Jakarta (ANTARA) —Adopsi teknologi ESP dan CEMS pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di sekitar Jakarta telah dilakukan meski masih sering dituding sebagai penyebab polusi udara di Ibu Kota. 
 
Direktur Utama PLN Indonesia Power (PLN IP) Edwin Nugraha Putra menjelaskan bahwa pembangkitan listrik di sekitar ibu kota telah dilengkapi dengan teknologi ramah lingkungan. “Ada Electrostatic Precipitator/ESP serta Continuous Emission Monitoring System/CEMS,” katanya kepada media (Rabu, 23/8/2023). 
 
Teknologi tersebut, paparnya, terpasang pada tiap-tiap cerobong pembangkit listrik untuk memastikan emisi gas buang, termasuk PM 2.5 mampu ditekan dengan maksimal. “ESP merupakan teknologi ramah lingkungan pada PLTU yang berfungsi untuk menangkap debu dari emisi gas buang dengan ukuran sangat kecil.”
 
Selain pemasangan ESP, jelasnya, PLN juga melakukan pemasangan Low NOx Burner dan pemilihan batubara rendah sulfur (Coal Blending) pada setiap PLTU sehingga emisi yang dikeluarkan oleh PLTU selalu aman dan berada dibawah ambang batas pemenuhan baku mutu sesuai dengan Permen LHK No.15/2019. 
 
Adapun CEMS, paparnya, merupakan teknologi yang digunakan untuk memantau emisi pembangkit secara terus menerus. Dengan demikian, emisi yang keluar dari cerobong dapat dipantau secara real time serta dipastikan tidak melebihi baku mutu udara ambien yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 
 
Secara gamblang, tuturnya, prinsip kerja ESP yaitu dengan memberi muatan negatif kepada abu hasil pembakaran melalui beberapa elektroda. Jika abu tersebut diteruskan ke dalam sebuah kolom yang terbuat dari plat yang memiliki muatan lebih positif, maka secara alami abu akan tertarik oleh plat bermuatan positif tersebut. 
 
Abu hasil pembakaran akan terakumulasi dan sebuah sistem rapper khusus akan membuat abu tersebut jatuh ke bawah dan keluar dari sistem ESP. Efisiensi penyaringan abu dengan ESP mampu mencapai 99,99%.
 
“Pemantauan itu berlaku real time, sehingga kualitas udara di sekitar pembangkitan listrik dipastikan aman atau bisa terkendali di bawah Baku Mutu Ambien yang ditetapkan pemerintah,” katanya. 
 
Edwin mencontohkan, hasil monitoring CEMS per 15 Agutus 2023 terekam emisi masih dibawah baku mutu yang ditentukan oleh Kementerian LHK. “Pemantauan ini dilakukan agar operasional pembangkitan listrik berjalan dengan ramah lingkungan.”
 
Senada dengan Edwin, Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK Luckmi Purwandari mengatakan penyebab polusi bukan PLTU.
 
“Sektor transportasi dan manufaktur masih menjadi masalah utama pencemaran udara di Jakarta,” katanya dalam diskusi dengan tema Solusi Polusi Jakarta beberapa waktu lalu. 
 
Bahkan Luckmi mengatakan, hasil rapat terbatas (ratas) terakhir memaparkan sektor transportasi menjadi penyebab utama. “Berdasarkan inventarisasi emisi dari berbagai riset beberapa tahun terakhir, pembuangan emisi dari sektor transportasi memang menjadi penyebab utama polusi di Jakarta, disusul industri,” katanya.
 
Diketahui, KLHK menyematkan sedikitnya sembilan penghargaan proper emas pada PLTU, 10 hijau 2 biru pada 2022. Antara lain PLTU Suralaya 1-7, PLTU Banten 1 Suralaya, PLTU Lontar dan PLTU Pelabuhan Ratu. Pembangkit-pembangkit itu menopang kebutuhan listrik Jakarta dan sebagian Jawa Barat.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2023