Jakarta (ANTARA) -
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendorong Pemerintah Republik Indonesia untuk menjajaki potensi kerja sama dengan Korea Selatan dalam memenuhi energi baru dan terbarukan (EBT) di Tanah Air.
 
Dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Kamis, Bamsoet mengatakan kerja sama dalam pemenuhan EBT yang dapat dijajaki, yakni pengembangan energi nuklir dan energi air.
 
"Indonesia memiliki banyak sungai dengan aliran deras berpotensi dikembangkan menjadi PLTA mencapai 75.000 megawatt (MW)," kata Bamsoet.
 
Hal ini disampaikan Bamsoet usai mengunjungi Korea Hydro and Nuclear Power Co LTD (KHNP), di Korea Selatan, Kamis waktu setempat.
 
Ketua DPR RI Ke-20 itu menjelaskan Pemerintah Indonesia dapat menjajaki kerja sama dengan Korea Selatan dalam pengembangan energi nuklir dan energi air melalui KHNP.
 
Dia menjelaskan KHNP telah melakukan kerja sama dengan 29 negara dunia, antara lain membangun empat reaktor nuklir di Uni Emirat Arab (UEA), tiga reaktor sudah berfungsi, dan satu reaktor dalam pembangunan yang nantinya akan memenuhi sekitar 25 persen kebutuhan energi UEA.
 
KHNP juga bekerja sama dengan Mesir dan Ceko untuk membangun turbin pembangkit nuklir, katanya.
 
Indonesia dengan sumber daya air yang dimiliki karena memiliki banyak sungai dengan aliran deras berpotensi dikembangkan PLTA 75.000 MW, kata dia.
 
Ia mengatakan PLTA 75.000 MW di Indonesia tersebar 15.600 MW di Sumatera, 4.200 MW di Jawa, 21.600 di Kalimantan, 10.200 MW di Sulawesi, 620 MW di Bali-NTT-NTB, 430 MW di Maluku, dan 22.350 MW di Papua.
 
Namun, lanjut dia, kontribusi PLTA saat ini baru mencapai sekitar 3.504 MW. Indonesia dikaruniai sumber daya alam melimpah terkait bahan bakar nuklir dalam bentuk 90 ribu ton uranium dan 140 ribu thorium.
 
"Sudah cukup sebagai modal memenuhi kebutuhan energi menggunakan tenaga nuklir," kata Bamsoet.
 
Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan, dan Keamanan KADIN Indonesia itu menerangkan secara global pada tahun 2019 total produksi PLTN di berbagai negara dunia sudah mencapai 2.796 terawatt (triliun watt) per jam.
 
Lima belas negara produsen listrik bertenaga nuklir terbesar di dunia, antara lain, Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, Korea Selatan, Kanada, Ukraina, Jerman, Jepang, Spanyol, Inggris. India, Taiwan, Brazil, Afrika Selatan, dan Meksiko.
 
Menurut Bamsoet, setelah pertemuan Conference of Parties (COP) Ke-26 di Glasgow, Skotlandia tahun 2021 berbagai negara dunia sepakat menurunkan emisi karbon agar bisa menekan kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius.

Baca juga: Ketua MPR ajak pengusaha Korsel tingkatkan investasi di Indonesia
Baca juga: Bamsoet minta TNI dan Polri deteksi dini pergerakan KKB 
 
Dalam COP-26, kata dia, pembicaraan penggunaan energi nuklir juga semakin menghangat untuk menurunkan emisi karbon. Menurut dia, dunia sudah mulai pulih dari trauma kecelakaan nuklir Chernobyl di Ukraina maupun Fukushima di Jepang. Bahkan, Ukraina saja tetap menggunakan energi nuklir untuk memenuhi 53 persen sumber energinya.
 
"Sebagai pelaksanaan COP-26, Indonesia menargetkan emisi nol bersih atau "net zero emission" (NZE) pada tahun 2060," ujar Bamsoet.
 
Untuk mencapai target tersebut, lanjut Bamsoet, secara bertahap akan menghentikan operasi PLTU serta memaksimalkan pemanfaatan EBT, termasuk di dalamnya memanfaatkan energi nuklir dan energi air.
 
Bamsoet yang juga Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI menambahkan, pengembangan PLTN di Indonesia mulai mendapat titik terang usai Balitbang Kementerian ESDM menyelesaikan kajian PLTN yang akan dikembangkan PT PAL bekerjasama dengan Thorcon Internasional Pte Ltd, dengan kapasitas listrik 500 Megawatt.
 
"Sebenarnya sejak tahun 1970-an Indonesia sudah mulai merencanakan pembangunan PLTN," katanya.
 
Berbagai upaya dan proses panjang telah dilalui, namun tidak kunjung membuahkan hasil signifikan. Kini setelah COP-26, dari berbagai kajian yang dilakukan pemerintah, lahir opsi penggunaan nuklir yang direncanakan dimulai pada tahun 2045.
 
"Hingga pada tahun 2060 nanti diharapkan kapasitasnya bisa mencapai 35 gigawatt (GW). Agar bisa terealisasi dengan baik, tidak ada salahnya kita belajar dari Korea Selatan," ujar Bamsoet.
 
Dalam kesempatan tersebut, Bamsoet juga menyampaikan tentang KHNP yang pada tahun 2016 sebagai badan usaha milik negara Korea Selatan, KHNP telah mengoperasikan sekitar 25 unit pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), 37 pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dan beberapa pembangkit skala kecil lainnya.
 
KHNP menjadi pusat pembangkit listrik terbesar di Korea Selatan. Memenuhi sekitar 30 persen kebutuhan listrik domestik, dengan nilai aset mencapai 69 triliun KRW serta pendapatan tahunan sebesar 10,6 triliun KRW pada tahun 2022.
 
KHNP menggunakan sekitar lima persen dari total pendapatan penjualan untuk kegiatan "research and development" (R and D).
 
Turut hadir perwakilan KHNP Mr Kim Jong. Sementara delegasi Ketua MPR RI antara lain, Anggota Komisi X DPR RI Robert Kardinal, Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai, Sekretaris Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia Junaidi Elvis, Rektor Universitas Perwira Purbalingga (UNPERBA) Eming Sudiana, Founder Yayasan Ali Network Indonesia Ali An Sun Guen, serta Counselor Politik KBRI Seoul Sigit Aris Prasetyo.
 
 

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023