Jakarta, 22/4 (ANTARA) - Program Minapadi sudah cukup lama dikembangkan pemerintah. Kini pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali menggalakkan program Minapadi yang dipadu dengan budidaya udang galah. Program ini disebut UGADI dengan mengoptimalkan fungsi lahan sawah irigasi. Potensi omset usaha Ugadi lebih besar dibandingkan dengan usaha minapadi dengan komoditas lainnya. Omset kegiatan usaha ini mencapai puluhan juta rupiah. Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya (Dirjen PB), Slamet Soebjakto, pada saat panen udang Galah intensif di Sukabumi (Sabtu 20/04).

     Slamet menjelaskan, program Ugadi pada prinsipnya tidaklah berbeda dengan usaha minapadi dengan komoditas ikan mas dan ikan nila yang telah dilakukan oleh pembudidaya. Bedanya hanya pada komoditas yang dibudidayakan yakni udang galah. Minapadi yang dilakukan pada model Ugadi ini adalah minapadi dengan konsep minapadi tumpang sari yaitu dengan menanam padi kemudian setelah umur padi 10 hari barulah dilakukan penebaran benih udang galah dengan kepadatan tebar 5 ekor per meter persegi. Benih padi yang ditanam adalah benih padi INPARI 13 atau INPARA 5. Keunggulan jenis padi ini adalah tahan terhadap genangan air selama pemeliharaan dan juga memiliki masa pemeliharaan tidak jauh berbeda dengan udang galah. “Pemilihan bibit padi yang tidak jauh berbeda masa pemeliharaan ini dimaksudkan agar pembudidaya dapat menikmati hasil yang berlipat karena memiliki dua pendapatan dari penen udang galah dan tanaman padi,” jelasnya.

     Menurut Slamet, perputaran bisnis ugadi ini tidak memakan waktu yang lama. Pasalnya masa pemeliharaan udang galah hanya berkisar 90 hari dengan menggunakan benih seukuran 6 – 8 gram per ekor. Dari percobaan yang dilakukan didapatkan bahwa dari setiap panen dapat dihasilkan sebanyak 100 kilogram udang galah dari 1.000 meter persegi areal persawahan. Sementara padi yang dihasilkan mencapai sekitar 800 kilogram dari 1.000 meter persegi lahan sawah. Benih ditebar sebanyak 5.000 benih udang galah. Salah satu syarat keberhasilan dan kesinambungan usaha perikanan budidaya adalah ketersediaan benih.

     Masalah ketersedian benih tidak menjadi kendala karena saat ini benih Udang galah tersedia melimpah. BBPBAT Sukabumi adalah salah satu pemasok benih udang galah untuk kegiatan minapadi ini. Pada tahun 2012 telah diproduksi benih udang galah sebanyak lima juta ekor benih dengan kualitas terbaik untuk mendukung usaha ini. “Ke depan, BBPBAT akan meningkatkan produksi benih udang galah untuk lebih mendukung dan memperkuat usaha ugadi ini seiring dengan digalakkannya usaha ini di tahun ini,” ujarnya.

     Menurut Slamet, metode Ugadi tidak hanya udang galah saja yang menjadi lebih sehat tetapi juga mampu meningkatkan hasil panen tanaman padi. Saat ini rata-rata produktivitas padi nasional masih berkisar 4,9 ton/ha. Sementara, melalui sistem minapadi, produktivitas padi naik menjadi 7-8 ton/ha. Selain itu, tanaman padi lebih sehat karena tidak perlu menggunakan bahan-bahan pestisida dan bahan-bahan kimia berbahaya dan juga padi tidak mudah terserang hama ataupun penyakit. “Pada tahun 2012 Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mencetak lahan minapadi sebanyak 200.000 ha. Sebanyak 1 % dari target tersebut adalah untuk kawasan Ugadi yakni seluas 2.000 ha.“ jelasnya.

     Slamet menjelaskan, usaha Ugadi merupakan salah satu langkah guna memininalisasi alih fungsi lahan padi. Seperti sudah banyak diketahui bahwa banyak lahan padi yang berubah fungsi dan menggerus lahan sawah yang mengancam ketahanan pangan nasional. Dengan metode ini diharapkan alih fungsi lahan sawah dapat berkurang dan dapat meningkatkan produktivitas pembudidaya dan meningkatkan ketahan pangan nasional.

     Guna mendukung pengembangan budidaya minapadi dengan komoditas udang galah KKP melalui Ditjen Perikanan Budidaya telah membuat kegiatan percontohan ugadi di Banjarnegara dan Sukabumi. Di Banjarnegara, baru-baru ini telah dilaksanakan panen perdana udang galah di kawasan minapadi seluas 1 ha khusus untuk Ugadi. “Begitupun di daerah Sukabumi juga sudah melakukan panen. Dengan keberhasilan kegiatan percontohan ini maka Ugadi sangat layak untuk dikembangkan sebagai salah satu alternative usaha perikanan budidaya,”ujarnya

     Peluang Pasar

     Slamet menegaskan, untuk pasar udang galah hingga saat ini tidak ada masalah. Bahkan permintaan udang galah dalam negeri masih cukup tinggi. Misalnya, Jakarta membutuhkan setidaknya 2 ton perhari. Selain Jakarta, daerah yang membutuhkan pasokan udang galah antara lain Bali, Yogyakarta, dan Bandung. Total pasar udang galah dalam negeri bisa mencapai 20 ton per hari. Diprediksikan, setiap tahun permintaan akan komoditas udang terus meningkat, seiring berkembangnya pariwisata di Indonesia. Apalagi dengan meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara, banyak restoran-restoran yang menyediakan menu udang galah. Selain itu, meningkatnya daya beli masyarakat Indonesia turut mempengaruhi meningkatnya permintaan akan komoditas udang galah. “Harga udang galah di pasar domestik mencapai Rp. 50.000 – 60.000 ribu per kilogramnya. Harga ini bisa menjadi berlipat-lipat jika sudah menjadi hidangan,” ujarnya.

     Selain pasar domestik, tambah Slamet, udang galah juga sangat diminati pasar mancanegara. Pasar udang galah di luar negeri terutama adalah Thailand, Jepang dan Cina. Bagi masyarakat tersebut udang galah merupakan menu yang sangat nikmat dan memiliki nilai protein yang cukup tinggi. Informasi yang didapat bahwa permintaan akan udang galah saat ini cukup tinggi dan belum mampu memenuhi karena masih kurangnya stok yang ada. “para eksportir udang galah bahkan menyampaikan bahwa pasar masih terbuka lebar. Bahkan tidak usah khawatir akan pasarnya karena pasti akan diserap pasar,” ujarnya.


     Budidaya Intensif

     Slamet menambahkan, secara ekonomi usaha budidaya udang galah mempunyai prospek yang cukup menjanjikan karena harga jualnya cukup tinggi dan teknologi budidayanya telah tersedia. Umumnya budidaya udang galah yang dilakukan oleh masyarakat selama ini masih bersifat tradisional dengan tingkat kepadatan tebar yang rendah antara 1 – 5 ekor /m². Budidaya udang galah selain secara tradisional dapat pula dilakukan secara intensif seperti pada budidaya udang windu ataupun vaname. “BBPBAT sudah melakukan kajian budidaya udang galah secara intensif, di mana dengan tingkat kepadatan tebar 50 ekor/m² serta penambahan input teknologi dalam pola pemeliharaannya berupa penambahan kincir air dan penggunaan probiotik secara periodik untuk menjaga kualitas air selama pemeliharaan,” jelasnya.

     Dijelaskan, dari hasil kajian yang telah dilakukan, dengan  kepadatan tebar 50 ekor/m² pada lahan seluas 600 m², dan lama pemeliharaan 3,5 bulan dapat dipanen udang sebanyak 700 kg. Tingkat kelulus hidupan budidaya udang galah secara intensif sebesar 70 % dan FCR 2. Keberhasilan budidaya udang galah secara intensif pada akhirnya akan meningkatkan produksi udang galah sebagai pendukung ataupun subtitusi dari produksi udang windu atau vaname, yang selanjutnya akan bermuara pada peningkatan pendapatan pembudidaya udang galah.

     Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Indra Sakti, SE, MM, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP.0818159705)

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013