Dengan kecepatan respons yang meningkat, pasien memiliki akses dini pada terapi target
Jakarta (ANTARA) - Konsultan Patologi Anatomi di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta dr. Didik Setyo Heriyanto, PhD, Sp.PA mengatakan tata laksana kanker dengan model multidisiplin akan mempercepat proses dan meningkatkan ketepatan diagnosa kanker.
 
"Jauh lebih baik, lebih cepat, dan presisi, jadi kemanfaatannya jauh lebih baik dibanding dulu," ucap Didik saat ditemui dalam Simposium Presisi Onkologi di Jakarta, Sabtu.
 
Ia mengatakan diagnosis kanker saat ini tidak lagi mengandalkan hanya dari satu dokter spesialis, namun dari minimal tiga diagnosis dari dokter dengan sub spesialis yang berbeda, seperti bidang paru onkologi, patologi anatomi, dan radiologi onkologi.

Baca juga: Deteksi dini bisa turunkan beban pembiayaan kesehatan akibat kanker
 
Pendekatan kolaboratif ini, kata Didik, berpotensi mempercepat hasil pemeriksaan, mengurangi durasi yang awalnya lebih dari 2 minggu menjadi 5-10 hari saja.
 
Kerja sama dari para dokter subspesialis tersebut tidak hanya berhenti sampai pemeriksaan diagnostik saja, namun sampai pada terapi yang akan diterapkan untuk pasien kanker hingga aspek psikologisnya. Bahkan tak jarang para dokter akan mengadakan forum untuk membahas diagnosa pasien kanker serta tindakan terapi yang tepat.
 
Didik menjelaskan pasien akan mendapatkan diagnosa dan terapi yang tepat dengan tim dokter multidisiplin dengan cara mengetahui profil kanker dari pasien dari pemeriksaan bio marker. Dari pemeriksaan itu akan diketahui pengobatan spesifik yang disesuaikan dengan kondisi pasien, karena tidak semua kanker bisa diobati dengan cara yang sama.
 
Dokter lulusan Universitas Gajah Mada ini mengatakan keberhasilan pengobatan pasien kanker dengan tata laksana multi disiplin akan jauh meningkat dengan terapi yang sudah pasti sesuai dengan kebutuhan pasien serta akan menekan biaya kesehatan akibat pengobatan kanker.
 
"Dengan kecepatan respons yang meningkat, pasien memiliki akses dini pada terapi target seperti EGFR, ALK, dan imunoterapi PD-L1, disamping pilihan terapi konvensional lainnya," ujarnya.
 
Namun, Didik mengatakan penerapan multi disiplin tata laksana pasien kanker masih terkendala dengan kurang lengkapnya dokter subspesialis yang ada di beberapa rumah sakit.
 
Ia mengharapkan pihak terkait bisa memperbaiki persebaran dokter spesialis ke rumah sakit dan mengisi posisi yang kosong agar semua rumah sakit nantinya bisa menerapkan konsep tersebut.

Baca juga: 85 persen kanker kepala dan leher disebabkan oleh tembakau

Baca juga: Dokter tak anjurkan obat herbal bagi pasien kanker, ini alasannya

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2023