Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof drh Wiku Bakti Bawono Adisasmito, M.Sc., PhD tetap menyarankan masyarakat memeriksakan kondisi ke dokter apabila mengalami gejala COVID-19 seperti demam atau batuk walaupun saat ini sudah endemi.

"Apabila kondisinya positif COVID-19 maka sebaiknya istirahat dulu supaya cepat pulih dan tidak menularkan pada orang lain," kata dia dalam webinar kesehatan, Rabu.

Wiku mengingatkan, pada prinsipnya COVID-19 hingga saat ini masih ada meskipun jumlahnya sudah sangat sedikit dan virus penyebabnya yakni SARS-CoV-2 masih berpotensi untuk bermutasi.

Baca juga: Prof Hinky: Apapun varian COVID-19, prokes belum berubah

Untuk itu, sambung dia, masyarakat tetap perlu waspada terhadap subvarian yang mungkin muncul dan tetap meningkatkan kembali kedisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan sesuai kondisi yang dihadapinya.

Masyarakat juga diimbau agar tetap memperhatikan dan menjalankan protokol kesehatan, serta mendapatkan vaksinasi hingga penguat kedua atau booster kedua untuk meningkatkan perlindungan khususnya bagi mereka yang paling berisiko.

"Dengan melakukan dua hal tersebut diharapkan pemulihan dan transisi COVID-19 dari pandemi ke endemi dapat berjalan lebih lancar, supaya tidak kembali menjadi masalah," pesan Wiku.

Masih dalam webinar yang sama, Anggota Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Dr dr Erlina Burhan, M.Sc, Sp.P(K) menyarankan mereka yang bergejala COVID-19 menjalani pemeriksaan PCR untuk mengonfirmasi kondisinya.

Selanjutnya, mereka yang terkonfirmasi positif sebaiknya segara mengonsultasikannya pada dokter atau tenaga kesehatan guna mendapatkan obat-obat untuk meredakan atau menghilangkan gejala yang ada.

"Kalau demam diberikan obat untuk menurunkan demam, juga untuk batuk dan pilek. Jangan tunggu sesak karena artinya sudah cukup berat, lesi sudah ada di jaringan paru, jadi bukan hanya di saluran nafas," kata dia.

Kemudian, patuhi anjuran terapi dari tenaga kesehatan baik itu berupa obat-obat simtomatis ataupun antivirus yang sebaiknya dikonsumsi sesuai rekomendasi.

"PCR untuk memastikan, lalu fokus pada gejala, obati gejala, kemudian pastikan tanyakan ke dokter masuk golongan mana apa risiko tinggi, derajat penyakit, bisa mempertimbangkan kalau ditawarkan untuk dirawat, konsultasikan ke dokter, apalagi jika pasien punya komorbid," demikian tutur Erlina menyimpulkan.

Baca juga: Pasien COVID-19 tetap harus isolasi diri walau status darurat dicabut

Baca juga: Mata merah jadi gejala subvarian COVID-19 Arcturus

Baca juga: Dinkes: Batuk dan demam jadi gejala dominan COVID-19 di Jakarta

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023