatakan, tentu saja pemerintah sedih karena ada pelajar yang tidak lulus ujian nasional. "Tetapi kita lebih sedih lagi kepada jutaan anak apabila tidak mau belajar, itu yang terpenting," katanya. Kalla menegaskan bahwa ujian nasional itu dimaksudkan agar anak mau belajar dengan keras, karena dengan sistem sebelumnya anak yang belajar dengan yang tidak belajar bisa diluluskan semuanya oleh sekolah. "Kenapa banyak orang yang kurang belajar, karena merasa banyak belajar dan tidak sama saja, belajar naik kelas, tidak belajar naik kelas, belajar atau tidak semua lulus 100 persen. Akhirnya anak beranggapan buat apa belajar," katanya. Hal itulah yang menyebabkan standar pendidikan di Indonesia tertinggal jauh dibandingkan negara lain. "Pendidikan tidak ada demokrasinya dalam hal lulus atau tidak lulus. Tidak ada votingnya, negara harus tegas dalam hal ini karena kalau tidak, akan menciptakan bangsa yang lembek sekali," katanya. Karena itu, katanya, ibu-ibu yang anaknya tidak lulus semestinya tidak marah kepada pemerintah tetapi kepada anaknya. Wapres mencontohkan standar kelulusan di Malaysia adalah nilai 6, di Singapura lulus dengan 8. "Ke depan kita harus bisa bersaing, pelan-pelan nilai kelulusan mata pelajaran itu akan kita sesuaikan," katanya. Anggaran pendidikan Wapres juga mengkritik bahwa dalam masalah pendidikan seharusnya yang perlu diperdebatkan bukan masalah anggaran pendidikan sebesar 20 persen, tetapi apakah siswa itu mau belajar dengan baik atau tidak. "Berapapun anggaran yang diberikan untuk pendidikan, tidak akan bisa berhasil apabila para siswa dan guru tidak bekerja keras dan disiplin," katanya. Meski demikian, pemerintah tetap menjaga dan akan selalu meningkatkan anggaran pendidikan secara bertahap, tidak langsung mencapai 20 persen. "Anggaran 20 persen itu pasti kita capai, tetapi secara bertahap," katanya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006