Jakarta Timur menjadi daerah dengan jumlah kasus terbanyak dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Jabodetabek.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menemukan penurunan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) pneumonia dan non-pneumonia pada beberapa hari terakhir saat data tersebut diambil (6-10 September 2023).
 
"Kita melihat setelah adanya mitigasi Dinas Kesehatan DKI, kasusnya mulai menurun. Meskipun masih tinggi, tapi sudah menunjukkan adanya penurunan," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi dalam seminar tata laksana klinis penyakit terkait polusi udara di fasilitas pelayanan kesehatan yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
 
Imran mengatakan penurunan tersebut ditandai dengan adanya penurunan dari 16.788 kasus ke 15.193 kasus, kemudian ke 12.317 kasus, lalu ke 8.419 kasus, hingga mencapai 3.189 kasus ISPA non-pneumonia secara berturut-turut sejak 6-10 September lalu.
 
Adapun untuk ISPA pneumonia, dia menambahkan ditandai dengan adanya penurunan dari 452 kasus ke 428 kasus, kemudian ke 289 kasus, lalu ke 274 kasus, hingga mencapai 61 kasus secara berturut-turut sejak 6-10 September lalu.

Baca juga: Dokter RSCM: Polusi tidak langsung sebabkan ISPA

Baca juga: Kenaikan ISPA pada balita di Jakarta masih tertangani Puskesmas
 
"Jakarta Timur menjadi daerah dengan jumlah kasus terbanyak dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Jabodetabek," ucap Imran.
 
Menurut dia, salah satu penyebab turunnya jumlah kasus ISPA di Jabodetabek adalah dengan dibentuknya Satuan Tugas  Pengendalian dan Pencemaran Udara Wilayah Jabodetabek serta Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Polusi Udara (PPRPU) Kemenkes yang telah berhasil melakukan sejumlah upaya mitigasi terhadap dampak buruk polusi udara.
 
Oleh sebab itu, dia mendorong berbagai upaya bersama yang telah dilakukan oleh sejumlah pihak dalam menangani dampak buruk dari polusi udara.
 
"Termasuk di antaranya adalah razia untuk uji emisi, saya kira kalau dilakukan terus menerus akan memberikan dampak yang lebih banyak," kata Imran Pambudi.*

Baca juga: DKI disarankan beri susu tambahan bagi korban polusi udara

Baca juga: DKI Jakarta belum darurat penyakit akibat polusi udara

Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023