Pontianak (ANTARA) - Kepala Divisi Kajian dan Kampanye Walhi Kalbar, Hendrikus Adam mengatakan sebanyak 7.376 hot spot (titik panas) terpantau pada 235 konsesi sawit dan HTI di Kalimantan Barat sepanjang bulan Agustus 2023, namun masih nihil proses hukum terhadap penanggung jawab usaha yang diduga terjadi kebakaran pada konsesinya.

"Secara praktik nihil-nya proses hukum terhadap penanggung jawab usaha yang diduga terjadi kebakaran pada konsesinya bagi kami sangat tidak biasa dan ada kesan terjadi pembedaan perlakuan. Sementara warga yang diduga terlibat karhutla justru lebih sigap diproses hukum dan hal ini kami nilai justeru menjadi presenden buruk bagi upaya penegakan hukum terkait karhutla di Kalimantan Barat saat ini," kata Adam di Pontianak, Minggu.

Dia mengatakan, tingginya indikasi kebakaran pada konsesi sebanyak 7.376 hot spot tersebut hingga saat ini cenderung berbeda respon pemerintah maupun aparat penegak hukum dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2018 dan 2019, misalnya, tindakan penyegelan dilakukan langsung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.

Sementara pada periode saat ini, belum ada konsesi yang diproses secara hukum. Berbeda dengan kasus warga yang diduga terlibat karhutla saat ini, justeru ada yang diproses hukum.

Menurut Adam, presenden tidak baik seperti ini justeru kian menguatkan dugaan bahwa ‘budaya penegakan hukum yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas’ masih dipertontonkan dari institusi yang diharapkan. Karenanya, upaya penegakan hukum karhutla yang berkeadilan oleh aparat penegak hukum masih jauh panggang dari api.

"Situasi ini harusnya menjadi atensi serius Bapak Presiden dan Kapolri. Belum ada terobosan aparat penegak hukum yang patut dibanggakan jika hanya berani memproses warga, namun enggan melakukan penindakan hukum serius terhadap penanggung jawab korporasi yang lahannya terindikasi alami kebakaran," tuturnya.

Lebih lanjut, menurut Hendrikus Adam pihak penegak hukum bukannya malah melakukan tindakan tegas terhadap konsesi yang diduga mengalami kebakaran, namun malah menerbitkan maklumat yang rilis media menegaskan larangan dan sanksi hukum pembakaran hutan dan lahan tanpa pengecualian selama ini.

"Dalam hal ini, larangan juga ditujukan pada para peladang dalam mengusahakan hak atas pangan-nya yang sebetulnya jelas jelas dilindungi UU dan Perda," kata Adam.

Pewarta: Rendra Oxtora
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023