Jakarta (ANTARA) - Komisi Yudisial (KY) berkomitmen untuk memperhatikan jaminan keamanan hakim dan persidangan di Indonesia, sebagaimana tugas yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial.

Ketua KY Amzulian Rifai mengatakan hal itu saat membuka seminar internasional dengan tema "Mewujudkan Independensi Peradilan Melalui Jaminan Keamanan Hakim dan Persidangan" di Jakarta, Selasa.

“Komitmen dalam memastikan adanya jaminan keamanan hakim dan persidangan dalam rangka mewujudkan independensi peradilan terus dilakukan, seminar internasional pada hari ini merupakan salah satu bukti komitmen KY terkait itu,” kata Ketua KY.

Saat memberi sambutan, dia juga menjelaskan bahwa KY telah melakukan observasi Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 5 dan Nomor 6 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan di Lingkungan Pengadilan.

“Observasi pemetaan penerapan sistem keamanan persidangan dan pengadilan ini ditujukan terhadap kondisi faktual dan melihat sejauh mana pengadilan telah menerapkan dan/atau melengkapi infrastruktur penunjang sistem keamanan,” katanya.

Amzulian menjelaskan observasi tersebut dilakukan pada Maret hingga Oktober 2022 pada pengadilan tingkat pertama Kelas 1A khusus dan/atau Kelas 1A pada tiga lingkungan peradilan yang totalnya mencapai  51 pengadilan.

“Rinciannya, Pengadilan Negeri sejumlah 19, Pengadilan Agama sejumlah 18, dan Pengadilan Tata Usaha Negara sejumlah 14,” kata Amzulian.

Berdasarkan siaran pers dari Pusat Analisis dan Layanan Informasi KY, observasi tersebut menemukan bahwa sekitar 70 persen pengadilan di Indonesia telah memenuhi standar protokol keamanan, sesuai dengan yang digariskan oleh PERMA Nomor 5 dan Nomor 6 Tahun 2020.

Namun begitu, KY menyatakan pengaturan lanjutan masih diperlukan untuk memperjelas penerapan standar protokol keamanan tersebut pada level implementasi. KY juga meminta pengadilan menuangkan standar protokol keamanan pada level standar operasional prosedur (SOP) berdasarkan tingkat kerawanan yang ada.

“Masalah pokok lainnya adalah terkait sumber daya manusia dan anggaran,” demikian dikutip dari siaran pers tersebut.

Hadir sebagai narasumber dalam seminar internasional KY, antara lain Supreme Court of the Philippines, Jose Midas P. Marquez; Resident Legal Advisor Malaysia, Aaron Lucoffil; Profesor dari University of South Australia, Warwick T. (Rick) Sarre; dan United States Marshals Service John R. Seagreaves.

Pemilihan narasumber dari Amerika Serikat sebagai percontohan negara yang sudah memiliki sistem pengamanan persidangan yang mapan. Kemudian, narasumber dari Malaysia dipilih karena telah menetapkan sistem keamanan hakim dan peradilan yang mengadopsi sistem US Marshals Services yang disesuaikan dengan kondisi di Malaysia.

Sementara itu, Filipina merupakan negara yang relatif baru dalam pembentukan lembaga pelaksana keamanan hakim dan persidangan. Australia dipilih untuk memberikan konteks perlindungan atau keamanan hakim yang dilaksanakan tetap harus memperhatikan transparansi dan akuntabilitas hakim maupun peradilan.

Menurut Amzulian, Indonesia bisa mengambil referensi dari keempat negara yang diwakili oleh narasumber untuk penyusunan model dan sistem keamanan hakim dan persidangan yang lebih baik.

“Untuk mendapatkan masukan terkait dengan strategi penyusunan model dan sistem keamanan hakim dan persidangan, maupun rumusan rekomendasi tentang sistem perlindungan hakim dan persidangan dengan tetap menjunjung prinsip independensi dan mengedepankan integritas hakim,” kata dia.
Baca juga: KY serap "best practice" Filipina hingga AS perkuat pengamanan hakim
Baca juga: KY hadir meningkatkan kepercayaan terhadap pengawasan kinerja hakim
Baca juga: KPK-KY teken MoU perkuat sinergitas antikorupsi sektor peradilan

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023