• Survei Docquity mengungkap, tingkat partisipasi dokter dalam sesi belajar digital lebih tinggi dari sesi tatap muka (3,9 versus 3,0 kali per bulan)
  • Kendati dokter terbagi dalam dua kelompok menurut preferensi belajar—kelompok dokter yang lebih memilih sesi belajar digital dan tatap muka—namun, kedua kelompok ini tetap berpartisipasi dalam sesi belajar digital terlepas dari pola interaksi masing-masing. 
Singapura (ANTARA/PRNewswire)- Meski masyarakat telah kembali berinteraksi secara tatap muka, 91,1% dokter di Asia Tenggara masih mengikuti sesi belajar digital. Hal ini dapat dilihat dalam "Docquity Pulse Check 2023: Decoding a Doctor's Learning and Engagement Habits" yang baru saja dirilis. Riset ini mengungkap, tingkat partisipasi dokter di Asia Tenggara dalam sesi belajar digital mengalami peningkatan (3,9 kali per bulan) dibandingkan sesi belajar tatap muka (3,0 kali per bulan).

Sebagai jaringan digital terbesar di Asia Tenggara yang mencakup lebih dari 400.000 dokter, menghubungkan dua dari setiap tiga dokter di kawasan ini, Docquity menganalisis kebiasaan dan preferensi belajar dokter, interaksi antar sejawat, serta interaksi dokter dengan perusahaan farmasi dan produsen alat medis.

Berdasarkan survei yang berlangsung pada Maret-Mei 2023, serta melibatkan lebih dari 2.500 dokter umum dan spesialis di Asia Tenggara, riset menunjukkan, para dokter kini terbagi dalam dua kelompok menurut preferensi metode belajar—kelompok dokter yang lebih banyak memilih sesi digital dan sesi tatap muka. Namun, tidak satu pun dari kedua kelompok tersebut semata-mata memilih sesi daring (online) atau luring (offline). Hal ini terjadi sebab kelompok dokter yang lebih memilih sesi tatap muka juga memiliki angka partisipasi yang serupa dengan kelompok dokter yang lebih memilih sesi digital pada aplikasi Docquity. Meski demikian, kelompok dokter yang pertama menghabiskan lebih sedikit waktu pada aplikasi Docquity, sedangkan, kelompok yang lebih memilih sesi digital bersikap fleksibel dan berpartisipasi dalam saluran interaksi industri yang berbeda-beda.

"Solusi digital tetap menjadi metode menarik bagi dokter untuk mengatasi kendala sistem kesehatan yang lama di Asia Tenggara, termasuk hambatan akses dan sarana," ujar Indranil Roychowdhury, CEO dan Salah Satu Pendiri Docquity. "Survei kami pada 2023 mengungkap, alih-alih mempertimbangkan gaya belajar dan interaksi dokter, lewat media digital atau tatap muka, industri kesehatan harus menyambut baik kombinasi dari kedua format tersebut, serta memanfaatkan teknologi digital guna menjangkau dua kelompok dokter tersebut secara efektif."

Praktik, sesi belajar, dan kolaborasi digital mempermudah industri kesehatan

Ketika rasio dokter-pasien di Asia masih berada di bawah rata-rata rasio OECD[1], 75,2% dokter di Asia Tenggara memperkirakan, layanan konsultasi jarak jauh akan terus meningkat pada tahun depan.

Docquity menilai, pertumbuhan layanan kesehatan digital sejalan dengan pola belajar dokter. Misalnya, saat berhadapan dengan pilihan metode belajar kombinasi (hybrid learning), mayoritas dokter di Asia Tenggara (65,9%) memilih berpartisipasi secara digital. Di tengah kesibukan kerjanya, lebih dari setengah dokter (52,9%) cenderung memilih metode belajar digital berkat konten on-demand yang memberikan kemudahan.

Jaringan antar sejawat digital (digital peer-to-peer network) turut berperan mengatasi stres kerja yang dialami tenaga kesehatan. Docquity mengungkap, dokter di Asia Tenggara saling berinteraksi setiap hari atau lebih sering, dan 48,4% interaksi ini berlangsung secara virtual. Kondisi pasien menjadi topik utama (60,4%) dalam interaksi ini, sedangkan, dukungan sosial (20,4%) juga menempati daftar topik yang paling sering dibahas dokter.

Metode interaksi yang efektif di industri kesehatan harus memadukan format digital dan tatap muka

Menurut riset Docquity, preferensi belajar menunjukkan saluran interaksi yang dipilih dokter. Seperti yang tecermin dari angka partisipasi kedua kelompok dokter pada aplikasi Docquity bahwa preferensi ini tidak bersifat eksklusif, metode interaksi dokter dengan pelaku industri kesehatan juga menunjukkan tren penting. Meski kelompok dokter yang lebih memilih sesi tatap muka memiliki kecenderungan sebesar 80,6% terhadap metode interaksi tatap muka dengan staf perusahaan di industri kesehatan, kelompok dokter yang lebih memilih sesi digital bersikap fleksibel antara metode interaksi daring (56,9%) dan luring (43,1%).

Dokter menilai, interaksi yang berlangsung pada beragam saluran tersebut pada umumnya bermanfaat, dan memberikan skor 7,1 dari 10. Menurut mayoritas dokter, mereka berinteraksi dengan staf perusahaan di industri kesehatan lewat saluran digital, minimum 50% dari seluruh waktu kerjanya.

"Hasil survei ini menunjukkan, sektor layanan kesehatan kini telah mengalami digitalisasi," jelas Roychowdhury. "Pesatnya pangsa pasar layanan digital dan preferensi belajar dokter mencerminkan peluang besar bagi perusahaan yang bergerak di industri kesehatan untuk meningkatkan mutu interaksi dengan dokter. Maka, kalangan perusahaan ini dapat memaksimalkan metode interaksi daring guna melengkapi metode interaksi tatap muka."

Informasi yang lebih detail tentang survei ini, berkaitan dengan topik utama seputar pola belajar dokter, interaksi antar sejawat, dan peluang interaksi bagi pelaku industri kesehatan, tersedia dalam laporan selengkapnya di tautan berikut. Laporan survei di setiap negara tersedia sebagai Lampiran. 

Tentang Docquity, https://docquity.com/

Docquity adalah komunitas tenaga kesehatan terverifikasi yang terbesar dan tepercaya di Asia Tenggara. Dengan visi menghubungkan berbagai tenaga kesehatan, Docquity ingin menciptakan kehidupan yang lebih sehat di seluruh dunia dalam skala luas. Docquity membantu tenaga kesehatan untuk belajar, berjejaring, dan berkembang. Docquity juga berkolaborasi dengan berbagai perusahaan untuk melibatkan dan mengedukasi tenaga kesehatan, serta memperoleh analisis tentang pekerjaan mereka.

Lebih dari 400.000 tenaga kesehatan telah bergabung dalam platform dan kantor Docquity di India, Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Taiwan. 

[1] OECD. (2022). Health at a Glance Asia/Pacific 2022. OECD iLibrary


Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2023