Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat agar menggunakan masker bila berada di lokasi dengan tingkat cemaran udara tinggi.

"Masyarakat juga diimbau untuk selalu memerhatikan informasi kualitas udara terutama dari BMKG, KLHK, dan Dinas Lingkungan Hidup setempat selaku lembaga pemerintah yang berwenang," kata Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan di Jakarta, Senin.

Ia menyampaikan prediksi kualitas udara berdasarkan PM2.5 tanggal 12-14 September 2023 menunjukkan di wilayah Jawa terdapat beberapa kabupaten/kota yang mencapai konsentrasi PM2.5 kategori tidak sehat, yakni Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat bagian barat.

Ia menambahkan bahwa kualitas udara berdasarkan konsentrasi PM2.5 dalam sepekan terakhir secara umum berada pada kategori sedang hingga tidak sehat.

Baca juga: Ada tiga opsi metode tekan polusi udara di DKI Jakarta

Ia mengemukakan pantauan sebaran gas NO2 atau nitrogen dioksida sebagai indikator polusi udara pada periode 1-10 September 2023 paling banyak di wilayah Jabodetabek, Banten, dan Selat Sunda.

"Gas NO2 dapat digunakan sebagai indikator sumber polutan udara hasil emisi dari penggunaan bahan bakar fosil," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, selain memakai masker dan memerhatikan informasi kualitas udara, BMKG juga mengimbau masyarakat agar tetap menjaga hidup sehat, memperbanyak tanaman hijau, mengatur sirkulasi udara, melakukan pembersihan udara di dalam ruangan, menggunakan transportasi publik, dan menghindari tempat dengan polusi tinggi.

Baca juga: Pemerintah mulai lakukan modifikasi cuaca untuk kurangi polusi udara

Sebelumnya, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi memaparkan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) di Jabodetabek meningkat seiring dengan kenaikan kadar polusi udara.

"Kita tidak bisa bilang cuaca berpengaruh berapa persen, tetapi kita bisa melihat bahwa tren kenaikan kasus ISPA seiring dengan kenaikan kadar polusinya, kalau secara umum, kita punya tren seminggu, mulai Senin (4/9) meningkat dibandingkan dengan minggu lalu," katanya.

Berdasarkan data yang disampaikan Imran, kasus ISPA non-pneumonia (menyerang saluran pernapasan dari tenggorokan hingga ke atas, misalnya batuk) tercatat paling banyak terjadi di Jakarta Timur, mencapai 3.115 kasus pada Selasa (5/9), melonjak dibandingkan Rabu (30/8) yakni 2.419 kasus.

Baca juga: BMKG : Sejumlah faktor pengaruhi penurunan kualitas udara Jakarta

"Hingga saat ini, proporsi kasus ISPA secara keseluruhan masih didominasi usia produktif (17-50 tahun)," katanya.
 

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023