Beijing (ANTARA) - Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat dan eks menteri luar negeri Dino Patti Djalal menyebut mispersepsi masih menjadi tantangan dalam hubungan antarmasyarakat Indonesia dan China.

"Tantangannya yang paling besar adalah mispersepsi yang saat ini perlu diperbaiki. Contohnya mispersepsi terhadap China untuk beberapa hal seperti masalah buruh, kemudian Natuna, kemudian ada masalah masa lalu dan masalah lainnya," kata Dino Patti Djalal di Beijing, China pada Jumat.

Dino menyampaikan hal tersebut seusai mendapatkan penghargaan dari pemerintah China "Orchid Award" untuk kategori "Friendship Envoy Prize" yang diberikan kepada 6 orang dari berbagai negara yang dinilai ikut berkontribusi membangun relasi masyarakat China dan negara asal penerima penghargaan. Dino menjadi satu-satunya penerima penghargaan dari Indonesia.

"Hal ini yang perlu kita bahas dan perlu melakukan dialog dan pertukaran dengan China, karena kita kan harus 'forward looking', melihat ke depan, harus jelas perspektifnya seperti apa, untuk memperkecil jurang mispersepsi kedua pihak, menurut saya penting dirintis dialog," ujar Dino.

Dino melalui organisasi yang didirikannya Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) pernah menyelenggarakan Survei ASEAN-China pada 2022 yang berjudul Managing Cooperation Amidst Geopolitical Tension dengan menggalang 1.658 suara masyarakat di 10 negara Asia Tenggara, baik dari kategori sipil, akademisi, pelajar, komunitas bisnis, maupun pemerintah.

Salah satu hasil survei tersebut menunjukkan responden kurang percaya dengan China. Ada 40 persen responden yang memilih tak mau menjawab soal rasa kurang percaya dengan China. Hanya 10 persen yang menjawab mereka percaya dengan China.

"Kami sangat aktif untuk mendorong 'people to people contact' termasuk dengan China. Kami ada program 'Halo China' yaitu lomba membuat video, lalu 'Write to China', 'China policy group' dan berbagai kegiatan lain karena kita memang ingin agar ada pemahaman yang lebih baik untuk China sebagai salah satu kekuatan besar di dunia," tambah Dino.

Baca juga: Kunjungan turis China ke Indonesia naik berkali lipat pada 2023

Menurut dia, tidak sulit untuk mencari peserta yang ikut dalam lomba, namun materi dari lomba tersebut cukup menunjukkan masih adanya komunitas yang sensitif terhadap China.

"Misalnya ada peserta perempuan Muslim dari Jawa Tengah yang dia bilang ada banyak kesan tidak baik mengenai China dari komunitasnya, akhirnya dia ikut kegiatan kami dan sekarang dia punya banyak teman orang China seumur dia dan dia ikut dalam berbagai diskusi, jadi pemahamannya dia soal China ada perbedaan, sudah bisa paham bahwa China saat ini berbeda sekali dengan China tahun 1960-1970-an," jelas Dino.

Ia pun berharap agar pemahaman dan pertukaran informasi antara masyarakat China dan Indonesia akan semakin baik pada masa yang akan datang.

Penghargaan "Orchid Award" diberikan kepada 10 tokoh dengan tiga kategori, yaitu "Lifetime Honorary Prize" kepada pengajar musik asal Amerika Serikat sekaligus pendiri Tianjin Juilliard School Joseph William Polisi, "Outstanding Achievement Prize" diberikan kepada sinolog asal Meksiko Flora Botton Beja, penerjemah senior asal Inggris David Ferguson serta mantan Perdana Menteri Mesir Essam Sharaf.

Kategori terakhir adalah "Friendship Envoy Prize" yang diberikan kepada 6 orang yang dinilai ikut berkontribusi membangun relasi masyarakat termasuk Dino Patti Djalal dan sutradara film dokumenter asal Jepang Takeuchi Ryo.

Dalam budaya China, bunga anggrek (orchid) disebut sebagai bunga yang mulia sekaligus menunjukkan nilai integritas.

Lembaga "China International Communication Group selaku penyelenggara pemberian penghargaan menyebut anggrek melambangkan keanggunan, kesucian, dan akhlak mulia, sekaligus mewakili hidup berdampingan yang harmonis, dan bersahabat antara manusia dengan alam, serta antar manusia dengan manusia lainnya.

Baca juga: Perkebunan khusus di China selatan jembatani hubungan China-Indonesia

Baca juga: Luhut harap RI-China semakin erat dukung ekonomi berkelanjutan

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2023