Purwokerto (ANTARA) - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho menilai penanganan terhadap napi di sejumlah lembaga pemasyarakatan (lapas) yang ada di Pulau Nusakambangan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, perlu dievaluasi secara menyeluruh terkait dugaan bisnis narkoba di dalamnya.

"Saya kira perlu evaluasi kembali, baik perangkat keras maupun perangkat lunak yang ada di sana (Nusakambangan, red.)," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Rabu.

Hibnu mengatakan hal itu terkait dengan pemberitaan tentang adanya dugaan pengendalian bisnis narkoba yang dilakukan seorang napi atas nama David alias Kadafi dari dalam lapas di Nusakambangan.

Jika pengendalian bisnis narkoba tersebut benar-benar terjadi, kata dia, berarti lapas di Nusakambangan kecolongan karena seampuh apa pun bentuk lapasnya ternyata masih dapat disusupi.

"Pertanyaannya, apakah ini akibat kecerobohan atau ketidakmampuan daya tangkal terhadap para bandar narkotika. Ini yang harus dievaluasi karena kalau seperti ini terus, ya sulit untuk pencegahan peredaran narkotika," kata Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu.

Menurut dia, hal itu disebabkan Indonesia membuat lapas-lapas khusus tersebut sebenarnya dalam rangka untuk memotong jaringan namun rupanya masih kecolongan.

Oleh karena itu, kata dia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) harus melakukan evaluasi total terhadap lapas-lapas yang dihuni para bandar narkotika.

Bahkan, lanjut dia, evaluasi tersebut juga perlu dilakukan terhadap para personel di lapas karena tidak menutup kemungkinan ada keterlibatan oknum dalam pengendalian bisnis narkoba yang dilakukan oleh bandar narkotika dari dalam lapas yang menerapkan sistem pengamanan super maksimum di Nusakambangan.

"Makanya harus evaluasi total tingkat satu, tingkat dua, tingkat tiga, dan sebagainya, tidak bisa saling menyalahkan karena golnya bagaimana narkotika itu bisa lenyap dari tanah Indonesia. Itu yang harus dipahami, jadi tidak boleh ego sektoral," tegas Prof Hibnu.

Saat dihubungi dari Purwokerto, Koordinator Wilayah Pemasyarakatan Nusakambangan dan Cilacap Mardi Santoso membantah jika napi atas nama Kadafi alias David mengendalikan bisnis narkoba dari dalam lapas di Nusakambangan.

Menurut dia, Kadafi diketahui menghuni Lapas Khusus Kelas IIA Karanganyar, Nusakambangan, yang menerapkan sistem pengamanan super maksimum sejak dipindahkan dari Lapas Kelas I Palembang, Sumatra Selatan, sejak tanggal 26 Juni 2023 karena dianggap berisiko tinggi.

Akan tetapi sejak tanggal 19 Agustus, kata dia, bandar narkotika tersebut dipindahkan sementara ke Lapas Narkotika Bandar Lampung untuk mempermudah penyidikan dan penyidikan yang sedang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Lampung.

"Tidak mungkin dia (Kadafi, red.) di dalam lapas super maximum security (pengamanan super maksimum, red.) bisa mengendalikan narkoba," jelasnya.

Ia mengatakan para napi di lapas dengan pengamanan super maksimum seperti Lapas Karanganyar itu masing-masing menempati satu sel seorang diri (one man one cell).

Menurut dia, napi-napi berisiko tinggi tersebut tidak boleh keluar dari selnya sehingga segala kebutuhan mulai dari makan, minum, dan pakaian ganti diantar oleh petugas ke sel masing-masing.

Selain itu, kata dia, Lapas Karanganyar dilengkapi dengan kamera pemantau (closed-circuit television/CCTV) selama 24 jam maupun teknologi modern lainnya yang dikendalikan dari pusat pengendali (command center).

"CCTV juga bisa diakses pimpinan kami, jadi tidak mungkin (bisa mengendalikan narkoba)," tegas Kepala Lapas Kelas I Batu Nusakambangan itu.

Bahkan, kata dia, napi di lapas yang menerapkan pengamanan super maksimum tidak diizinkan untuk bertemu orang dari luar lapas termasuk keluarganya.

Menurut dia, pembesuk hanya bisa berkomunikasi dengan napi melalui panggilan video dari ruangan yang disiapkan di lapas dengan pengamanan super maksimum tersebut.

Selain Lapas Karanganyar, dua lapas lainnya di Nusakambangan yang menerapkan sistem pengamanan super maksimum adalah Lapas Kelas I Batu dan Lapas Kelas IIA Pasir Putih.

"Saya saja tidak boleh masuk ke blok, apalagi orang luar," kata Mardi.

Kasus dugaan pengendalian bisnis narkoba dari dalam lapas di Nusakambangan terungkap setelah Polda Lampung menangkap seorang perempuan selebgram berinisial APS di salah satu klinik kecantikan Kota Palembang pada hari Sabtu (26/8).

APS yang diketahui sebagai istri Kadafi alias David itu diduga terlibat dalam jaringan narkoba internasional dan menerima aliran dana miliaran rupiah dari suaminya yang tengah menjalani pidana penjara.

Sementara Kadafi alias David bersama empat orang yang diduga kurir narkoba ditangkap oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumatra Selatan pada 26 April 2017 dengan barang bukti 10 kilogram sabu dan 30 butir pil ekstasi.

Setelah divonis dengan hukuman 20 tahun penjara, David sempat mendekam di Lapas Serong Palembang sebelum dipindahkan ke Nusakambangan. ***2***

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023