Jakarta (ANTARA News) - Terdakwa kasus korupsi pengadaan "driving" simulator uji klinik pengemudi roda dua (R2) dan roda empat (R4) tahun anggaran 2011 mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Irjen Pol Djoko Susilo disebut mengatur pemenang pengadaan proyek simulator.

"Terdakwa menyampaikan kepada ketua pengadaan Teddy Rusmawan bahwa pekerjaan pengadaan simulator R2 dan R4 anggaran 2011 dikerjakan oleh direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto dengan mengatakan "Ted, nanti ndoro Budi aja yang mengerjakan," dan atas penyampaian dari terdakwa Teddy Rusmawan menjawab "Iya Pak"," kata ketua jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi Kemas Abdul Roni dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.

Djoko pada rapat pengadaan simulator R2 dan R4 Januari 2011 memerintahkan agar Kepala Bagian Perencanaan dan Administrasi (Kabag Renmin) Mabes Polri Budi Setyadi agar pengadaan simulator diberikan kepada Budi Susanto.

"Terdakwa menyampaikan kepada Budi Setyadi dengan mengatakan `Pak Kabag (Ndoro) driving simulator diberikan kepada Budi Susanto saja (pengadaannya), selanjutnya Budi Setyadi menjawab `Pak, barangnya Budi Susanto tidak bagus. Kalau bisa spec mengacu driving yang di Singapura,", ungkap JPU Roni.

Djoko pun meminta agar tim berangka ke Singapura sehingga Teddy Rusmawan, Heru Trisasono, Budi Susanto dan Tejo berangkat ke Singapura untuk melihat contoh alat "driving" simulator.

Dari hasil kunjungan diketahui bahwa harga "driving" simulator terlalu mahal sehingga anggaran Korlantas tidak mencukupi, maka Djoko meminta agar spesifikasi teknis simulator disamakan dengan pengadaan pada anggaran 2010 kepada Budi Susanto dan Teddy Rusmawan.

"Nilai harga perkiraan sementara simulator R2 yang ditentukan terdakwa dan Budi Susanto adalah sebesar Rp80 juta per unit dan dibuat Rp79,93 juta untuk menghindari kecurigaan pihak luar Korlantas sedankan untuk simulator R4 ditentukan sebesar Rp260 juta per unit demi menghindari kecurigaan dibuat menjadi Rp258,9 juta per unit," ungkap Roni.

Artinya menurut jaksa terjadi penggelembungan harga (mark up) dengan tiga cara yaitu komponen dihitung dua kali, memasukkan komponen yang sebenarnya tidak digunakan dan menaikkan harga satuan masing-masing komponen.

"Setelah HPS disusun Teddy menyerahkannya kepada Wakil Kakorlantas Polri Didik Purnomo selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk ditandatangi padahal Didik tidak pernah melakukan penyusunan terhdap spesifikasi teknis dan HPS tersebut tapi Didik tetap menandatangani HPS," jelas Roni.

Untuk memuluskan PT CMMA sebagai pemenang lelang, dan seolah-olah dilakukan pelelangan maka Budi Susanto atas sepengetahuan Teddy Rusmawan menyiapkan perusahaan-perusahaan tertentu untuk dijadikan sebagai peserta pendamping dalam proses pelelangan yang diikuti tujuh perusahaan.

Akhirnya PT CMMA ditetapkan sebagai pemenang lelang penyedia barang "Driving" Simulator Uji Klinik Pengemudi R2 dengan nilai kontrak Rp54,45 miliar untuk 700 unit yang harga satuannya Rp77,79 juta.

Padahal setelah Sukotjo melakukan efisiensi perhitungan ternyata harga simulator R2 hanya Rp42,8 juta per uni dan simulator R4 adalah Rp80 juta per unit sudah termasuk biaya pemsangan, pelatihan dan perawatan tapi tidak termasuk biaya pengiriman.

Djoko juga disebut memerintahkan pencairan anggaran untuk pembayaran PT CMMA sebelum pekerjaan pengadaan simulator R2 selesai seluruhnya senilai Rp48,76 miliar pada 16 Maret 2011 padahal pekerjaan belum selesai sepenuhnya.

Sebagai balasan, Djoko mendapatkan Rp32 miliar dari Budi Susanto yang diberikan dalam dua tahap yaitu pada Januari 2011 sebesar Rp2 miliar setelah pencairan modal kerja dan setelah pencairan pembayaran simulator R2.

Satu minggu setelah pencairan anggaran tersebut, Djoko memanggil Bendahara Korlantas Kompol Legimo ke ruangan yang sudah ada Budi Susanto dan Djoko mengakatan pada Legimo "Pak nanti ada titipan, sampeyan jangan pulang dulu sebelum saya pulang,".

"Pada sore hari, Wahyudi selaku staf Budi Susanto datang ke kantor Korlantas menemui Legimo dan menitipkan uang sekitar Rp30 miliar yang dibungkus dalam empat kardus diberikan kepada terdakwa dari Budi Santoso, kepada Legimo dan keesokan harinya Legimo menyerahkan empat kardus tersebut kepada terdakwa," jelas Roni.

Padahal setelah dilakukan pengecekan ke gudang PT CMMA di Bandung pada 24 Maret 2011, ternyata kota untuk menyimpan simulator R2 banyak yang kosong.

Teddy Rusmawan bahkan menjadi marah dan menampar Sukotjo Bambang sehingga sepakat dengan tim pengadaan melaporkan Sukotjo ke polisi dengan tuduhan tindak pidana penggelapan guna menyelamatkan Djoko yang telah memerintahkan melakukan pencairan anggaran pembayaran pekerjaan simulator R2 meski pekerjaan itu belum selesai seluruhnya.

Seperti dalam pengadaan simulator R2, pengadaan simulator R4 pun dapat dicairkan seluruhnya pada 6 Desember 2011 sebesar Rp127,5 miliar meski pada kenyataannya distribusi simulator R4 masih terus dilakukan PT CMMA hingga April 2012.

"Atas perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang perubahan ataas UU No 31 tahun 1999 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP," ungkap Roni.

Ancaman pidana atas perbuatan tersebut adalah pidana penjara 4-20 tahun dan pidana denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

Dan subsider dari pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang perubahan ataas UU No 31 tahun 1999 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

Ancaman pidana atas perbuatan tersebut adalah pidana penjara 1-20 tahun dan pidana denda Rp50 juta hingga Rp1 miliar. (D017)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013