masalah stigma dan diskriminasi perlu disikapi secara serius, dengan melibatkan petugas dan sektor lain termasuk komunitas.
Pontianak (ANTARA) - Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut dapat masuk ke dalam paru-paru dan mengakibatkan pengidapnya mengalami sesak napas disertai batuk kronis.
 
Karena gejala TB yang terlihat hanya berupa batuk, banyak orang yang tak menganggap TB sebagai sebuah penyakit serius yang dapat menyebabkan kematian.
 
Di sisi lain, sejumlah masyarakat di berbagai belahan dunia menganggap batuk yang terjadi dalam waktu lama dan tak kunjung hilang yang dihasilkan dari infeksi bakteri TB tersebut, sebagai sebuah penyakit kutukan yang tak dapat disembuhkan.
 
Di samping itu, juga terdapat penyakit lepra atau kusta yang serumpun dengan TB, yang menimbulkan ciri bercak-bercak dan dapat menyebabkan putusnya jari jika didiamkan, semakin meyakinkan sejumlah masyarakat tersebut atas adanya kutukan yang tak dapat disembuhkan.
 
Kejadian tersebut, menyebabkan sejumlah   masyarakat penderita TB dan kusta yang tinggal di daerah yang tidak teredukasi dengan baik, dikucilkan dari kelompoknya karena dianggap membawa kutukan.
 
Salah satu peristiwa tersebut terjadi di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, yang baru dimekarkan menjadi kabupaten pada 2007 yang lalu. Pada waktu itu, sejumlah masyarakat di daerah itu belum begitu teredukasi dengan baik terkait sejumlah permasalahan yang menyangkut penyakit TB dan kusta.
Pengawasan penelanan obat kepada pasien lansia di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat ANTARA/HO-Hamisah
 
Selain itu pada masa-masa awal pemekarannya, Kabupaten Kayong Utara belum memiliki banyak fasilitas kesehatan yang mampu menjangkau seluruh masyarakatnya.
 
Beruntung, Kabupaten Kayong Utara memiliki Hamisah (50) seorang kader posyandu dan PKK di Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, yang tergerak hatinya untuk mengedukasi dan menuntaskan TB dan kusta di Kayong Utara.
 
Dia menilai masyarakat di Kabupaten Kayong Utara perlu mendapatkan pelayanan dan edukasi dengan baik soal TB dan kusta, lantaran berdasarkan penuturannya, terdapat sejumlah warga yang memisahkan anggota keluarganya sendiri, dengan membuatkannya pondok kecil jauh di belakang rumah warga tersebut, karena takut ikut tertimpa sial.
 
Hingga akhirnya di 2008, Hamisah bergabung dengan Yayasan Alam Sehat Lestari (Asri) yang saat itu sedang mencari Pengawas Menelan Obat (PMO) untuk membantu menuntaskan kasus TB dan kusta di Kabupaten Kayong Utara.
 
Dari sini lah, perjuangan Hamisah dalam menghilangkan stigma masyarakat Kabupaten Kayong Utara soal TB dan kusta dimulai.
 
Selain sebagai petugas PMO, Hamisah juga berperan dalam mengedukasi masyarakat Kabupaten Kayong Utara agar tidak menganggap sepele soal TB dan kusta, serta tidak menganggap TB dan kusta sebagai sebuah kutukan atau guna-guna.
Hamisah (kanan) melakukan kontrol penelanan obat kepada pasien TB di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. ANTARA/HO-Hamisah
 
Dalam perjuangannya menghilangkan stigma buruk soal TB dan kusta, Hamisah harus melakukan perjalanan dari rumah ke rumah, sebab, tidak banyak masyarakat yang mau mengakui bahwa terdapat anggota keluarganya yang mengalami batuk-batuk karena takut dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya.
 
Tak jarang Hamisah harus menempuh perjalanan hingga ke Kecamatan Seponti, dari rumahnya di Kecamatan Sukadana yang berjarak sekitar 120 kilometer pulang pergi.
 
Di samping itu, tidak semua akses jalan yang dilaluinya merupakan jalan beraspal, lantaran sejumlah pasien TB dan kusta yang harus ia jamin penelanan obatnya berada di daerah yang jauh dari keramaian.
Salah satu akses jalan yang harus ditempuh Hamisah untuk memastikan pasien TB meminum obatnya secara rutin di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. ANTARA/HO-Hamisah
 
Hamisah juga kerap membujuk sejumlah keluarga yang "menyembunyikan" anggota keluarganya yang menderita TB dan kusta, agar dapat membantunya mencapai kesembuhan, sembari mengedukasi anggota keluarga yang lain bahwa TB dan kusta merupakan sebuah penyakit yang harus disembuhkan, dan bukan merupakan sebuah kutukan.
 
Terkadang, Hamisah juga perlu menuruti permintaan pasien, seperti membawakan bebek agar pasien mau meminum obatnya dengan rutin sampai selesai.
 
Berkat jerih payahnya, pada 2015 terjadi lonjakan pasien TB dengan jumlah 120 pasien serta 32 pasien kusta pada 2018 di klinik Asri tempatnya bekerja.
 
Angka tersebut bukanlah pertanda buruk, sebab angka tersebut terungkap karena banyaknya masyarakat yang sudah teredukasi olehnya, yang pada akhirnya datang dengan sendirinya ke klinik tempatnya bekerja untuk memperoleh pengobatan.
 
Hal tersebut juga didorong oleh kebijakan klinik yang memperbolehkan pasien yang berobat membayar biaya pengobatannya dengan menggunakan bibit pohon, untuk ditanam sebagai upaya reboisasi hutan di kawasan Taman Nasional Gunung Palung yang terletak Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
 
Perlahan, hasil jerih payahnya juga mampu menekan kasus TB dan kusta di Kabupaten Kayong Utara, dengan 75 pasien TB dan hanya satu pasien kusta yang tercatat menjalani pengobatan di klinik tempatnya bekerja.
 
Berkat jerih payahnya pula, dirinya diangkat sebagai Kepala Dusun Sidorejo, Desa Sedahan Jaya, Kabupaten Kayong Utara pada 2013, dan menjadi Kepala Dusun pertama yang merupakan seorang perempuan di daerahnya hingga sekarang.
 
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi telah mengatakan stigma dan diskriminasi masih menjadi tantangan pasien TB yang menyebabkan mereka enggan menyelesaikan pengobatan.
 
Menurut Imran, masalah stigma dan diskriminasi perlu disikapi secara serius, dengan melibatkan petugas dan sektor lain termasuk komunitas.
 
Apa yang dilakukan Hamisah, turut membantu pemerintah dalam menghilangkan stigma negatif soal TB, serta membantu keberhasilan pemerintah dalam menemukan 74 persen kasus TB pada 2022, yang merupakan capaian tertinggi Indonesia, hingga menjadi percontohan dunia.
 
Apa yang dilakukan oleh Hamisah layak diikuti komunitas lainnya di berbagai daerah di Indonesia, untuk mewujudkan Indonesia Eliminasi TB pada 2030.






 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023