Jakarta (ANTARA) - Bagi penggemar kuliner, makanan sate maranggi, ayam woku, dan bebek madura mungkin bukan sesuatu yang baru.

Semaja, salah satu restoran yang berada di bawah grup gaya hidup Ismaya, memberikan petualangan kuliner di tengah kota Jakarta, sepiring penuh rasa Indonesia yang merupakan paduan tradisi dan modernitas racikan Chef Patrick Ramon.

General Manager Publicity Ismaya Renny Rengganis, saat ditemui di Jakarta, Senin (28/8) menjelaskan menu Semaja terinspirasi dari perjalanan kuliner sang koki berkeliling Indonesia, hingga terbersit ide untuk mengemas makanan Nusantara yang lebih modern.

"Dari hasil berjalan-jalan, dia mengulik makanan tradisional Indonesia yang modern," kata Renny.

Perjalanan kuliner sang koki berkeliling Indonesia yang disajikan dalam sepiring makanan di Semaja di luar ekspektasi. Siapa mengira, hidangan yang terlihat seperti steak bertabur kecambah alfalfa adalah terjemahan Semaja untuk sate maranggi yang super lembut.

Tidak seperti sate maranggi yang biasa ditemui, makanan versi Semaja itu berupa satu blok daging yang dibakar menggunakan tusuk sate metal yang lazim ditemui pada masakan Timur Tengah. Pramusaji akan membantu menarik tusuk sate jika konsumen ingin menyantap sate maranggi.

Di tangan koki Semaja, sate maranggi asal Sukabumi, Jawa Barat, menjelma menjadi makanan fine dining tanpa sama sekali menghilangkan unsur Indonesia. Tampilan boleh mengadopsi gaya Barat, tapi jika diperhatikan lebih teliti, sate maranggi diberi taburan kentang mustofa, hidangan wajib di resepsi pernikahan, setidaknya di Jakarta dan Jawa Barat.
Sate Maranggi di restoran Semaja, Jakarta. (ANTARA/Natisha Andarningtyas)

Rasa sate maranggi sama sekali tidak keluar dari versi tradisional, yakni daging empuk berbalut manis kecap, ditambah dengan rasa ketumbar yang begitu menonjol. Layaknya hidangan Jawa Barat, sate maranggi disajikan dengan beberapa jenis sambal.

Dari Jawa Barat, konsumen bisa beralih ke Madura, Jawa Timur, lewat sepiring Bebek Goreng Garing Kuah Kuning Madura. Jika bebek goreng madura biasanya dilumuri bumbu hitam, Semaja menyembunyikan bumbu di balik bebek sehingga konsumen punya pilihan untuk merasakan kuah dan bumbu secara terpisah.

Daging bebek tetap lembut, meskipun digoreng kering. Celupkan daging ke kuah kuning atau beri bumbu hitam supaya bebek terasa lebih gurih.
Bebek Goreng Garing Kuah Kuning Madura di restoran Semaja, Jakarta. (ANTARA/Natisha Andarningtyas)

Semaja juga memiliki menu Ayam Bakar Masak Woku dari Sulawesi Utara, yang diberi bumbu kuning terpisah dan daun ketumbar yang memberikan rasa unik ketika ketiganya dimakan bersamaan.

Tongseng Kambing menawarkan kuah yang kental dan potongan-potongan daging kambing yang lembut. Daging kambing sedikit menyisakan aroma prengus dalam kadar yang bisa ditoleransi dan justru mengonfirmasi bahwa hidangan itu adalah daging kambing.
Ayam Bakar Masak Woku di restoran Semaja, Jakarta. (ANTARA/Natisha Andarningtyas)
 
Tongseng Kambing di restoran Semaja, Jakarta. (ANTARA/Natisha Andarningtyas)

Tidak hanya "makanan berat", Semaja juga memberikan sejumlah pilihan hidangan pembuka yang juga menonjolkan cita rasa khas Indonesia, salah satunya Pangsit Udang Kalio. Sekilas bentuknya terlihat seperti pangsit rebus, namun diberi kalio (kuah kental ala Sumatera Barat dengan tekstur antara gulai dan rendang).

Taburan tobiko (telur ikan terbang), yang biasanya ditemui pada sushi, menambah kesan mewah Pangsit Udang Kalio.
Pangsit Udang Kalio di restoran Semaja, Jakarta. (ANTARA/Natisha Andarningtyas)

Jika menyukai panada khas Manado, maka Donat Cakalang patut dicoba. Adonan kulit panada dibuat menjadi donat goreng, yang diberi isian ikan cakalang suwir dan sedikit pasta daun kemangi.

Makan Donat Cakalang apa adanya atau celupkan ke mayones pedas untuk mendapatkan rasa yang unik. Bagian yang tidak kalah unik dari Donat Cakalang berupa remah-remah tempe yang digoreng kering dan diberi garam, alternatif jika tidak ingin mencocol donat dengan mayones.
Donat Cakalang di restoran Semaja, Jakarta. (ANTARA/Natisha Andarningtyas)

Setelah puas menyantap hidangan pembuka dan utama, Semaja juga memberikan beragam pilihan makanan penutup, dua di antaranya berbasis es krim, yaitu es krim nangka dan ketan hitam serta Creme Brulee Tolak Angin.

Es krim nangka dan ketan hitam ibarat versi kekinian dari es serut yang diberi ketan hitam dan nangka. Alih-alih es serut, Semaja membuat es krim rasa nangka beralaskan ketan hitam.

Untuk menambahkan kesan modern, restoran itu memberi taburan almond dan biskuit rasa susu yang berbentuk daun di atas es krim nangka.
Es krim nangka ketan hitam di restoran Semaja, Jakarta. (ANTARA/Natisha Andarningtyas)

Creme Brulee Tolak Angin menjadi hidangan penutup wajib coba di Semaja. Secara tampilan, creme brulee terlihat seperti pada umumnya, yaitu custard berlapis karamel keras yang diberi tambahan es krim vanila di atasnya.

Di sekeliling es krim terdapat saus berwarna, seperti karamel yang terbuat dari Tolak Angin, perpaduan menu Barat dengan jamu herbal Indonesia. Rasa pedas dari Tolak Angin berpadu apik dengan creme brulee yang manis.

Rasa manis dari Creme Brulee Tolak Angin juga didapat dari bongkahan honeycomb toffee, permen karamel berongga seperti sarang lebah, atau yang juga dikenal sebagai dalgona di Korea Selatan.
Creme Brulee Tolak Angin di restoran Semaja, Jakarta. (ANTARA/Natisha Andarningtyas)

​​​​​Mengusung konsep Indonesia, yang juga terlihat dari interior bernuansa batik hijau, wayang dan kerajinan rotan, Semaja menyajikan menu-menu tersebut dengan konsep makan tengah alias makan bersama.

Untuk menikmati hidangan lengkap, mulai dari makanan pembuka sampai penutup, termasuk minuman, di Semaja, pengunjung setidaknya perlu merogoh kantong, mulai dari Rp300.000 per orang.

​​​​​​​

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023