Jakarta (ANTARA News) - PT Pertamina (Persero) telah menjamin tidak akan mengurangi pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) ke pembangkit milik PT PLN (Persero). Plt Dirut PLN Djuanda Nugraha Ibrahim, usai rapat dengar pendapat RUU Ketenagalistrikan dengan Komisi VII DPR, di Jakarta, Kamis, mengatakan, Pertamina tidak pernah menyatakan akan mengurangi pasokan BBM-nya ke PLN. "Pak Ari (Dirut Pertamina Ari Sumarno) sudah mengatakan tidak ada pengurangan BBM. (Pernyataan) itu hanya stafnya yang menyampaikan dan tidak berkoordinasi dengan beliau (Ari)," katanya. Menurut dia, sebagai sama-sama BUMN, pihaknya selalu bersinergi dengan Pertamina. "Jadi, suplai BBM lancar dan pasokan listrik aman," tambahnya. Direktur Keuangan PLN Parno Isworo menambahkan, pembayaran utang secara offset telah dilakukan sejak akhir tahun 2005 lalu. PLN membayar sebesar Rp3,5 triliun ke Pertamina dengan cara meng-offset pencairan subsidi triwulan pertama dengan jumlah yang sama dari pemerintah. Parno mengatakan, pencairan subsidi Rp3,5 triliun tersebut merupakan bagian dari total subsidi tahun 2006 sebesar Rp17 triliun. Hingga saat ini, besar dana subsidi dari pemerintah yang belum dibayarkan ke PLN mencapai Rp31,8 triliun. Jumlah itu, lanjutnya, terdiri dari subsidi tahun 2006 Rp17 triliun, tambahan subsidi akibat tarif dasar listrik (TDL) tidak naik Rp11,2 triliun, dan sisa subsidi 2005 yang belum dibayar Rp3,6 triliun. Sebelumnya, juru bicara Pertamina M Harun mengatakan, Pertamina akan mengurangi 50 persen pasokan BBM ke PLN mulai Juli 2006 menyusul tingginya tunggakan utang PLN ke Pertamina yang hingga saat ini mencapai Rp23,9 triliun. Menurut dia, pengurangan pasokan dilakukan hingga PLN melakukan pembayaran utang ke Pertamina. Harun mengatakan, sebagai tahap awal, Pertamina akan mengurangi pasokan BBM di PLN wilayah Sumatera Barat dan akan menyusul wilayah lainnya secara bertahap. Saat ini, kebutuhan BBM PLN setiap bulannya mencapai sekitar 120 ribu kilolilter. Sebagian besar konsumsi BBM PLN berupa solar yang kini harga pasarnya sudah di atas 80 dolar AS per barel.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006