Makassar (ANTARA) -
Anak-anak sekolah dasar tampak berlarian dengan ceria di sebuah lapangan berpasir di tengah Pulau Bontosua, Kabupaten Pangkahene dan Kepulauan, Sulsel, seakan tahu bahwa masa depan mereka akan lebih baik, karena kini, ikan-ikan mulai betah berkumpul di sekitar pulau mereka.
 
Makin banyak ikan yang berdatangan ke sekitar pulau berpenduduk 300 kepala keluarga itu, tentu berkah bagi nelayan, karena mereka tidak lagi mencari terlalu jauh untuk mengejar hasil tangkapan yang lebih baik.
 
Sebelumnya untuk mencapai target tangkapan ikan, nelayan berlayar jauh dari Pulau Bontosua, namun saat ini cukup di sekitar pantai saja, dengan modal jaring, nelayan bisa meraih pendapatan lumayan.
 
Seorang nelayan, dalam setengah hari menjala ikan di perairan dangkal yang dipenuhi terumbu karang, berhasil mendapat ikan barakuda 400 ekor lebih, ukuran panjang rata-rata 20 centimeter.

Padahal, itu ikan berharga mahal di Makassar, karena pedagang berani membayar Rp70 ribu per ekor, artinya sudah puluhan juta rupiah pendapatan nelayan yang beruntung.
 
Nelayan penangkap cumi-cumi di pulau itu juga mampu meningkat pendapatan bersih bulanan, dari Rp2-3 juta per bulan, menjadi Rp3-4 juta. Musim tangkapan cumi-cumi juga lebih panjang, dan ikan lain yang dulu enggan mendekat, kini mulai berdatangan, seperti kembung, cepak, katombo, dan barakuda.

Katombo dan barakuda adalah ikan favorit bagi pasar di daerah itu, sehingga harganya selalu tinggi dan menjadi penentu melonjaknya pendapatan nelayan.
Itu semua merupakan karunia Tuhan yang rupanya membalas kebaikan tangan-tangan manusia yang membuat rumah buatan bagi bertumpu dan tumbuhnya benih-benih karang muda. Tanpa rumah yang kuat, maka karang-karang muda akan mudah lepas terkena ombak dan arus laut atau akibat ulah manusia.

Kerusakan terumbu karang, selain akibat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti menggunakan bahan peledak dan jaring trawl (pukat hela), juga akibat faktor perubahan iklim global, serta fenomena gelombang dan arus laut.


Metode restorasi

Pengembangan metode restorasi terumbu karang oleh Tim Kelautan dari Mars incorporated, di perairan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, akhirnya menemukan metode yang secara ilmiah mampu mempercepat proses restorasi.

Philippa Mansell dari Mars Sustainable Solutions yang memimpin pemulihan di seluruh situs restorasi di Indonesia mengatakan metode yang kemudian dikenal dengan MARRS atau singkatan dari Mars Assisted Reef Restoration System, merupakan metode terbaik saat ini.

Metode itu menggunakan struktur baja berbentuk bintang segi enam dengan model bangunan, seperti rangka payung sebagai bagian terkecil yang disebut Reef Star. Bangunan kecil dengan diameter 90 cm ini kemudian saling disusun secara horisontal, sehingga membentuk seperti jaring laba-laba di hamparan dasar laut.

Untuk membuat Reef Star ini dimulai dari penyusunan rangka, setelah itu rangka dilapisi bahan antikarat. Kemudian di lapisan berikutnya diberi pasir laut yang diambil dari lokasi terdekat restorasi terumbu karang. Untuk melekatkan pasir di rangka menggunakan resin, sehingga semua permukaan besi rangka terutup pasir.
Barulah rangka berpasir ini diberi potongan terumbu karang yang diikatkan di beberapa titik, setelah dilakukan penyusunan di hamparan terumbu karang yang rusak. Terumbu karang yang diikatkan juga harus berasal dari terumbu karang sekitar lokasi restorasi.
 
Demikian juga diungkap Dr Susan Wang, GM Mars Pet Nutrision bahwa metode MARRS dengan rumah restorasi berbentuk Reef Star merupakan metode terbaik dari berbagai metode yang diujicoba sejak tahun 2007.

Dari berbagai metode yang sudah dicoba, metode ini diyakini yang terbaik untuk merestorasi terumbu karang secara global dan akan digunakan oleh Mars Sustainable Solutions untuk program restorasi terumbu karang di negara-negara lain.

Bukti dari keandalan metode itu, dimana sejak program restorasi terumbu karang di sekitar Pulau Bontosua tahun 2019, saat ini pertumbuhan karang telah meningkat dari lima persen menjadi lebih dari 70 persen, populasi ikan meningkat 260 persen dan jenis ikan juga naik 64 persen.

Di areal sekitar tiga hektare terumbu yang rusak parah, dengan metode MARRS, sekarang satu hektare sudah dipenuhi terumbu karang. Sisanya akan terus dilanjutkan.

Pada lokasi restorasi di sekitar Pulau Bontosua, di tengah lokasi restorasi di kedalaman 2-3 meter itu sengaja dibuat tulisan "HOPE" yang setiap hurufnya dibentuk dari bangunan terumbu karang buatan.

"HOPE" yang terlihat jelas dari udara karena airnya yang jernih, menandakan sebuah kampanye bahwa lokasi itu adalah harapan bagi pemulihan terumbu karang dan menginspirasi siapapun untuk terlibat bersama.

Saat ini di lokasi restorasi terdapat 900.000 pecahan karang telah ditanam menggunakan 60.000 Reef Star. Bangunan itu berhasil memulihkan 80.000 meter persegi terumbu karang secara keseluruhan.


Terbesar di dunia

Dr Susan Wang mengklaim bahwa restorasi terumbu karang di Pulau Bontosua merupakan restorasi terbesar yang pernah dilakukan di dunia, dengan luas hamparan sekitar tiga hektare.

Saat ini baru sepertiganya yang tertutupi hamparan Reef Star, dan akan terus berlanjut sampai seluruh lahan tertutupi struktur bintang yang saling menyatu membentuk semacam jaring laba-laba.

Makin banyak terumbu karang yang tumbuh akan menutupi seluruh struktur baja, sehingga tidak lagi terlihat tulang-tulangnya.

Dana yang disiapkan untuk restorasi terumbu karang di Indonesia mencapai lebih dari 10 juta dollar AS atau sekitar Rp153 miliar.

Saat ini ada 30 titik restorasi di 10 negara di 5 benua yang menggunakan metode MARRS tersebut, antara lain di Great Barrier Reef di Australia, Maladewa, Meksiko, dan Kenya.

Namun luasan restorasi terumbu karang di Indonesia merupakan yang terbesar yang digarap Mars incorporated dan berharap masyarakat bisa mendapatkan manfaat berlipat, baik dari pemulihan ekosistem perairan, reproduksi biota laut dan hasil tangkapan nelayan yang meningkat serta dampak ikutan lain seperti pariwisata.
 
Sejatinya Indonesia punya potensi terumbu karang yang cukup besar dengan luas lebih dari 2,5 juta hektare atau sekitar 25 ribu kilometer persegi dengan lebih dari 500 jenis terumbu karang.

Menurut data Bappenas, ekosistem terumbu karang yang sehat dengan potensi seluas itu bisa berkontribusi hingga 2,6 juta dolar AS per tahun melalui berbagai sektor, seperti pariwisata, perikanan tangkap dan budidaya, hingga pengembangan kawasan pesisir.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023