Jakarta (ANTARA) - Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia, yaitu 95.181 kilometer, dengan luas perairan 5,8 juta kilometer persegi.

Lebih dari 70 persen wilayah Indonesia merupakan perairan dengan 17.504 pulau yang tersebar. Kondisi geografis tersebut membuat sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya dari hasil laut.

Letak Indonesia yang berada di tengah segitiga terumbu karang membuat negara ini dianugerahi kekayaan hayati laut. Ada lebih dari 2.000 jenis ikan karang ditemukan di bumi pertiwi.

Pada tahun 2022, Kementerian Kelautan dan Perikanan melaporkan produksi perikanan Indonesia menyentuh angka 24,85 juta ton. Angka tersebut terdiri dari 16,87 juta ton hasil perikanan budi daya dan 7,99 juta ton perikanan tangkap.

Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), bahkan mencatat Indonesia sebagai negara kedua penghasil produksi perikanan tangkap di dunia setelah China.

Bahkan, saat pandemi COVID-19 merebak di dunia, nilai ekspor perikanan Indonesia di 2020 tumbuh 5,7 persen dibanding 2019.

Ekspor perikanan Indonesia pada 2020 menyentuh 5,2 miliar dolar AS dan kembali naik pada 2022, dengan total nilai ekspor perikanan mencapai 6,24 miliar dolar AS.

Keberagaman hayati laut dan tingginya produksi membuat perikanan Indonesia tampil gagah di kancah internasional.


Ekspor produk perikanan

"Indonesia Seafood: Naturally Diverse" merupakan slogan yang dibangun untuk menggambarkan keberagaman ikan di Indonesia yang berpotensi besar untuk diekspor ke berbagai belahan dunia.

Sepanjang tahun 2017-2021, volume ekspor hasil perikanan Indonesia secara rata-rata naik sebanyak 3,25 persen per tahun.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat bahwa udang, rumput laut, dan tuna-tongkol-cakalang merupakan komoditas yang paling banyak diekspor pada 2021.

Pada 2021 sebanyak 250.715,4 ton udang, 225.612,2 ton rumput laut, dan 174.764 ton tuna-tongkol-cakalang diekspor ke berbagai negara.

Nilai ekspor perikanan Indonesia pada 2021 mampu menyentuh angka 5,7 miliar dolar AS.

Sebanyak 39 persen dari nilai ekspor tersebut, merupakan kontribusi ekspor komoditas udang yang tercatat 2,2 miliar dolar AS.

Data tersebut menunjukkan bahwa udang merupakan komoditas perikanan favorit dari Indonesia.

Indonesia Program Director Sustainable Fisheries Partnership (SFP) Dessy Anggraeni menjelaskan bahwa tren permintaan pasar global untuk produk perikanan terus meningkat, terutama di negara-negara Amerika Utara, Eropa bagian utara, Jepang, dan berbagai negara di Asia lainnya.

Kualitas dan keamanan produk perikanan merupakan kunci untuk bersaing di pasar internasional dalam rangka meningkatkan nilai ekspor.

Produk perikanan Indonesia juga harus bisa menunjukkan bahwa produk ini dihasilkan dari perikanan yang dikelola secara berkelanjutan (sustainable) dan dapat ditelusuri (traceable).

Tren permintaan produk perikanan yang dikelola secara berkelanjutan sudah mulai meningkat di pasar Amerika Utara dan Eropa bagian utara.

Saat ini, banyak negara mementingkan pengelolaan perikanan berkelanjutan guna memastikan populasi perikanan dapat bertahan untuk generasi di masa depan.


Peningkatan ekspor

Data dari KKP menunjukkan bahwa Amerika Serikat, China, dan Jepang merupakan negara tujuan ekspor utama berdasarkan nilai ekspor perikanan pada 2021.

Nilai ekspor perikanan Indonesia ke Amerika Serikat pada 2021 saja tercatat 2,5 miliar dolar AS.

Secara nilai, ekspor perikanan Indonesia ke negeri Paman Sam rata-rata naik sebesar 9 persen setiap tahunnya dalam kurun waktu 2017-2021.

Indonesia memastikan pemenuhan syarat yang diberlakukan negara tujuan ekspor, seperti jaminan mutu produk dan jaminan pengelolaan perikanan berkelanjutan yang saat ini banyak menjadi syarat di pasar global.

Tidak jumawa akan produk perikanan yang laris manis di pasar internasional, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menempuh berbagai upaya guna memaksimalkan potensi ekspor.

Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP mencatat bahwa penurunan tarif bea masuk di negara importir merupakan salah satu cara meminimalisir hambatan ekspor perikanan dari Indonesia.

Komoditas yang paling banyak diekspor ke Amerika Serikat merupakan udang, utamanya jenis vaname yang menjadi primadona.

Sebagai komoditas primadona, ekspor udang ditargetkan meningkat sampai 2,5 kali lipat hingga 2024.

Guna mendukung target tersebut, pada November mendatang KKP bekerja sama dengan Swiss Import Promotion Program (SIPPO) menggelar Foreign Buyers Mission.

Kegiatan tersebut mengundang pembeli potensial komoditas udang dari berbagai negara untuk bisa melihat langsung unit pengolahan udang di Tanah Air.

Dari kegiatan tersebut akan ada kerja sama yang tentunya dapat membuka akses dan meningkatkan ekspor Indonesia.

Promosi untuk berbagai komoditas perikanan lainnya semakin gencar digelorakan melalui keikutsertaan Indonesia di berbagai pameran internasional.

Pada Maret lalu, Indonesia berpartisipasi dalam Seafood Expo North America (SENA) di Boston, Amerika Serikat, untuk memperkuat pasar ekspor dan promosi produk perikanan Indonesia ke lebih dari 50 negara yang hadir.

Penguatan branding perikanan Indonesia dilanjutkan di pameran internasional lainnya yang digelar di Barcelona dan Shanghai.

Pada ajang World Seafood Shanghai (WSS) 2023 yang digelar Agustus lalu, ikan layur dari Indonesia mampu menarik perhatian para pengunjung.

Bahkan, total transaksi yang dibukukan Indonesia pada ajang tersebut senilai 15,6 juta dolar AS. Angka tersebut lebih tinggi dari target yang ditetapkan senilai 10 juta dolar AS.

Tidak hanya sekadar bisnis, ekspor perikanan Indonesia yang laris manis tidak lepas dari pengelolaan yang berkelanjutan guna mencegah potensi biota menjadi krisis. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menyejahterakan rakyat telah menunjukkan hasil yang bisa dinikmati oleh masyarakat.


 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023