Banda Aceh (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) menyebut tingkat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah provinsi paling barat Indonesia itu mulai menurun pada September, menyusul Aceh mulai memasuki musim peralihan dari kemarau ke musim penghujan.

“Kita banyak hotspot (titik panas) karhutla antara April sampai puncak di Juli, kemudian Agustus, September mulai turun lagi,” kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBA Fadmi Ridwan di Banda Aceh, Kamis.

Data Pusdatin BPBA hingga (20/9), tercatat pada September 2023 ada tiga kali kejadian karhutla di wilayah Aceh, yang ketiganya terjadi di Kabupaten Aceh Besar. Angka ini tergolong kecil dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya.

Pada Agustus 2023, tercatat sebanyak 13 kejadian karhutla di Aceh, kemudian pada Juli 2023 sebanyak 23 kejadian dan pada Juni 2023 sebanyak 28 kejadian. Umumnya, karhutla itu terjadi disebabkan oleh pembukaan lahan dengan cara membakar, namun tanpa pengawasan dan pengendalian.

Baca juga: Masih kemarau, BMKG: Warga Aceh jangan buka lahan dengan cara membakar

Baca juga: Puncak kemarau, 8 hektare lahan terbakar di Aceh Besar terbakar


Fadmi menjelaskan luas lahan gambut di Aceh tergolong kecil, hanya sekitar 300 ribu hektare yang dominan tersebar di wilayah pantai barat selatan Aceh, dan tidak masuk dalam penanganan dari Badan Restorasi Gambut (BRG).

Maka dalam upaya pencegahan karhutla, dia menjelaskan pihaknya fokus pada mendeteksi hotspot. Sejak April lalu, pihaknya banyak terdeteksi hotspot yang tersebar di wilayah Aceh, namun tidak sepenuhnya karhutla.

Namun, pada September ini, hotspot semakin menurun, dan angka karhutla lebih sedikit karena disebabkan oleh faktor alam.

“Saat ini kita sudah pancaroba, kemudian baru mulai musim penghujan sampai Januari tahun depan. Jadi faktor cuaca ini mempengaruhi kelembaban udara. Karena kalau dibakar pun (lahan) kalau sudah lembab, maka tidak ada meluas kemana-mana,” ujarnya.

Selain faktor alam, menurut Fadmi, turunnya intensitas karhutla di Aceh juga disebabkan karena intervensi, edukasi, dan kampanye secara masif yang dilakukan semua pihak terutama TNI/Polri melalui Babinsa dan Bhabinkamtibmas dalam upaya pencegahan karhutla di tengah masyarakat.

Bahkan, Babinsa dan Bhabinkamtibmas juga aktif melakukan pendeteksian dini terhadap hotspot di wilayah Aceh dari waktu ke waktu, lalu melaporkan ke Kapolda dan Pangdam secara berjenjang. Salah satunya menggunakan aplikasi “Lancang Kuning” milik Polri.

“Jadi berbagai faktor bekerja, faktor alam, edukasi, membuat titik-titik (hotspot) itu menjadi kecil, atau cakupan luas menjadi kecil,” ujarnya.*

Baca juga: BPBA: 16 hektare lahan di Aceh Besar terbakar di puncak kemarau

Baca juga: BPBD: Hujan redakan karhutla di Aceh Barat

Pewarta: Khalis Surry
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023