Undang-undang TPKS sebagai peraturan hukum yang bersifat lex specialis diharapkan bisa menyelesaikan kasus kekerasan yang terjadi di negara ini
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) meminta aparat penegak hukum untuk mengoptimalkan implementasi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

"Undang-undang TPKS sebagai peraturan hukum yang bersifat lex specialis diharapkan bisa menyelesaikan kasus kekerasan yang terjadi di negara ini. Dalam UU TPKS telah diatur pencegahan, penanganan, pemulihan, dan penegakan hukum yang dilaksanakan secara terintegrasi dan komprehensif," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA Ratna Susianawati dalam keterangan, di Jakarta, Kamis.

Hal itu dikatakan Ratna Susianawati dalam rapat koordinasi (rakor) antar lembaga dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.

"Untuk mewujudkan komitmen bersama tersebut, Kementerian PPPA tidak bisa bekerja sendiri, tetapi dibutuhkan peran serta berbagai pihak, termasuk aparat penegak hukum dalam mengawal penanganan dan penegakan hukum kasus kekerasan seksual," katanya.

Baca juga: Penegak hukum didorong miliki sensitivitas tegakkan hukum kasus KDRT

Ratna Susianawati mengatakan dalam menjalankan mandat Undang-undang TPKS, Kementerian PPPA telah menyelenggarakan pelayanan terpadu perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan melalui Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA 129).

Dalam memastikan berjalannya pelayanan terpadu, menurut dia, peran aparat penegak hukum menjadi penting agar kasus dapat ditindaklanjuti secara hukum dan keadilan bisa ditegakkan.

"Kehadiran SAPA 129 menjadi ruang yang terbuka dan ruang aman bagi korban, keluarga, dan masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan," katanya.

Dalam menindaklanjuti aduan kasus kekerasan tersebut, lanjut Ratna Susianawati, sinergi dan koordinasi penanganan tindak pidana kekerasan seksual menjadi penting.

"Salah satunya tercapainya sistem beracara pidana kasus yang cepat dan responsif, karena kasus kekerasan yang dilaporkan harus diberikan pelayanan dalam waktu 1x24 jam. Sehingga tidak ada lagi penundaan dalam menangani kasus kekerasan yang bisa menyebabkan korban takut untuk melapor," katanya.

Baca juga: Lestari Moerdijat: Pemahaman aparat tentukan efektivitas UU TPKS

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023