Singapura (ANTARA) - Dolar AS turun dari level tertingginya dalam 12 minggu di sesi Asia pada Senin sore, karena para investor mempertimbangkan jalur moneter AS setelah Ketua Fed Jerome Powell membuka kemungkinan kenaikan suku bunga lebih lanjut, sementara yen mendekati level terendah dalam lebih dari sembilan bulan.

Dalam pidatonya yang ditunggu-tunggu di Simposium Kebijakan Ekonomi tahunan Jackson Hole, Powell berjanji untuk bertindak dengan hati-hati pada pertemuan mendatang karena ia mencatat kemajuan yang dicapai dalam mengurangi tekanan harga serta risiko dari kekuatan ekonomi AS yang mengejutkan.

“Kami akan melanjutkan dengan hati-hati saat kami memutuskan apakah akan melakukan pengetatan lebih lanjut atau, sebaliknya, mempertahankan suku bunga kebijakan tetap konstan dan menunggu data lebih lanjut,” kata Powell pada Jumat (25/8/2023).

“Adalah tugas The Fed untuk menurunkan inflasi ke sasaran kami sebesar 2,0 persen, dan kami akan melakukannya.”

Indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap enam mata uang rivalnya, turun 0,106 persen pada 104,05, namun tetap mendekati level tertinggi 12 minggu di 104,44 yang dicapai pada Jumat (25/8/2023). Indeks naik lebih dari 2,0 persen pada Agustus dan bersiap menghentikan penurunan dua bulan berturut-turut.

Pasar mengantisipasi peluang 80 persen bahwa Fed akan tetap bertahan di bulan depan, alat CME FedWatch menunjukkan, namun kemungkinan kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin pada November kini berada di 48 persen dibandingkan 33 persen pada minggu sebelumnya.

Chris Weston, kepala penelitian di Pepperstone, mengatakan bahwa masih kecil kemungkinannya kita akan mendapatkan kenaikan suku bunga dari The Fed pada September. “Namun pada November akan menjadi peristiwa yang langsung, dimana data berpotensi mengubah ekspektasi suku bunga.“

“Ketika banyak bank sentral G10 lainnya sudah memperkirakan akan adanya jeda yang berkepanjangan, kemungkinan The Fed akan melakukan lagi jeda pada November akan mendukung dolar,” kata Weston.

Serangkaian rilis data ekonomi AS yang kuat telah membantu meredakan kekhawatiran akan resesi namun dengan inflasi yang masih di atas target The Fed, beberapa investor khawatir bahwa bank sentral AS akan mempertahankan suku bunga pada tingkat yang lebih tinggi lebih lama.

Ketika The Fed menyoroti pentingnya data ekonomi AS yang akan datang, fokus investor minggu ini akan tertuju pada laporan gaji, inflasi inti, dan belanja konsumen.

“Jika data terus menunjukkan berkurangnya pengetatan pasar tenaga kerja dan tekanan harga, maka The Fed kemungkinan akan menyelesaikan siklus pengetatannya,” kata Rodrigo Catril, ahli strategi mata uang senior di National Australia Bank.

"Jika data tidak memberikan pengaruh, maka pengetatan lebih lanjut diperkirakan akan terjadi."

Yen melemah 0,03 persen menjadi 146,46 per dolar, hanya sedikit dari level terendah dalam sembilan bulan di 146,64 yang dicapai pada Jumat (25/8/2023) karena para pedagang terus mewaspadai tanda-tanda intervensi di pasar mata uang dari otoritas Jepang.

Bank Sentral Jepang akan mempertahankan kebijakan ultra-longgarnya saat ini karena inflasi di Jepang masih "sedikit di bawah" targetnya, kata gubernur bank sentral pada Sabtu (26/8/2023).

Sementara itu, euro dan sterling turun dari posisi terendah dua bulan yang dicapai pada Jumat (25/8/2023). Mata uang tunggal naik 0,08 persen menjadi 1,0809 dolar, sedangkan pound terakhir berada di 1,26 dolar, naik 0,18 persen hari ini.

Dolar Australia naik 0,42 persen menjadi 0,643 dolar AS, sedangkan dolar Selandia Baru menguat 0,20 persen terhadap greenback menjadi 0,592 dolar AS setelah China mengurangi separuh pajak perdagangan saham, sehingga membantu meningkatkan selera risiko.

Mata uang Antipodean terpukul bulan ini dan turun lebih dari 4,0 persen karena kekhawatiran terhadap pemulihan China pascapandemi menyeret sentimen.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023