"Kami tidak menutup diri untuk mendapat masukan dari berbagai pihak. Sehingga, dapat ditemukan solusi bersama untuk menyelesaikan persoalan yang di hadapi pengusaha dan buruh di perkebunan kelapa sawit,"
Jakarta (ANTARA) - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyatakan dialog pengusaha dan buruh sawit, merupakan upaya mendukung perbaikan hak-hak pekerja.

"Kami tidak menutup diri untuk mendapat masukan dari berbagai pihak. Sehingga, dapat ditemukan solusi bersama untuk menyelesaikan persoalan yang di hadapi pengusaha dan buruh di perkebunan kelapa sawit," kata Ketua GAPKI Bidang Pengembangan SDM Sumarjono Saragih dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia, yang memiliki kontribusi signifikan terhadap devisa negara, penciptaan lapangan kerja, dan pembangunan ekonomi.

Namun, dibalik kesuksesan dan kontribusi tersebut, terdapat praktek-praktek seperti upah murah, ketidakpastian kesejahteraan, dan perlakuan tidak adil terhadap buruh, menjadi perhatian bersama secara serius.

Dia menceritakan perjalanan industri sawit masuk ke Indonesia pertama kali adalah tahun 1848, yang mulanya hanya 4 biji saja. Kemudian, mulai dikomersilkan tahun 1911 di Aceh yang mulanya hanya 30 hektare saja.

"Sampai saat ini sudah ada sekitar 16 juta hektar dan menobatkan Indonesia sebagai penghasil minyak sawit terbesar dunia," ungkapnya.

Hal itu disampaikan Sumarjono dalam acara diskusi bertajuk “Penjajahan Buruh di Perkebunan Sawit, Benarkah?” di Jakarta.

Sumarjono tak menapik adanya pekerjaan rumah yang dihadapi oleh pengusaha. Oleh karena itu kolaborasi multi pihak yang dipimpin oleh pemerintah sangat diperlulan.

"Sawit tersebar di 160 Kabupaten ini masih minim pengawasan. Jadi ada kadang-kadang kelupaan hak dan kewajiban. GAPKI sebagai organisasi pengusaha yang sifatnya sukarela. Oleh karena itu, kita menjadi organisasi yang terbuka. Kita coba sama-sama apa yang bisa dilakukan sesuai tugas masing," jelas dia.

Sementara itu, Koordinator Koalisi Buruh Sawit (KBS) Hotler Parsaoran menyoroti belum adanya data buruh yang baku untuk dijadikan rujukan. Pasalnya, versi GAPKI terdapat 16 juta buruh, Kadin sebanyak 21 juta, KBS sebanyak 20 juta buruh dan pemerintah 16,2 juta buruh.

"Kita belum bisa menemukan data yang bisa menjadi acuan, sebenarnya jumlah buruh berapa orang? Karena itu, ke depannya ada data yang menjadi acuan," jelas dia.

Lebih lanjut, Hotler meengatakan masih adanya praktik kontak yang belum jelas antara pengusaha dengan buruh. Sehingga, pekerjaan yang dilakukan buruh tidak bisa dipertanggungjawabkan.

"Tidak ada kontrak kerja ini mengakibatkan apa yang terjadi antara pekerja dan buruh tidak bisa bertanggung," ungkapnya.

Pewarta: Fauzi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023