Dinas Pariwisata Kulon Progo menciptakan layanan informasi tentang sektor pariwisata yang dapat mengakomodasi kebutuhan penyandang disabilitas.
Kulon Progo (ANTARA) - Pascapandemi COVID-19, Dinas Pariwisata Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, bergerak cepat untuk meningkatkan dan memperluas pelayanan serta mempercepat pemulihan ekonomi sektor pariwisata dengan mengembangkan Gerakan Sambanggo, salah satunya wisata inklusif.

Gerakan Sambanggo tersebut mengembangkan pariwisata Kulon Progo yang inklusif sehingga dapat diakses oleh banyak orang dengan berbagai kondisi, termasuk wisatawan dengan disabilitas. Dengan dikembangkannya pariwisata inklusif, harapannya dapat semakin meningkatkan citra pariwisata Kulon Progo yang ramah bagi kaum disabilitas.

Sambanggo bisa merupakan akronim dari "sambang monggo" atau "Sambang Kulon Progo", yang kedua makna tersebut mengarah ajakan mengunjungi Kulon Progo.

Kepala Dinas Pariwisata Kulon Progo Joko Mursito menyatakan konsep wisata inklusif adalah wisata yang ramah terhadap penyandang disabilitas, yang secara teknis dapat diwujudkan dengan meningkatkan pelayanan berupa pengenalan informasi mengenai objek wisata yang dikelola oleh desa wisata di Kulon Progo. Desa wisata merupakan pengembangan daerah yang menjadikan desa sebagai destinasi wisata. Pengelolaan seluruh daya tarik wisata yang diharapkan dapat memberdayakan masyarakat desa itu sendiri. Wisatawan penyandang disabilitas juga berhak merasakan keindahan-keindahan yang dimiliki masyarakat.

Namun demikian, permasalahan objek-objek wisata yang dikelola oleh desa wisata tidak memiliki keterjangkauan yang mudah. Utamanya untuk wisatawan disabilitas. Selain itu, sampai saat ini belum ada desa wisata yang mengembangkan objek wisata yang ramah disabilitas. Sebuah layanan yang dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai keindahan objek wisata di desa wisata bagi penyandang disabilitas, utamanya bagi tunanetra dan tunarungu.

Atas persoalan tersebut, Dinas Pariwisata Kulon Progo menciptakan layanan informasi tentang sektor pariwisata yang dapat mengakomodasi kebutuhan penyandang disabilitas.


Wisata virtual disabilitas

Inovasi wisata inklusif yang digagas Dinas Pariwisata Kulon Progo ini didukung dengan penggunaan teknologi maju, berupa perangkat virtual reality (VR), augmented reality, dan penggunaan huruf braille. Dua perangkat tersebut pada dasarnya berisikan tentang informasi terkait berbagai desa wisata yang mengelola objek wisata di Kulon Progo.

Dalam tampilan virtualnya, terdapat berbagai informasi berupa narasi tentang desa wisata dengan berbagai objek wisata yang dipandu oleh tokoh virtual bernama Geblek dan Sengek. Dua tokoh virtual tersebut merupakan tokoh ikonik dalam Program Wayang Wisata Istimewa yang keberadaannya sudah banyak diketahui masyarakat Kulon Progo.

Dengan berjalannya program tersebut, objek-objek wisata yang ada di Kulon Progo diklaster sesuai keterjangkauan. Hal tersebut dengan membuat tanda pada beberapa objek wisata berdasarkan tingkat keterjangkauan, baik yang mudah diakses maupun sulit dijamah oleh wisatawan penyandang disabilitas.

Beberapa tanda yang dibuat untuk mengukur keterjangkauan, antara lain: pertama, warna hijau yang menerangkan jika desa wisata dengan objek wisata dapat dijangkau oleh penyandang disabilitas.

Kedua, warna kuning menerangkan bahwa objek wisata dengan berbagai objek wisata tersebut masih dapat dijangkau penyandang disabilitas, namun membutuhkan pendampingan.

Ketiga, warna merah digunakan untuk menginformasikan jika desa wisata dengan berbagai objek wisata tidak mungkin atau sangat sulit untuk dijangkau penyandang disabilitas. Tiga penanda tersebut bisa dilihat oleh wisatawan yang mengalami disabilitas menggunakan virtual reality (VR).

Inovasi tersebut membuat wisatawan penyandang disabilitas dapat mempunyai pengetahuan baru tentang objek wisata. Selain itu, wisatawan penyandang disabilitas mendapatkan gambaran yang utuh mengenai desa wisata dengan berbagai objek wisata yang dapat dikunjungi secara virtual.


Layanan ITIC
​​​​​​​

Dinas Pariwisata Kulon Progo menyiapkan layanan Inclusive Tourism Information Center (ITIC). Fasilitas ini dibangun di kompleks Kantor Dispar Kulon Progo yang dioperasi pada Oktober ini. Program ini juga diperkuat dengan regulasi. Lembaga dan komunitas disabilitas pun digandeng untuk menyempurnakan program layanan wisata inklusif ini.

Dinas pariwisata juga telah menyiapkan pemandu khusus bagi wisatawan disabilitas. Pemandu wisata khusus ini telah mendapatkan pelatihan bahasa isyarat hingga cara memandu yang baik bagi penyandang disabilitas.

Salah satu komunitas yang dilibatkan adalah National Paralympic Committee (NPC). Komunitas tersebut merespon positif program yang diusung Dinas pariwisata tersebut. Selama ini, pilihan destinasi wisata bagi disabilitas sangatlah terbatas sehingga kaum disabilitas harus memilah sendiri mana destinasi yang sekiranya nyaman dikunjungi.

Inovasi wisata inklusif ini diharapkan menjadi tujuan utama bagi wisatawan penyandang disabilitas. Wisatawan disabilitas disuguhkan berbagai objek wisata secara virtual.


Desa wisata

Desa wisata yang berkembang di Kulon Progo sebanyak 24 lokasi, yakni Desa Wisata Jatimulyo, Desa Wisata Nglinggo, Desa Wisata Kalibiru, Desa Wisata Sermo, Desa Wisata Tinalah, Desa Wisata Sidorejo, Desa Wisata Menoreh, Desa Wisata Banjaroya, Desa Wisata Bajarasri, Desa Wisata Purwosari. Selanjutnya, Desa Wisata Dekso, Desa Wisata Widosari, Desa Wisata Glagah, Desa Wisata Hargotirto, Desa Wisata Tuksono, Desa Wisata Sukoreno, Desa Wisata Jatirejo, Desa Wisata Gulurejo dan Desa Wisata Hargomulyo.

Setiap desa wisata yang berkembang di Kulon Progo memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan potensi lokal. Desa wisata yang berada di wilayah kawasan Bukit Menoreh yang meliputi Kecamatan Kokap, Girimulyo, Samigaluh, dan Kalibawang menawarkan keindahan alam pegunungan yang dibalut dengan kebudayaan lokal, baik kesenian lokal hingga makanan lokal.

Desa wisata yang di kawasan Bukit Menoreh bisa masuk kategori tanda kuning dan tidak dapat dikunjungi, yakni bisa dikunjungi wisatawan penyandang disabilitas dengan pendampingan khusus. Contoh desa wisata yang masuk kategori tidak dapat dikunjungi wisatawan disabilitas, yakni Desa Wisata Widosari, Desa Wisata Kalibiru dan Desa Wisata Tinalah. Lokasinya berbukit-bukit dan rawan untuk dinikmati bagi mereka.

Wilayah tengah dan selatan, mayoritas desa wisata masuk kategori hijau atau dapat dikunjungi wisatawan penyandang disabilitas. Contoh, Desa Wisata Glagah. Lokasinya ada di dataran yang tidak terjal.


Pemicu pertumbuhan 

Hal yang tidak dapat ditarik dalam inovasi ini, yakni Dinas Pariwisata Kulon Progo melalui objek wisata yang dikelola dan didampingi menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi masyarakat pascapandemi COVID-19.

Data Statistik Kepariwisataan DIY 2018-2022 menyebutkan terjadi penurunan jumlah wisatawan di daya tarik wisata Kabupaten Kulon Progo pada 2020 dan 2021. Penurunan jumlah wisatawan tersebut terlihat setelah 2019.

Pada 2018, jumlah kunjungan wisatawan sebanyak 1.969.623 jiwa, meningkat pada 2019 menjadi 2.036.170 jiwa di seluruh daya tarik wisata di Kulon Progo. Setelah itu, karena mulai pandemi, kunjungan wisatawan turun drastis. Pada 2020, kunjungan wisatawan sebanyak 966.432 jiwa, kemudian pada 2021 turun menjadi 906.301 jiwa. Pertumbuhan ekonomi Kulon Progo pada 2022 sebesar 6,57 persen.

Untuk itu, Dinas Pariwisata Kulon Progo menggenjot jumlah wisatawan yang masuk ke Kulon Progo pascapandemi COVID-19. Jumlah wisatawan yang masuk ke Kulon Progo pada 2022 sebanyak 1.561.438 jiwa. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa menurunnya kunjungan wisatawan pada pandemi COVID-19 dapat diantisipasi dinas pariwisata.

Artinya, sektor pariwisata mampu bangkit pascapandemi COVID-19 dan membangkitkan ekonomi masyarakat Kulon Progo.










 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023