Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak negara-negara anggota kelompok G20 menghentikan kecanduan kepada bahan bakar fosil dan tak menambah produksi batu bara.

Guterres juga meminta G20  memperhatikan temuan Badan Energi Internasional (IEA) yang menyatakan izin baru untuk eksplorasi minyak dan gas  yang mereka keluar tidak sesuai dengan upaya mempertahankan batas kenaikan iklim 1,5 derajat sesuai Perjanjian Iklim Paris.

"Negara-negara G20 bertanggung jawab atas 80 persen terjadinya emisi gas rumah kaca,” kata Guterres dalam laman PBB yang dipantau dari Jakarta, Rabu.

Guterres menyampaikan hal itu dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-78 di New York pada Selasa waktu Amerika Serikat.

"Untuk mempertahankan peluang membatasi kenaikan suhu global, kita harus menghentikan secara bertahap penggunaan batu bara, minyak dan gas, dalam cara yang adil dan merata, serta  secara besar-besaran meningkatkan energi terbarukan,” kata Guterres.

Guterres menyebut semua langkah itu sebagai satu-satunya cara yang membuat energi terbarukan terjangkau untuk semua orang dan terpenting lagi warga Afrika yang masih kekurangan listrik.

Baca juga: Indonesia lobi 23 negara untuk keanggotaan Dewan HAM PBB dan OECD

“Jika perusahaan-perusahaan bahan bakar fosil ingin menjadi bagian dari solusi ini, maka mereka harus memimpin transisi menuju energi terbarukan," kata dia.

"Tidak ada lagi produksi yang mencemari lingkungan. Tidak ada lagi solusi palsu. Tidak ada lagi pendanaan untuk menolak (perubahan) iklim," tegas Guterres.

Guterres menyatakan negara-negara maju harus mencapai target nol emisi pada 2040, sedangkan negara-negara berkembang bisa melakukannya pada 2050.

Dia menyatakan dunia tidak boleh saling mengkambinghitamkan dan saling menunggu pihak lain mengambil langkah menjawab perubahan iklim.

"Kepada semua yang bekerja, bergerak dan memperjuangkan aksi nyata perubahan iklim, saya ingin Anda tahu bahwa Anda berada di jalur sejarah yang benar dan saya mendukung Anda," pungkas Guterres.

Baca juga: PBB akan ajukan ide untuk Agenda Baru untuk Perdamaian

Pewarta: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2023