SIPD memungkinkan pemerintah untuk mengawal perencanaan program dengan desain yang benar, target selaras, dan seluruh data tersebut terintegrasi
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) menyatakan penanganan kemiskinan ekstrem yang berbeda di masing-masing daerah dapat dianalisis menggunakan Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD).

SIPD merupakan sistem yang mengintegrasikan pengelolaan keuangan daerah, dari perencanaan hingga pertanggungjawaban.

"Itu (penanganan kemiskinan ekstrem) harus bisa dianalisis melalui data, bagaimana data terakhirnya, apa kira-kira yang paling lemah dari daerah tersebut sehingga kemiskinan bisa ditangani. Kami melakukan analisis, kondisi datanya seperti apa, kami akhirnya bisa menghasilkan prioritas sektornya seperti apa," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas Maliki dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin.

Dengan melakukan integrasi data melalui SIPD, pemerintah dan masyarakat dapat melihat bagaimana perencanaan belanja daerah. Hal tersebut bisa dilakukan karena mekanisme SIPD merupakan sistem informasi yang terintegrasi dan transparan.

"Dari sana, seluruh pihak dapat memberikan masukan soal apa yang semestinya menjadi prioritas dalam pengentasan kemiskinan ekstrem, seperti misalnya perbaikan sanitasi, kesehatan, atau jalan," ungkapnya.

Bappenas dan kementerian/lembaga (K/L) lain pun disebut dapat memiliki akses bagaimana perencanaan anggaran suatu daerah, sehingga bisa menganalisis dan memberikan masukan sesuai kondisi daerah terkait yang diejawantahkan melalui penentuan prioritas anggaran.

Menurut Maliki, permasalahan seperti kemiskinan ekstrem atau stunting tidak bisa dikerjakan hanya oleh satu K/L. Karena itu, diperlukan integrasi dari sisi pendekatan program antar-K/L.

Lebih lanjut, adanya SIPD dinyatakan mampu mendukung pengentasan kemiskinan ekstrem melalui perencanaan belanja yang terintegrasi.

Presiden Joko Widodo telah mengarahkan agar penanganan kemiskinan ekstrem dipercepat, dari 2030 menjadi 2024, sehingga dibutuhkan pendekatan khusus dalam mendorong percepatan pengentasan kemiskinan.

Salah satu langkah dalam mendukung percepatan tersebut adalah melalui perbaikan tata kelola data, seperti melalui Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek).

Tidak hanya data, ucap Maliki, perlu juga pendekatan integrasi program dan pengelolaan anggaran, sehingga pemerintah mengimplementasikan SIPD.

"SIPD memungkinkan pemerintah untuk mengawal perencanaan program dengan desain yang benar, target selaras, dan seluruh data tersebut terintegrasi. Alhasil, program dari setiap kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah (pemda) dapat terlihat, sehingga program pengentasan kemiskinan dapat lebih efektif," ucap dia.
​​​​​​
Selain penentuan prioritas belanja, SIPD dinilai mampu mendorong penghematan anggaran karena sistem pengelolaan dana seluruh pemda sudah terintegrasi. Dalam arti, pemda tak perlu mengeluarkan anggaran untuk pembuatan sistem, pemeliharaan server, dan lain-lain, sehingga anggaran tersebut dapat digunakan guna keperluan belanja yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.

"Penggunaan anggaran untuk kementerian/lembaga saja dalam operasional sistem, kemudian data, itu sekitar Rp12 triliun. Kalau memang kita mempunyai suatu sistem yang terintegrasi, ini seharusnya bisa banyak sekali menghemat. Penghematan Rp10 triliun itu bisa digunakan untuk yang lain, misalnya untuk alokasi infrastruktur jalan," kata Maliki.

Dengan adanya SIPD, pemerintah menginginkan pula peningkatan kemampuan pemda dalam tata kelola keuangan dan perencanaan program dengan cepat yang diharapkan sudah terjadi pada 2024, sesuai target pengentasan kemiskinan ekstrem dari Presiden Jokowi.

Baca juga: Suharso: Anggaran perlinsos sejalan dengan turunnya kemiskinan ekstrem
Baca juga: Suharso: Indonesia berhasil turunkan angka kemiskinan ekstrem
Baca juga: Bappenas memfokuskan penurunan stunting di 12 provinsi prioritas


Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2023