Surabaya (ANTARA News) - Anggota Tim Ahli ITS Surabaya Ir Lily Pudjiastuti MT menyatakan kandungan lumpur panas di lapangan gas yang dikelola Lapindo Brantas Inc di Porong, Sidoarjo tergolong Total Dissolved Solids (TDS) atau Total Bahan Terlarutkan, sehingga sulit dijernihkan. "TDS itu sulit diolah atau dijernihkan, karena itu kami akan mengkaji lagi dampaknya jika dibuang ke air sungai. Kami akan segera menguji dengan ikan dan udang," ujar koordinator tim Studi Amdal Pengembangan/Eksploitasi Lapangan Gas Lapindo Brantas Inc itu kepada ANTARA News di Surabaya, Sabtu. Menurut Sekretaris Pusat Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) LPPM ITS Surabaya itu, penjernihan lumpur berkadar TDS itu dapat saja dilakukan dengan menambahkan zat kimia tertentu, namun hal itu tidak murah secara ekonomis, karena membutuhkan peralatan teknologi. "Kalau lumpur panas itu masuk ke dalam sumur warga, kami masih dapat mengelola secara mudah dan tidak mahal, tapi kalau mau dibuang ke sungai, tentu memerlukan kajian lebih lanjut, terutama pengaruhnya kepada biota di dalam air," ungkapnya. Ia menjelaskan pihaknya sudah mengambil sampel di 29 titik lumpur, namun analisa baru dilakukan di belasan titik lumpur. "Tapi, kandungan chlor-nya memang tinggi sehingga terasa asin dan dapat menimbulkan gatal-gatal jika dipakai untuk mandi, karena kandungan airnya seperti air laut. Air asin juga tidak baik untuk diminum," paparnya. Secara terpisah, ahli pengeboran ITB Bandung Dr Ing Ir Rudi Rubiandini RS mengakui luapan lumpur di sumur eksplorasi Banjar Panji-1 (BJP-1) milik Lapindo Brantas Inc bermula dari luapan air panas dari kedalaman 6.150 hingga 8.500 ft (feet/kaki) yang meluap ke permukaan tanah dengan menggerus pasir dan silt. "Gerusan itulah yang membuat luapan air panas itu berbentuk mirip lumpur dengan kandungan air yang dominan, panas mencapai 90 derajat celsius, dan terasa asin. Istilahnya, formasi saline," ungkapnya. Menurut Ketua Tim Investigasi Independen dari Kementerian ESDM itu, lumpur panas yang diterima masyarakat itu memiliki formasi yang didominasi coarse sand (pasir agak halus), fine sand (pasir halus), dan silt (tepung batu-batuan) yang mengandung hidrocarbon. "Karena itu, lumpur panas yang meluber itu tidak akan merusak tanah dan tanaman dalam jangka panjang. Kalau air sumur tidak bisa diminum, tanaman mati, dan tanah rusak, saya kira wajar, karena air asin memang tidak bisa diminum dan tanaman pun akan mati karenanya," paparnya. Namun, katanya, untuk jangka panjang akan dapat dipulihkan kembali bila lapisan lumpur dan air asin sudah dapat dihilangkan, bahkan lumpur itu bisa dibuat batako. Sementara itu, hasil Laboratorium Forensik (Labfor) Polri Cabang Surabaya menunjukkan lumpur panas dari semburan sumur di Porong mengandung logam berat berlebihan sehingga jika masuk ke tambak akan mematikan mikroorganisme. "Bahan lumpur yang terdeteksi Labfor itu mengandung gas H2S, metana yang berlebihan, clorida dan sulfat yang tinggi. Selain itu ditemukan juga senyawa karbon yang tinggi, dan jika lumpur masuk tambak dan sungai akan mematikan ekosistem di dalamnya," kata Kapolda Jatim Irjen Pol Herman Surjadi Sumawiredja di Mapolda Jatim (30/6). Bahkan, tegasnya, uji laboratoris juga menunjukkan adanya unsur pencemaran akibat adanya beberapa bahan lainnya yang cukup tinggi, seperti Mangan (Mg) dan Zeng (Zn). "Kami akan meneliti lebih jauh lagi, apakah bahan yang ditemukan labfor itu mengandung toksin (racun) terhadap manusia atau tidak. Kami juga menunggu temuan KLH dan tim PBB," tuturnya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006