Padang (ANTARA News) - Ratusan kendaraan angkutan barang dan penumpang antar provinsi mengantre hingga enam kilometer di sepanjang jalan lintas Sumatra Bagian Tengah (Sumbagteng) tepat di kawasan Tanah Badantung, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, sedari Selasa siang.

Antrean panjang kendaraan terjadi karena bahan bakar minyak (BBM) jenis solar kosong di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Tanah Badantung, Sijunjung, mengakibatkan kemacetan di lintas Sumbagteng tak terelakan, demikian laporan kontributor Antara dari lokasi, Selasa malam.

Kondisi itu semakin parah akibat belum terlihat pihak aparat keamanan dan dinas perhubungan yang mengurai dan mengatur arus lalu lintas di lintas Sumbagteng itu sehingga kendaraan yang hendak ke Padang dan Jambi merayap.

Keterangan dari kalangan supir truk kendaraan truk dan bus antrean sudah berlangsung Selasa siang atau sekitar pukul 14.00 WIB namun hingga malam belum ada BBM. Antrean truk juga terlihat di SPBU-SPBU di wilayah Kota Padang.

Sudirman (49) salah seorang supir truk menyebutkan antrean terjadi karena stok SPBU habis, sehingga jumlah kendaraan yang menggunakan BBM jenis solar harus menunggu.

Namun, sangat disesalkan BBM jenis solar pada tingkat pedagang pengecer di kawasan itu ternyata ada sementara pihak SPBU berdalih stok mereka habis.

Jika, dipaksakan harus membeli pada tingkat pedagang pengecer harganya cukup tinggi dari yang dipatok SPBU, sementara aparat keamanan acuh tak acuh dengan kenyataan tersebut.

Ia mengatakan, harga solar ditetapkan pedagang pengecer berkisar Rp5.000/liter sehingga pengemudi truk berpikir untuk membelinya.

Kondisi ini, menurut pria yang hendak bertolak ke Padang, sudah hampir sebulan terakhir perjalanan untuk pengangkutan barang semakin panjang waktunya dan menambah biaya.

Sebab, setiap bertepatan dengan antrean di SPBU bisa sampai satu hari harus menunggu dan bahkan ada yang lebih lama, tentu biaya pengeluaran besar dan biaya angkutan barang tak berubah naik.

"Persoalannya bukan berkaitan dengan harga BBM non subsidi tinggi, tapi stok itu sendiri yang sering habis di SPBU, bagaimana harus membelinya," ujarnya.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sumbar Dahnil Aswad secara terpisah dimintai tanggapannya, meminta pihak PT.Pertamina agar mencarikan solusi secara cepat.

Jika, kondisi ini dibiarkan berlama-lama jenis solar selalu kosong dapat berdampak terhadap pergerakan ekonomi masyarakat di daerah.

Pasalnya, semakin sering dan lama waktu truk-truk pengangkut kebutuhan pokok bisa berimbas terhadap barang atau komoditas yang diangkutnya untuk mengimbangi biaya pengeluar di jalanan.

"Kami minta pemerintah dan Pertamina jangan melakukan tindakan pembiaran dan perlu cepat diatasi, supaya tidak berdampak luas terhadap perekonomian masyarakat," ujarnya.

Menurut dia, jika terus berlama-lama terganggu pasokan BBM jenis solar ke tingkat SPBU, bisa memicu gejolak harga kebutuhan pokok dan rawan menimbulkan konflik.

Pihaknya juga meminta aparat keamanan untuk melakukan penertiban terhadap SPBU dan masyarakat yang membeli bahan bakar jenis solar dengan jirigen karena masih tetap berlangsung.

"Kita menyayangkan juga pihak SPBU begitu terbuka dengan pedagang pengecer dalam penjualan solar. Sangat tidak realistis solar habis di SPBU, sementara pedagang pengecer di dekatnya banyak stok di jirigen dan ada indikasi permainan," ujarnya.

Secara terpisah, PT Pertamina menambah pasokan bahan bakar minyak jenis solar untuk stasiun pengisian bahan bakar minyak umum (SPBU) di wilayah Kota Padang.

Penambahan sebanyak 10 hingga 15 persen diberlakukan sejak Senin malam, guna mengatasi antrean truk di SPBU-SPBU yang sudah terjadi sejak sebulan terakhir, kata Sales Manager PT Pertamina Wilayah Sumbar, Zico Wahyudi di Padang.

Tambahan tersebut disampaikan Zico di hadapan puluhan supir dan knek truk, pengusaha angkutan umum dan Ketua DPRD Sumatera Barat (Sumbar), Yultehnil dalam pertemuan menyikapi demo para sopir di gedung DPRD Sumbar, Selasa. (*)

Pewarta: Siri Antoni
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013